Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggugat Nama Jalan Daendels

6 Oktober 2019   16:35 Diperbarui: 6 Oktober 2019   18:09 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau mau dibilang sederhana boleh juga.  Tetapi ketika segala sesuatu berurusan dengan nama baik maka sesederhana apapun persoalannya akan berubah menjadi serius.  Apalagi terkait nama baik negara seyogyanya sebagai warga negara agak terusik juga. Sodara di negri ini ada nama jalan bernama Jalan Daendels.

Baiklah saat ini lebih kosentrasi pada nama seruas Jalan Daendels. Pasalnya ketika para jurnalis berhimpun di Resto Sabang 16Jakarta Pusat, Jum'at 4 oktober 2019 secara pribadi saya sepertinya mendapat pengetahuan baru berbonus tantangan baru. Selama ini nama Daendels hanya dikenal dari perlajaran sejarah di SMP dan SMA mebangunjalan dari Anyer ke Panarukan. Itu saja.

Mas Yon Bayu sebagai pelopor peduli terkait nama seruas jalan  di Pesisir Selatan Jawa bagian Tengah bernama Jalan Daendels membuka kan mata kami ada persoalan nama baik disana.   Secara kasat mata memang fakta di negeri ini ada  nama jalan berbau penjajah.

Dikutip dari tulisan Mas Bayu bahwa selama ini dikenal A.D Daendels.  Dia  bukanlah Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda  yang berkuasa sejak 1808 -- 1811. Karya H.W. Daendels adalah Jalan Raya Pos (De Grote Postweg atau Postwegen) yang membentang dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur) di pesisir Utara Jawa.  

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Ya sudahlah.  Gerakan menggugat  seperti ini hanya bisa dilakukan oleh warga negara yang paham ada keanehan dan kemudian dia tidak diam saja. 

Rasa peduli akan berlanjut ketika ada kemauan dalam keterbatasan kemampuan. Keterbatasan jurnalis berniat mengganti nama Jalan Daendels bisa teratasi ketika menggunakan tangan  para pihak yang memiliki kewenangan.

Jangan pula ada pendapat merujuk satu kekecewaan berupa ucapan apalah artinya sebuah nama.  Tentu pola pikir seperti itu wajib digugat bersebab nama adalah doa.  

Nama adalah sejarah dan nama ditulis dibatu nisan.  Nama juga tetulis abadi di cover buku seorang penulis. Jadi jangan sekali kali menyepelekan nama ya nama.

Gerakan kompasianer menggugat Jalan Daendels berangkat dari semangat nasionalisme.  Tidak ada kepentingan lain. Gebrakan ini tentu akan terus bergulir seperti kekuatan bola salju melesat dengan deras ketika para pihak peduli berhimpun dalam satu kekuatan. 

Dinsana nanti ada Ahli Sejarah dan berujung pada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Pak Gubernur nama jalan itu masih tertulis di google map di wilayah kewenangan anda .

Bogor, 6 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun