Sebagai seorang guru saya merasa trenyuh ketika menyaksikan 2 fakta terkait pendidikan. Pertama jumlah mahasiswa baru di tempat  saya memberikan kuliah menurun.  Tahun tahun sebelumnya tidak kurang kami menerima 100 mahasiswa baru namun kini jumlah itu menurun.  Tahun ajaran 2019 kurang dari 70  mahasiswa baru.
Apa yang terjadi? Ternyata bukan di Akademi kami saja mahasiswa baru berkurang, dibeberapa tempat lain juga mengalami kekurangan mahasiswa. Apakah ini dampak dari masalah global terutama menurunnya perekonomian atau ada beberapa sebab lain sehingga orang tua tidak mampu melanjutkan pendidikan putra putri ke Perguruan Tinggi. Â Tentu perlu penelitian ilmiah guna menjawab sebab musabab penurunan jumlah mahasiswa secara nasional
Pada hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 saya merasa prihatin juga ketika anak anak pelajar SMP Trisoko mengatakan " orang tua saya tidak mampu" Jawaban itu merupakan reaksi dari seorang siswa kita saya memotivasi mereka agar belajar sampai di S1. Sekali lagi apakah kondisi ekonomi dijadikan kambing hitam ataukah ada faktor lain sehingga masalah pendidikan ini begitu mengkhawatirkan.
Kerika mendengar pidato Presiden Jokowi terus terang saya merasakan mendapatkan jawaban terkait masalah pendidikan. Â Seperti diberitakan KOMPAS.com - Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 505,8 triliun pada APBN 2020. Angka tersebut meningkat 29,6 persen jika dibandingkan dengan realisasi anggaran pendidikan lima tahun lalu yang sebesar Rp 390,3 triliun.Â
Terutama untuk meningkatkan kemampuan literasi, matematika, dan sains, sehingga menjadi pijakan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak di jenjang pendidikan yang lebih tinggi," ujar Jokowi ketika dalam pidato Nota Keuangan 2020 di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Semoga Investasi jangka Panjang Pendidikan terwujud dan tidak berhenti pada slogan memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74. Â SDM Unggul Indonesia Maju. Â Para pemimpin nasional sudah menyadari sejak proklamasi kemerdekaan bahwa masalah pendidikan dan kesehatan wajib menjadi prioritas utama dalam Pembangunan Indonesia Raya.Â
Dengan demikian rakyat tidak mampu tidak perlu kuatir tentang pendidikan anak anak karena sudah ditangani oleh pemerintah berkuasa dengan baik. Seharusnya dana pendidikan Rp. 505.8 Triliyun  mampu mengurangi drop  out dari sekolah atau perguruan tinggi.  Sementara bidang kesehatan juga diharapkan tidak ada lagi  masalah karena BPJS yang sehat akan mampu menyehatkan jiwa raga rakyat kecil.
Agar dana 20 % dari APBN untuk pendidikan itu tidak sia sia tentu perlu manajemen modern untuk mengelolanya.  Artinya Bapak atau Ibu Menteri Pendidikan  di periode kabinet Jokowi 2 haruslah seorang yang paham benar bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya melalui jalur pendidikan. Catatan pinggir Bapak Presiden kiranya berkenan mengawasi sektor pendidikan  secara langsung ditengah kesibukan membangun infra struktur.
Jangan sampai muncul istilah arang habis besi binasa bersebab sasaran penggunaan dana pendidikan tidak mencapai target.  Perbanyak bea siswa kalau perlu pendidikan gratis sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.  Jangan sampai ada lagi anak putus sekolah bersebab orang tuanya menyerah. Menyerah dalam artian tidak ada uang untuk membiayai pendidikan sekolah anak.
Memang hasil dari peningkatkan kualiatas sumber daya manusia tidak instan. Hasil yang dicapai tidak tampak seketika seperti membangun jalan tol atau waduk. Namun investasi berkelanjutan pada Bidang Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah suatu cara terbaik dan benar sehingga SDM Unggul guna mencapai Indonesia Maju.
Merdeka
17 Agustus 2019
Salamsalaman
Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan
YPTD
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H