Senin, 7 Januari 2019 mulai masuk sekolah. Â Setelah liburan panjang akhir tahun anak anak bergegas menuju sekolahan. Â Bersebab hari senin maka seragam bawahan merah SD, biru SMP dan abu abu SMA tidak dikenakan dulu. Â Jadi mereka kompak di hari senin semua berseragam putih putih bersih.
Anak SD pun kini tak mau lagi bercelana pendek  seperti generasi terdahulu.  Mereka begitu rapi mengenakan span panjang.  Tampak gagah berjalan di Jalan Bumi Pratama VIII  menuju SD di kawaan Bojong Kampong Dukuh Jakarta Timur.  Awak di pagi nan cerah itu memperhatikan 3 orang anak SD berjalan tegap, di leher kemeja terhias dasi merah sebagai penanda bahwa mereka memang masih duduk di sekolah dasar.
Entah mengapa seketika awak mengambil dokumentasi foto anak anak itu. Â Bisa jadi inspirasi tulisan muncul seketika mengingat anak anak ini perjalanan hidupnya masih panjang. Â Ya panjang sekali sebelum mereka benar benar mengerti bagaimana kehidupan itu sebenarnya. Â Meraka hanya paham setiap hari pergi sekolah, Â belum terbayang berapa tahun lagi harus bolak balik antara rumah dan sekolah atau mungkin nanti kampus.
Suasana hati anak anak SD ini tetap ceria.  Mera tidak paham bagaimana orang tua kandung banting tulang menyediakan segala keperluan yang ujung ujungnya uang.  Untunglah pemerintah sekarang agak berbaik hati memsubsidi sekolahan.  Artinya  tidak ada bayaran bulanan.  Entah benar entah tidak namun melihat kebijakan UUD 45  mengamanatkan 30 % APBN di alokasikan untuk pendidikan bisa jadi benar adanya. .
Awak tak ingin bercerita panjang soal anak anak SD ini.  Sudah pasti mereka punya cita cita untuk masa depan.  Diucapkan atau tidak malaikat pun pasti  mencatat dan mengawal bahwa anak anak itu diharapkan survive alias selamat. Masa pembelajaran 6 + 3 + 3 + 4 = 16 tahun sebelum menjadi sarjana memerlukan nafas panjang, semangat dan perjuangan. . Â
Itupun kalau mereka mampu di biayai sendiri oleh orang tua atau memperoleh bea siswa dari negara. (pemerintah berkuasa). Â Kalau tidak bisa jadi pendidikan mereka terhenti di SMA atau SMP bahkan ada juga tidak bisa lagi melanjutkan sekolah bersebab banyak hal. Putus sekolah dinegara merdekan bukan rahasia umum nan berresiko sulit mendapatkan pekerjaa.
Sudahlah. Â Biarlah Tuhan Yang Maha Kuasa memperjalankan anak anak dunia termasuk anak Indonesia. Â Siapapun Presiden Republik Indonesia yang dihapal hapalkan sejaka Soekarno hingga Joko Widodo dalam pelajaran kewarganageraan, toh hidup sama saja. Â Kecuali nanti 2019 ada presiden yang benar benar peduli pada pengembangan sumber daya manusia yang bermakna bahwa pendidikan menjadi proiritas utama.
Salamasalaman
TD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H