Terus terang Irul lebih gaul (ganteng) dibanding awak yang agak pendiam. Ketika di SMP Irul banyak punya kawan dan aktif berorganisasi dan berolahraga.
Malah dia pernah jadi wasit Bola Basket di sekolah. Sementara awak hanya duduk menonton saudara sepupuku ini yang tegas meniup peluit ketika terjadi pelanggaran.
Satu saat di Tempino kami diserahkan mengurus Pramuka. Bukan karena tubuh Irul lebih tinggi dari awak tetapi Bapak Pembina Pramuka tampaknya lebih memilih Irul bersebab jiwa kepemimpinan menjadi Ketua. Sedangkan awak yang pemalu diserahkan tugas sebagai juru tulis alias Sekretaris Gugus Depan Gerakan Pramuka Tempino.
Gagal Masuk Akabri.
Setelah tamat SMA. Bagian B Jambi kedua orang tua sepakat dan setuju agar kami berdua mendaftar di Akabri. Kebetulan Letnan Satu Husna, SH (uni kandung) sebagai Polisi Wanita berdinas di Bagian Hukum Polwil Jambi.
Ketika hari test olahraga awak jatuh sakit sedangkan Irul terus mengikuti test seleksi sampai di tahap akhir.
Takdir tampaknya berkata lain. Kami saat itu tidak diterima menjadi Taruna Akpol.
Irul kemudian bekerja di Kantor Kepala Kampung Tempino sedangkan awak dipaksa pergi merantau ke Palembang.
" pailah angkau sakolah " kata mamak.
Bekerja di Bank Indonesia.
Berkat jasa pergaulan Chairani, SH (adik Irul) yang bekerja di Departemen Penerangan, Chairul Anwar diterima bekerja di Bank Indonesia Jambi.
Sedangkan awak setelah marasai 4 tahun bekerja di Kerinci dan kemudian di RSUP Palembang akhirnya diterima jadi Perwira Polisi tahun 1980.