"Semua tergntung susana hati nan beriman" .
Pesan ini berulng ulang disampaikan simbok
"jangan tinggalkan shalat fardu yo anak anak ku, sempurnakan wudhumu, pakai pakaian bersih dan jaga shalatmu di awal waktu dan berjamaah di musholla"
Setiap bada magrib Ngatinem mengajar anak desa mengaji di musholah Nurul Iman. Â Itulah ilmu yang bisa disumbangkan untuk pendidikan keagamaan. Â Terkadang si mbok risih ketika Ibu Ketua PKK Kelurahan memanggilnya Ustazah. Â Tetapi mau dibilang apa, sebutan itu memang pantas disandangkan seiring dengan perilaku sopan santun dan penuh perhatian.
Bulan Maret panen pun tiba. Keluarga Tukiman bersemangat gotong royong turun  kesawah.  Sawah yang hanya 3 petak itu cukuplah untuk menghidupkan keluarga secara sederhana.  Persoalannya kini bagaimana akan membiayai putra ke - 3 Asgar yang bersikeras akan merantau ke Jakarta.  Terpaksa di pakai jurus hemat keluarga demi mengikuti tekad kuat sianak.
"le, ini ongkos perjalananmu dan sedikit bekal" hemat hemat, segera cari pamanmu Lek Reksidinoto"
Asgar terharu, langsung saja mencium tangan kedua orang tua. Â Terbayang dalam pikiranÂ
"sampai juga niatku mengadu nasib di ibukota". Â
Keinginan keras anak ndeso ini sebenarnya terinspirasi dari Pak Guru. Â Satu ketika menjelang ujian akhir SMP Pak Guru Aminullah yang merangkap Guru Agama Islam mengatakan"
"anak anakku, sebentar lagi kalian akan meninggalkan sekolah ini.  Sesungguhnya  takdir kehidupan kalian adalah rahasia Tuhan.  Kuaklah takdir itu hari demi hari dengan cara berkelana mencari penghidupan yang lebih baik di luar sana"
Asgar terpesona mendengar wejangan Pak Guru. Â Sesampai dirumah dia merenung apa makna sejati dari ucapan Bapak Guru Aminullah.Â