Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pahlawan Sejati adalah Ibunda yang Melahirkan Pahlawan Nasional

10 November 2017   19:53 Diperbarui: 10 November 2017   20:03 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi TD

Prolog

Pahlawan Nasional adalah gelar abadi untuk warga negara yang mempunyai jasa luar biasa untuk Nusa Bangsa Indonesia. Namun dibalik itu masih banyak pahlawan pahlawan lain yang berjasa pula pada skala keluarga. Seorang ibu melahirkan Pahlawan baik untuk tingkat dunia maupun untuk tingkatan nusantara. Oleh karena seorang ibu yang melahirkan pahlawan nasional justru adalah sosok pahlawan sejati. Bintang Pahlawan tanpa jasa pantas disematkan kepada se;luruh ibu ibu Indonesia.

Setiap tanggal 10 November dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai Hari Pahlawan. Pahlawan kemerdekaan dan revolusi yang di komandoi Bung Tomo di Surabaya mempersembahlkan segala daya kemampuan mengusir tentara sekutu yang ingin menjajah Indoesia kembali. Nilai nilai juang Bung Tomo itu mengalir juga pada setiap warga terutama kaum ibu. 

Kaum ibu lah yang melahirkan kemudian mendidik dengan penuh kasih sayang tak terbilang sehingga putra putri menjadi orang orang yang berguna bagi negara. Tak pelak pepatah kasih saya orang tua kandung sepanjang jalan sedangkan kasih sayang anak sepanjang penggalan.

Pahlawan keluarga kami bernama Hj Kamsiah Binti Sutan Mahmud (alm) Ibunda yang kami panggil dengan sebutan Mamak bersama Ayahanda H. Rd. Dahlan bin Affan (alm) mendidik 7 putra putrinya dalam segala keterbatasan. Alhamdulillah berkat didikan penuh kasih sayang itu kami anak anaknya berhasil menjalankan kehidupan dalam kesejahteraan. Inilah pahlawan keluarga kami dan saya rasa semua ibu di dunia adalah pahlawan untuk keluarga masing masing yang tidak mengharapkan balas jasa. 

Berikut saya sampaikan sepenggal kisah nyata bagaimana seorang Pahlawan yang bernama Hj Kamsiah Binti Sutan Mahmud mendidik anak anak dalam pengorbanan nan tiada tara. Kisah selengkapnya tentang perjuangan Ibunda sebagai penghormatan dan rasa terima kasih ananda sudah di abadikan dalam Buku KASIDAH .

Tak punya sepatu

" Tidurlah nak, jangan kau risau besok kita ke jambi, kita beli sepatu ya." Emak membimbing tanganku ke bale. Hari dah malam, jam dinding diruang tengah berdentang 12 kali. Aku memang tidak bisa tidur malam itu, risau memikirkan sepatu. Alas kaki yang bernama sepatu itu tidak pernah kumiliki. Enam tahun duduk di Sekolah Rakyat (SR) kami anak anak dusun tidak pernah menggunakan sepatu ke sekolah. Sekolah memang tidak melarang bertelanjang kaki kesekolah, sesuai dengan kondisi sosial ekonomi warganya.

Aku risau, tiga hari lagi mulai belajar di SMP, aku belum punya sepatu. Risau pertama adakah sepatu yang muat dengan ukuran raksasa kakiku, risau kedua apakah emakku punya uang untuk membeilkan sepatu pertamaku. Semua anak laki laki dusun telapak kakinya besar besar, kekar melebar kekiri kanan dan memanjang. Telapak kaki itu kokoh, kuat, keras, kapalan, karena seumur hidup tak pernah di bungkus. Telapak kaki yang tak mempan dengan kerikil, duri onak hutan, jalan buruk berlobang, semua rintangan dijalan ditembus dengan berlari dan berlari dengan kaki telanjang.

2 minggu lalu kepala sekolah mengumumkan hasil ujian yang kami ikuti di dusun sebelah Bajubang. Bapak Ibu Guru dan orang tua serta Kepala Dusun bergembira ria karena murid kelas 6 dari Sekolah Rakyat (SR) milik PN Pertamina Tempino Jambi dinyatakan lulus semua pada ujian negara. Kami ditanya, mau melanjutkan kemana, karena di kampongku tidak ada sekolah lanjutan. Bapak dan Mak ku berkata Angkau harus sekolah terus, masukklah SMP di Jambi.

 Pecahkan tabungan

Masalahnya sekolah di SMP wajib bersepatu. Anak anak kota akan menertawai kalau aku tak bersepatu, Pagi pagi aku dibangunkan emak, sholat subuh, kita berangkat agak pagi agar bisa pulang menjelang asar. Mak sudah berkemas dengan pakaian kebaya melayu dan selendang. Tadi samar samar Mak bercakap serius dengan Bapak, kemudian terdengar seperti barang dibanting. Oh ada apa gerangan, ternyata mak dan bapak sepakat memecahkan kendi tabungan. Mak membawa tas uang tabungan itu dililitkannya di saputangan besar kemudian dimasukkan ke tas

Kami sarapan, Bapak memandangku tanpa berucap sepatah katapun. Kulihat mak mengambil daun pisang di kebun depan rumah. Mak membungkus nasi dan lauk seadanya sebagai bekal makan siang . Aku diam saja, menyaksikan kegesitan mak. Kami keluarga sederhana dengan gaji bapak yang pas pasan. 2 orang kakakku sudah sekolah di jambi, satu lagi uni tertua kuliah di Unsri Palembang, sedangkan adikku masih kelas 3 SR. Kami harus hidup prihatin, mendahulukan pendidikan dari pada kepentingan yang lain.

Setiba di pasar Tempino, sudah menunggu beberapa mobil angkutan ke kota Jambi. Aku dan Emak naik oto, sudah ada beberapa penumpang. Mak memilih duduk di ujung, aku dipangkunya, padahal masih ada tempat duduk kosong. Diamlah, jangan kau lasak. Mak memangku diriku agar tak kena bayaran ongkos oto. Badan besarku dipeluk aku didudukkan diatas pahanya. Oto merk chevrolet tua mulai bergerak menempuh 27 km, jalan rusak berlubang menuju kota Jambi. Kasian emak, aku mau duduk dilantai oto saja, tapi mak melarang, kotor nanti sarawamu. Oto penuh sesak, ditengah jalan banyak penumpang yang naik, ada yang bergelantungan di pintu oto.

 Sepatu bata

Kami tiba di Kota Jambi. Berjalan cukup jauh dari terminal antar kota ke pasar, padahal ada mobil angkot. Ada 1 jam kami berjalan, bagi kami orang dusun berjalan adalah hal biasa, tak terasa penat sedikitpun. Mak mengajakku ke toko sepatu. Pilihan mamak toko sepatu BATA. Sepatu Bata kuat dan murah kata mamak. Pejaga toko melihat kakiku yang kekar tak beralas. Aku malu dipandang seperti itu. Kemudian dia mengambil contoh sepatu berwarna putih. Mak menyuruhku mencobanya, "lap kaki mu dulu nak " aku memang tak beralas kaki, kakiku kotor berdebu, setelah kucoba , oh sempit, masihkah ada yang lebih besar. Penjaga itu pergi ke gudang mengambil sepatu ukuran yang lebih besar.

Akhirnya didapatkan juga sepatu yang pas, mak membeli kaos kaki. Disuruhnya aku memakai sepatu, dan mak berkata, "cobalah angkau berjalan",..... Anak dusun yang pertama kali bersepatu, canggung, seperti berjalan diatas permadani, empuk dan sangat nikmat. Pakailah sepatu itu sampai kita pulang, biar angkau terbiasa. Mak melihatku dengan tersenyum bahagia melihat kerisauanku semalam telah terbayar dengan kebahagiaan.

Kami keluar toko, menuju pasar. Mak membeli beberapa kebutuhan dapur. Matahari mulai naik sepenggalah, terasa lapar dan haus. Mak mengajakku mampir di salah satu kedai di kaki lima. Mak memesan 2 gelas air putih kemudian membuka bekal nasi yang tadi dibawanya. Penjaga toko tersenyum, dia tahu kami tak akan membeli nasi disitu, hanya menumpang duduk. Mak menyuruhku makan, dibiarkannya aku makan dengan lahap, maklum masa pertmbuhan makanku banyak, Mak menyelesaikan suap terakhir bersamaan dengan azan dzhuhur.

Pesan Mak

Sambil berjalan pulang mak berpesan kepadaku :

  1. angkau rawat sepatu ini baik baik,
  2. 3 tahun sekolah di SMP cukuplah satu pasang sepatu.
  3. Jangan kau gunakan selain pergi kesekolah.
  4. kalau berjalan angkat kakimu, jangan diseret nanti cepat habis alas kakinya.
  5. Cuci sepatumu seminggu sekali,
  6. amak takkan membelikan lagi sampai angkau tamat SMP.
  7. kita orang tak berpunya,
  8. sekolahlah yang rajin.

 Makku berpesan, suaranya pelan tapi tegas, Pesan Mak ku ingat selalu. Selama 3 tahun di SMP, berjalan kaki kesekolah yang jaraknya 5 km, tak pernah punya uang jajan dan buku pelajaran selalu meminjam, Dalam keseharian pergaulan anak SMP aku tahan tahan keingingan bersenang senang yang terkait dengan sepatu. Aku belajar keras sebagai pelampiaskan menghilangkan keinginan bermain dengan teman teman, karena sepatu menjadi taruhan.

Teman temanku tertawa terbahak bahak ketika aku melepaskan sepatu waktu kami bermain bola sepak. Teman teman Putri SMP, tersenyum geli melihat gaya jalanku kaya tentara, kaki diangkat tinggi tinggi. Aku tahan kuat kuat niatku bermain basket, takut sepatuku cepat rusak

Alhamdulillah 3 tahun sepatu ku selamat dari kerusakan berat walau nyaris bolong bolong di ujungnya, alas sepatu yang sebagian besar sudah aus, sehingga terpaksa ku lapisi dengan kertas karton....

Keprihatinan, kesederhanaan di bingkai dalam kasih sayang. Kasih sayang Mak tidaklah selalu berbentuk uang, namun lebih dari itu dalam bentuk perhatian sepenuh hati, kasih sayang berbagi untuk semua anak anaknya.

Almarhumah Ibunda Hj Kamsiah Binti Sutan Mahmud adalah pahlawan sejati keluarga kami Kaum Petokayo.

Salamsalaman

TD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun