Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

[Bukan Duel Maut] Ini Dia Duet Penggarap APBD

12 Oktober 2017   05:47 Diperbarui: 12 Oktober 2017   06:59 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti dilansir dari KOMPAS.com (19/9/2017) Dalam beberapa bulan  terakhir, Komisi pemberantasan Korupsi ( KPK) semakin gencar melakukan  operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah daerah. Sepanjang 2017 ini,  dari berbagai operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, ada 5 kepala  daerah yang terjaring atas dugaan tindak pidana korupsi. Mereka kini  berstatus tersangka KPK. Pada September 2017 ini saja, ada dua orang  kepala daerah yang harus "pindah kantor" ke Kuningan, Jakarta Selatan.

Pada  2016, ada 10 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Secara  keseluruhan, sejak 2004 hingga Juni 2017, data statistik KPK menyebutkan, ada 78 kepala derah yang berurusan dengan KPK. Rinciannya,  18 orang gubernur dan 60 orang wali kota atau bupati dan wakil. Inilah duet  maut dua P menggarap APBD.  Siapa lagi kalau bukan Oknum Penguasa dan Oknum Pengusaha (rekanan).  Bukannya  duel  malah menyebabkan maut justru duet menyebabkan kerugian negara secara tidak langsung maut menghantarkan mereka dari sisi hukuman sosial masyarakat.

Berdasarkan UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan:

  1. Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan perekonomian negara (pasal 2).
  2. Menyalahgunakan  kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan keuangan/  kedudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara pasal 3)
  3. Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11)
  4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10)
  5. Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
  6. Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)
  7. Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C)

Selama  ada uang di kas negara bisa jadi tindak pidana korupsi yang dilakukan  oleh oknum pejabat tampaknya tidak akan pernah habis. Efek jera berupa  hukuman kurungan tidak menjadikan mereka takut menguras kekayaan Negara.  Dari bebrapa data operasi tangkap tangan selalu saja ada oknum penguasa  dan oknum pengusaha yang sedang transaksi terkait program kerja atau  berupa izin usaha.

Beda tipis antara Penguasa dengan Pengusaha  Refleksi kemerdekaan RI ke- 72, yaitu membandingkan antara proses  metaformose Penguasa menjadi Pengusaha dinegeri sendiri dengan perubahan  status sosial dari Pengusaha menjadi Penguasa di negeri orang. 

Tradisi  di negara Amerika Serikat seorang Pengusaha sukses mencalonkan diri  menjadi Presiden AS. Dalam merebut hati pemilih maka didalam prosesi  kampanye menggunakan dana pribadi. Tidak mendapatkan sponsor dari  siapaun apalagi dari Pengusaha lainnya. Toh dia sudah sanggup membiayai  seluruh anggaran kampanye. Akhirnya terpilih menjadi Presiden dan  menyandang gelar Penguasa. 

Artinya Presiden terpilih itu  sebelumnya sudah kaya raya baru masuk kedunia politik. Dalam posisi  Penguasa maka potensi untuk melakukan korupsi uang negara menjadi kecil  sekali, karena sudah Beliau sudah tajir, niat nya hanya untuk mengabdi  kepada negara. 

Sebaliknya di negeri ini, seseorang berusaha mati  matian menjadi Penguasa. Mencari sponsor sekelompok orang berduit untuk  membantu membiayai prosesi kampanye. Deal deal tentu dicanangkan, nanti  kalau berhasil jadi penguasa, maka imbalan mengikutinya. Jabatan  Penguasa yang diincar adalah jabatan Presiden, Gubernur dan turunannya.  Kemudian setelah berhasil menjadi Penguasa, maka pertama membalas jasa sponsor, kemudian melakukan tindakan memperkaya diri sendiri dan  keluarga. 

Tindakan itu tidak lain adalah mengunakan uang negara  APBN, APBD dan fasilitas pejabat secara tidak syah. Kita bahas terlebih  dahulu mekanisme Pengusaha menjadi Penguasa. Pengusaha sudah kaya, dia  tidak akan korupsi ketika menjabat menjadi Penguasa walaupun kesempatan  itu ada. 

Terbukti huruf dari kata Pengusaha yaitu H A, malah  hilang ketika menjadi Penguasa. Artinya HA = Harta nya di sumbangkan  untuk negara. Kemudian bagaimana dengan Penguasa yang menjadi Pengusaha.  Pasti 2 huruf dari kata Penguasa bertambah huruf HA sehingga berubahlah kata itu menjadi Pengusaha. Huruf HA = harta yang didapatkan selama  menjadi Penguasa melalui upaya memperkaya diri sendiri alias korupsi. Beda tipis dan beda niat

Salamsalaman

TD

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun