Rekapitulasi penghitungan suara Pilkada DKI Jakarta sudah mencapai 93 persen. Angka golput masyarakat DKI Jakarta sementara ini mencapai 23 persen. Â Dikutip dari situs resmi KPU, pilkada2017.kpu.go.id Jumat (17/2/1017), warga Ibu Kota yang memilih golput atau tidak ikut serta pada pemungutan suara kali ini mencapai 1.570.185 jiwa. Perincian angka itu, yakni 853.019 laki-laki dan 712.406 perempuan.
Salah satu cara memenangkan putaran kedua Pilkada Jakarta adalah menambah perolehan suara. Perolehan suara itu berasal dari suara untuk dukungan AHY dan suara golput. Inilah suara yang diperebutkan. Apabila suara AHY bisa didapat melalui jalur komunikasi politik maka untuk merebut suara golput tentu diperlukan strategi tersendiri.
Terlebih dahulu mari kita telisik kenapa warga tidak berkenan menggunakan hak pilih. Â Alasan itu bisa jadi karena ideology atau karena berhalangan bersebab berada di luar kota/negri . Â Bisa juga tidak terdaftar padahal memiliki hak pilih.
Diantara golput tersebut yang agak sulit dirayu agar datang ke TPS.  Mereka  adalah kelompok ideologis.  Rata rata mereka menganggap bahwa percuma saja di adakan pemilu karena merasa tidak ada perubahan kehidupan bermakna di negri ini.  Selain itu mereka merasa tidak ada calon yang sesuai dengan kehendak hati.  Bisa juga golput itu beralasan  karena menganggap politik itu kotor.
Sedangkan golput yang berhalangan karena tidak sempat atau sakit atau tidak terdaftar lebih mudah dirayu. Â Mereka pada dasarnya ingin sekali mencoblos namun ada halangan, jadi tim sukses wajib mengetahui dimana warga ini berada atau berdomisili. Â Arah kampanye selaiknya di tujukan kepada golput seperti ini. Â Lumayan untuk menambah suara.
Sebenarnya angka partisipasi warga Jakarta di pilkada 2017 cukup baik yaitu 77 %. Â Artinya warga yang tidak ikut memilih tidak terlalu banyak bisa dibandingkan dengan pilkada sebelumnya. Â Bahkan angka itu cukup tinggi bila disandingkan dengan tingkat partisipasi di luar negeri. Â Belum bisa disimpulkan bahwa demokrasi di negeri itu berjalan sesuai dengan amanah reformasi, namun paling tidak kepedulian warga bolehlah dikatakan sedikit meningkat.
Pilkada Jakarta di nyatakan sebagai hari libur.  Rabu, 19 April diharapkan warga akan semakin bergairah mencoblos guna mewujudkan perubahan mendasar dalam kepemimpinan di kota Jakarta.  Tahapan pilkada telah disusun oleh KPU dan saatnya kampanye akan menjadi lebih sengit  karena pertempuran ini head to head. Win or Lose hanya itulah pilihan para kandidat.  Menag atau kalah dengan cara terhormat tentunya
Kembali ke Golput, maka merayu atau lebih tepat menghimbau warga memilih agak susah susah gampang.  Diperlukan satu taktik  khusus sehingga mereka bisa menerima kenyataan bahwa satu suara itu memiliki peran yang sangat penting dalam memenangkan  jagoan. Kini paslon bukan lagi bicara visi misi,  justru yang ingin di dengar rakyat adalah program kongkrit  serta pola kepemimpinan yang memberikan peluang sebesar besarnya kepada warga untuk ikut dalam membangun Jakarta.
Warga tidak mau lagi dijadikan hanya sekedar objek,  mereka menuntut agar kota Jakarta menjadi lebih bersahabat, aman dan nyaman serta sejahtera.  Hal tersebut bisa terwujud  ketika warga  di ikut sertakan dalam setiap program kerja Pemda DKI Jakarta. Good Governance adalah cita cita kita semua dimana terjadi kerjasama antara pemerintah, mayarakat dan swasta.  Bukan lagi era Good Government dimana pemerintah bekerja sendiri dengan otoritas mengelola kota tanpa mengikutkan komponen masyarakat lainnya.
Point yang ingin disampaikan disini adalah bahwa siklus 5 tahunan  memilih Gubernur sebenarnya bukan hanya ingin menang menangan karena mengandalkan kekuatan di antara para tokoh.  Justru warga mengingnkan ada perubahan bermakna dalam kehidupan sehari hari ketika di pimpin oleh Gubernur yang mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga,  Dan mungkin itulah materi kampanye yang bisa diterima oleh golput ideologis.
Salamsalaman