Dalam hukum jual beli
Selalu dicari harga termurah
Apakah akan terjadi di pilkada DKI
Coba saja tanya toko sebelah
Itulah perilaku umum para pembeli, selalu ingin mencari harga termurah. Terlebih kaum ibu, mereka tahan mengelilingi seluruh pelosok pasar. Masuk dari satu toko ke toko lain guna mengecek harga. Maksudnya tidak lain tidak bukan untuk membandingkan harga satu komuditas. Perbedaan harga 500 perak saja sudah cukup untuk memutuskan di toko mana barang itu akan di ambil. Tidak salah juga karena itulah hak konsumen. Maunya barang berkualitas namun dengan harga miring.
Menghadapi perilaku konsumen seperti itu para pedagang tak kurang akal. Biasanya menghadapi ibu ibu crewet yang suka menawar di bawah setengah harga sang pedagang mengeluarkan jurus ampuh. Jurus ampuh itu berupa penyataan setengah tantangan. Bunyi nya begini : Tanya saja ke toko sebelah. Sebenarnya kalau diucapkan semua menjadi begini Kalau tidak percaya tanya saja ke toko sebelah. Namun sang pedagang tak sampai hati takut si pembeli langsung ngacir kalau di bilang tidak percaya.
Bicara soal toko sebelah sebenarnya agak sumir. Kenapa begitu ? iya iyalah karena toko sebelah milik sang empunya toko sendiri. Jadi ini taktik sang penjual untuk menjaga tiga kaki. Artinya dua toko disebelah kiri dan kanan sudah dibeli kemudian menjual baramg yang sama. Jadi pembeli terperosok dari mulut beruang masuk ke mulut musang. Harga di permainkan oleh penjual seenaknya sehingga pembeli dalam kondisi keterpaksaan, mau apa lagi.
Dunia tawar menawar adalah suatu keniscayaan. Inilah budaya negeri yang mengakar sejak zaman nenek moyang di pasar tradisional. Ada naunsa kenikmatan dan keasyiekan dalam prosesi tawar menawar. Percaya atau tidak justru tradisi tawar menawar harga itulah yang memperat pergaulan orang pasar. Orang pasar di definisikan sebagai pembeli dan pedagang bersebab di zaman dahulu seorang pembeli itu juga merangkap sebagai pedagang.
Dan lagi zaman dahulu pasar itu tidak dibuka setiap hari apalagi sepanjang malam. Pasar zaman dahulu hanya di buka satu pekan sekali. Itulah sebabnya ada Pasar Senen, Pasar Rebo dan Pasar Minggu. Di desa bersebelahan pasarnyapun di buka hanya seminggu sekali bahkan di daerah pedalaman pasar di buka sebulan sekali. Berhubung pasar tidak buka setiap hari maka ada rasa kerinduan antara orang orang pasar.
Para petani membawa hasil kebun untuk di tukar dengan barang kebutuhan sehari hari yang kini dikenal dengan sembako. Kebutuhan seminggu di penuhi setelah selesai transaksi hasil kebun dengan kebutuhan sembako serta kebutuhan rumah tangga lain seperti sabun dan lain lain. Ketika belum di temukannya alat tukar tunai berupa uang kertas atau logam, justru orang pasar menggunakan system barter.
Kini zaman telah berubah. Pasar tradisional terpinggirkan. Lambat laun kalah dengan toko ber ac yang lebih dikenal denganm mart mart, Tidak ada lagi tradisi tawar menawar, Semua barang yang di jajakan memakai system harga fix, Artinya konsumen terpasung dalam satu pilihan. Konsumen dipaksa menyetujui harga barang tersebut atau hengkang mencari barang yang lebih murah.
Ungkapan “tanya sama toko sebelah” tidak ada di mart. Namun di mal mal masih ada juga terdengar tantangan penjual ketika mereka menjual barang yang sama. Misalnya sepatu, tentu banyak toko yang menawarkan barang yang sama dengan harga bersaing. Kini pilihan ada di tangan pembeli, sudikah dia berkeliling mal untuk membedakan harga satu toko dengan toko lain bersebab tantangan : tanya toko sebelah.
Wah kepanjangan prolog tulisan sebelum masuk ke pilkada. Apakah ada hubungan antara pernyataan tanya toko sebelah dengan pilkada ? Tentu ada sobat bila di tarik benang merah maka disana ada kosa kata konsumen dan produsen. Konsumen dalam hal ini sang pemilik suara syah sedangkan produsen adalah orang orang yang membeli suara atau sang calon pejabat.
Pasarnya adalah kampanye. Pembeli suara berkutat menawarkan barang paling bagus. Kualitas KW 1, tahan cuaca dan banting serta ada service after sales. Itulah janji janji yang ditawarkan apabila sang penjual suara kepada komsumen berkenan memberikan suaranya dengan suka rela. So pasti sang pembeli suara tidak satu pasangan. Ada 2 sampai 3 pasangan yang berkoar koar di televise, di lapangan bola dan di media social menawarkan jasa dengan segala cara.
Lucunya lagi sang penjual suara kini berada di posisi atas. Mereka yang punya hak suara agak tinggi hati mengingat memang suara itu diperebutkan. Tentu ada tawar menawar disini, lu jual gue beli itulah jargon keberanian antara sang pennantang. Berhubung memang ada 2-3 pilihan maka tergantung penawaran mana yang lebih menarik. Menarik bisa di definisikan operasional sebagai tawaran mana yang lebih tinggi.
Disinilah kemudian timbul tingkah laku belagu sang pedagang. Tanya toko sebelah, lu dapet berapa disini harga lebih tinggi. Pemilik suara kini berada diatas angin sebelum tibanya masa pencoblosan tanggal 15 Februari 2017. Untuk Jakarta saja ada 7 juta pemilih yang akan memenuhi Tempat Pemungutan Suara (TPS) . Apakah mereka sudah punya pilihan mantap, hanya Tuhan dan mereka sendiri yang paham.
Bisa saja dalam hitungan menit per detik pilihan itu berbeda sesuai denan tarikan nafas serta perkembangan situasi kondisi terakhir. Apalagi di depan tempat pencoblosan bisa jadi 3 kandidat di beri penghargaan dalam masing masing satu tusukan. Maka tentu sobat paham apa yang terjadi. Ketika Petugas TPS memghitung suara maka ditemukan surat yang berlobang tiga alias tidak syah. Itulah akibat semua penawaran diterima, dalam pemahaman biar adil gue coblos deh semua.
Tanya toko sebelah deh ente pilih yang mana
Salamsalaman
TD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H