Rumah dan Tanah
Sebenarnya awak tidak menuntut benar mendapat warisan dari mak dan bapak. Namun bersebab ingin membuktikan kepada anak cucu kelak di kemudian hari awak terimalah warisan tanah itu. Â Maasudnya begini. Awak 18 tahun mukim di Tempino tinggal bersama emak dan bapak beserta 4 saudara kandung di rumah ladang. Kemudian merantau ke tanah Jawa melalui terminalisasi 10 tahun di Palembang. Kini menetap di Jakarta menikah dengan istri tercinta yang juga lahir di Tempino.
Jadi ada hubungan emosional mendalam dengan kampong halaman sehingga kalau mudik lebaran Tempino jadi pilihan utama baru Sumatera Barat atau Bengkulu tanah air bunda dan ayahanda. Â Oleh karena itulah dengan senang hati awak menerima warisan tanah seluas 2100 meter. Maksudnya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menunjukkan kepada anak cucu dan keturunan generasi selanjutnya bahwa tanah warisan itu sebagai alibi atau bukti nan tidak terbantahkan : Thamrin Bin Dahlan Ibnu Agfan putra asli kelahiran Tempino.
Almarhum Ayahanda Haji Dahlan bin Affan dan Alharhumah Ibunda Hajjah Kamsiah binti Sutan Mahmud memang meninggalkan harta benda. Harta benda yang dikumpulkan semasa hidup itu berupa tanah dan rumah. Â Nilai asset warisan ini sebenarnya tidak seberapa karena luas tanah 11.230 itu meterpersegi itu terletak di dusun Tempino Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi. berbeda apabila tanah selus 1HA terketak di kawasan elit Jakarta. Namun bagi kami 5 orang anak kandung rumah dan tanah ini memiliki nilai histori nan sangat berarti.
Betapa tidak di rumah ladang inilah kami dididik dan dibesarkan. Rumah Ladang istilah yang diberikan Bapak untuk membedakan dengan rumah gedong. Rumah gedong milik PN Pertamina memang memenuhi hampir seluruh kawasan tanah minyak Tempino. Â Sebenarnya Bapak memiiki hak tinggal di rumah dinas bersebab Beliau tercatat sebagai buruh Pertamina. Memang kami anak sempat juga mencicipi tinggal di rumah gedong dengan fasilitas listrik, air dan gas gratis namun Bapak ternyata mempunyai visi kedepan yang luar biasa.
Musyawarah
Ketika semua karyawan asyiek masyuk menikmati fasilitas kemudahan serta gaji yang cukup Bapak justru merambah hutan di sekitar perumahan. Setelah itu dibangunlah gubuk kecil diatas tanah yang cukup luas. Â Tanah gembur tanaman subur dan di tengah ladang mengalir anak sungai yang kemudian dibendung Bapak sehingga terhamparlah 5 buah balong (kolam ikan). Itulah kegiatan Bapak selepas waktu bekerja di Pertamina ditemani mamak sehari hari mengurus ladang.
Hal hasil ladang menghasilkan buah dan sayuran serta ikan unruk menambah uang dapur dan biaya sekolah anak anak. Ya gubuk kecil itu sudah menjadi rumah layak pakai malah Bapak mempersilakan kontraktor petamina keturunan Cina menyewa rumah. Â Suatu ketika kami terheran heran ketika Bapak memutuskan keluar dari rumah dinas. " kita sekeluarga pindah ke ladang " Bayangan kami anak anak rumah ladang minus fasilitas. Itu rumah nan gelap tiada lampu litrik, mandi pakai air sumur seta memasak dengan kayu bakar.
Padahal Bapak belum juga pensiun dan masih berhak tinggal di rumah dinas. Maklumlah anak anak, dengan sedikit keberatan hati hati kami mencoba belajar hidup prihatin. Â " kita harus siap dan belajar bagaimana mengalami kehidupan pensiunan" itulah alasan logis Bapak kenapa kami harus tinggal di rumah ladang. Lambat laun kami terbiasa jadi orang ladang menikmati mancing ikan di balong. Kemudian mandi berdebur di kolam serta terasa nikmat ketika memetik hasil tanamam ladang seperti kelapa, singkong dan daun sirih serta sayuran sawi bahkan jamur di sela sela kayu mati.
Pembelajaran sangat berguna hidup di alam di rumah ladang milik sendiri. Setelah Bapak pensiun dari Pertamina kami tak terlalu sibuk lagi menghadapi kehidupan. Nampak beberapa rekan Bapak yang pensiun mulai mencari atau membeli rumah. Memang uang pensiunan pertamina cukup besar namun tampaknya dana terkuras untuk membeli rumah di kota Jambi.
BPN
Sedangkan keluarga kami telah mempersiapkan segalanya sehingga tidak ada perbedaan mencolok antara hidup kantoran dengan pola hidup warga biasa. Â Setelah Bapak dan Mamak wafat rumah dan tanah di huni oleh Uda Syahrir Dahlan. Uda Buyung memang ditakdirkan meneruskan mengurus ladang sedangkan kami semua merantau ke Jawa dan Palembang serta Muaro Tembesi.
Nah kini tanah itu telah mendapatkan sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Cukup panjang mengurus pengakuan resmi atas kepemilikan tanah keluarga dari pemerintah karena tanah itu dulu baru berstatus girik. Â Amanah Bapak dan Mamak Almarhum tanah di bagi menjadi 3 Sertifikat. Atas kesepakatan ahli waris bangunan rumah peninggalan dan tanah di sekitar di serahkan kepada Uda Buyung. Alasan bisa diterima karena hanya Beliau yang masih bertahan tinggal di Tempino.
1 bagian tanah dibagian tengah di wariskan untuk Uni Husna dan Uni Nurhayati sedangkan area tanah di bagian ujung yang terdapat 3 pintu rumah kontrakan di wariskan untuk Thamrin Dahlan dan si bungsu Muhammad Yahya. Â Alhamdulillah keluarga awak menerima warisan tanah seluas 2100 meter persegi. Diatas tanah tertanam pohon kelapa dan nangka serta beberapa pohon produktif. Terdapat pula balong berisijan ikan mujaher dan ikan nila.
Terima kasih Ayahbunda, Insha Allah warisan Ananda kelola sesuai amanah. Amanah ibadah untuk kemaslahatan umat semata sehingga limpahan pahala dipersembahkan untuk Alm Ayahanda H Dahlan bin Affan dan Ibunda Almarhumah Hj Kamsiah binti Sutan Mahmud. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalam.
TD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H