The Right
Ahok yang dimaksud pada tulisan ini adalah Basuki Tjahaya Purnama. Bukan Ahok lain yang mungkin nama serupa namun dalam posisi dan kapasitas berbeda.  Tanggal 21-22 September 2016 waktu pendaftaran Pasangan Gubernur Daerah Khusus Ibukota  Jakarta periode 2017- 2022.  Ahok  sebenarnya tidak perlu menunggu keputusan Ibu Megawati karena sudah aman dalam artian memenuhi syarat menjadi peserta cagub..  Pasalnya Ahok sudah mendapat dukungan resmi dari Partai Nasdem, Hanura dan Golkar.
Ahok memang hebat, itulah sebabnya tulisan ini di beri judul The Right Man. Â Predikat orang hebat bisa diberikan karena prestasi dan komitmen mengubah sistem birokarasi di Pemda Jakarta. Pelayanan Pegawai Negeri Sipil di tingkat kantor gubernur, Â walikota, kecamatan sampai kelurahan demikian pula di Gedung Dinas Pemerintahan Jakarta sejak kepemimpinan Ahok sangat berbeda. Â Budaya dilayani sebagai priyai kini berubah menjadi pelayanan prima untuk warga Jakarta. Â Inilah perubahan bermakna yang dirasakan warga berupa kecepatan pelayanan dan hilangnya pungli.
Kemudian izinkan saya menyampaikan bahwa kalimat The Right Man itu selalu diikuti oleh The Right Place. Â Menilik begitu banyaknya penolakan dari berbagai komunitas rakyat terhadap keberadaan Ahok sebagai Gubernur maka bolehkan saya menyimpulkan bahwa Ahok The Right Man on the Wrong Place. Â Ya orang baik dan benar tidak selalu tepat pada satu posisi atau pada satu masa pemerintahan.
Tentu saja semua nanti bermuara kepada hasil pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan pada awal tahun 2017.  Sebagai warga yang telah bermukim di jakarta selama 36 tahun saya merasa berkepentingan untuk menyampaikan curahan hati untuk kebaikan diri dan keluarga serta juga mungkin bermanfaat bagi  warga Jakarta sampai ke tingkat nasional.
Opini Warga
Walaupun saya orang perantauan dari seberang dalam artian bukan orang betawi asli namun riak riak kehidupan Jakarta membuat saya paham bahwa ibukota negara ini memang memerlukan seorang pemimpin yang tegas dan punya niat semata ingin mengabdi. Â Seorang pemimpin yang ikhlas bersedia mewakafkan diri untuk rakyat.
Sudah berganti gubernur berkali kali sejak Indonesia merdeka, banyak perubahan yang terjadi. Tetapi  nampaknya perubahan fisik yang lebih mengila dibanding perubahan karakter dan kesejahteraan warga Jakarta. Sementara perumahan mewah bertebaran di seantero kota metropolitan namun jangan kaget bila dipinggiran kali dan dibawah kolong jembatan masih terpapar  warga yang memiliki  KTP Jakarta.
Tidak bisa dipungkiri selain banyak warga yang mendukung Ahok di lain pihak banyak pula warga yang secara terang terangan menolak keberlanjutan Ahok meneruskan pengabdian sebagai Gubernur Jakarta. Â Menurut pihak yang tidak setuju dengan Ahok adanya alasan logis bahwa pada pilkada sebelumnya yang mereka pilih Jokowi. Â Ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia maka Ahok adalah pengannti. Â Jadi keterpilihan Ahok sebenarnya mengikuti kepopuleran Jokowi ketika itu.
Ahok the right man bisa dilihat dari komitment tidak tersangkut tindak pidana korupsi. Â Walaupun sudah bolak balik di panggil KPK sebagai saksi pada masalah sumber waras dan reklamasi Ahok belum terbukti korupsi, artinya baju orange yang biasa disandangkan kepada tersangka belum menjadi milik Ahok. Â Nah dalam posisi the wrong palce itu kemana si right man ini akan di berikan tempat yang cocok sesuai kapasitas kinerja.
Dibuang Sayang
Pertimbangan The right man in Wrong place sebagai satu kaedah manajemen modern sangat tepat diterapkan untuk memilih seorang pemimpin di Jakarta. Tentu tak elok dalam memimpin satu kawasan yang sangat heterogen terjadi terlalu banyak reisitensi terhadap Ahok. Hal ini bisa terjadi seandainya ada pemaksaan dari pihak tertentu yang ingin tetap mendudukan lagi Ahok di posisi Gubernur Jakarta. Â
Penolakan terus menerus itu tentu akan menganggu Gubernur dalam menjalankan tugas. Â Alangkah baiknya seorang seperti Ahok di berikan kewenangan yang lebih cocok dimana dia bisa diterima dengan senang hati di komunitas tersebut. Yes dibuang sayang demikian ungkapan pantun dari orang melayu. Â Ahok asset nasional adalah suatu keniscayaan yang tidak terbantahkan.
Tanpa mendahulu pemikiran Pak Jokowi yang sudah paham benar dengan kinerja Ahok, mungkin posisi Menteri Pemberdayaan Aparatur  Negara sangat pas untuk Ahok.  Bisa juga posisi Menteri ESDM yang masih kosong di percayakan kepada Ahok sesuai dengan latar pendidikan seorang insinyur.  Nah seandainya pemikiran ini terwujud maka baru bertemu padanan kosa kata The right man in the right place.
Point yang ingin saya sampaikan disini adalah kedudukan  Pilkada Jakarta sebagai sarana pembelajaran demokrasi biarlah bergulir apa adanya sesuai peraturan perundangan.  Apapun keputusan warga Jakarta ketika mencoblos di kotak suara siapa yang tahu (kecuali mereka dan Tuhan).  Takdir akan mengajarkan kepada kita bahwa siapapun yang terpilih menjadi  Gubernur Jakarta 2017-2022 itulah pilihan rakyat.  Bukankah bisa dikatakan bahwa pilihan Tuhan Yang Maha Esa adalah juga pilihan rakyat. .
Salamsalaman
TD
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI