Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Abaikan Pesan Cak Lontong] Ini Dia Mudik 'ala Pedagang Pasar Induk

2 Juli 2016   16:37 Diperbarui: 2 Juli 2016   18:39 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan Cak Lontong beredar luas di sosial media terkait mudik.  Pelawak bonsor ini menyampaikan beberapa tips bagi warga yang akan pulang kampong. Laiknya pesan seorang yang acap membuat lelucon tentu saja pesan Cak Lontong menimbulkan rasa geli karena melawan logika awam.  Ambil saja contoh : "pastikan anda tidak berada di dalam  rumah ketika mengunci pintu,...." hahahaha

Semua orang juga paham Cak, tapi itulah style pelawak ini dalam melontarkan guyonan.  Satu pesan lagi yang masuk akal adalah terkait barang bawaan ketika mudik.  Cak Lontong berpesan : "jangan terlalu banyak membawa bekal karena merepotkan, jangan pula membawa  meja makan, lemari es bahkan piano" .  Walah Cak ,...siapa seh yang mau repot repot bawa perabotan rumah tangga, bawa badan sendiri dalam berjuang menembus kemacetan saja sudah menguras tenaga dan pikiran.

Namun pesan Cak Lontong nan acap di ulang ulang d televisi swasta itu ternyata dilanggar oleh pedagang buah dan sayur pasar induk Kramatjati Jakarta Timur.  "Emang ada larangan membawa kasur ke kampong halaman. Jadi suka suka kamilah, wong kasur itu di beli sendiri ngak minta ke orang lain apalagi hadiah dari  Cak Lontong".  Benar deh pedagang ini awak perhatikan sedang menaruh dan menata 2 tempat tidur besar di atas mobil bak. Tentu kasur busa itu baru karena masih terbungkus plastik

Pastilah banyak pertimbangan kenapa juga mau repot repot bawa bawaan yang super memakan tempat itu apalagi mobil bak itu juga akan ditumpangi kerabat se profesi.  Nah pertimbangan masuk akal lain, mungkin karena di desa tidak ada toko yang menjual kasur busa super empuk itu.  Alasan yang bisa di maklumi  mungkin memang sudah direncanakan sebelumnya berhubung ada permintaan dari saudara di desa yang memerlukan alas tidur yang nyaman.  Nah jadi bukan masalah harga tapi memberikan kesenangan dan kegembiraan kepada sanak saudara di kampong kenapa tidak.

mudik2-5777808845afbd9915dfd42e.jpg
mudik2-5777808845afbd9915dfd42e.jpg
Komunitas pedagang pasar induk itu kebanyakan adalah sopir dan pemilik mobil bak.  Jumlah mobil sejenis ini mencapai puluhan dimana setiap hari mengantarkan buah buahan dan sayur sayuran dari pasar induk kramat jati ke pasar pasar tradisional di seluruh penjuru kota jakarta.  Kini mobil bak itu didesain ulang atau lebih tepat di ubah menjadi mobil penumpang sebagai alat transportasi.  Tidak perlu beli karcis Kereta Api dan Bus, cukup pakai kendaraan pribadi. 

Maka di berilah mobil bak itu atap yang kokoh agar para penumpang orang sedesa bisa lebih nyaman duduk atau tidur di bak mobil itu.  Tidak kehujanan dan tidak pula kepanasan. Awak perhatikan mereka sibuk mengerja kan segala sesuatu mempersiapkan kendaraan "pribadi" karena perjalanan cukup jauh menumpuh kemacetan arus mudik bersama mobil bus,  mobil pribadi dan alat transportasi lainnya termasuk motor roda dua. 

Inilah peristiwa rutin berbau tradisional berskala nasional nan terjadi di akhir ramadhan.  Mudik nampaknya sudah menjadi kewajiaban.  Sebelas bulan sudah dirasakan cukup mengais rezeki, kini saatnya bergembira ria di desa.  Mudik adalah ritual budaya yang sepertinya sudah mengakar budaya di negeri ini.  Rasanya kalau tidak mudik ada sesuatu yang kurang.  Bisa jadi mudik itu ibarat menge chas baterai.  Artinya ada semangat yang didapat dari desa ketika  nantinya berjuang lagi di ibukota.

Jangan pula dikatakan para pemudik itu pamer kesuksesan, Tidak bukan seperti itu.  kalaupun ada hasil jerih payah awak pikir wajar dibawa ke desa agar bisa di nikmati bersama sanak keluarga.  Jadi kalau ada yang bilang pamer apa lagi yang mau di pamerkan, bisa ketemu silaturahim dengan keluarga besar apalagi dengan orang tua kandung untuk sungkem  sudah melebihi segalanya.

Mungkin lain halnya dengan pemudik dari manca negara.  Wajar karena pengahasilan TKW  bila di kurs ke rupiah tentu melebih gaji saudaranya se profesi yang bekerja di kota besar.  Tolong di maklumi kalau ada sedikit kecemburuan apabila di hari lebaran nanti berpapasan dengan pemudik dari luar negeri.  Boleh jadi tidak dimaksudkan sebagai kesombongan  ketika mereka berbusana yang agak beda (sedikit mewah).  Hal ini  tentu menimbulkan  pemikiran si pekerja dalam negri , "kapan saya bisa seperti dia."

Nah selamat mudik saudara saudaraku kedesa.  Hati hati di jalan, semoga selamat sampai di tujuan, Biarlah kami yang tidak punya kampong halaman bersama warga asli  betawi menunggu Jakarta, toh kalian tidak berlama lama di kampong halaman,  bukan ?  Macet jakarta sirna sejenak jalan protokol lengang, pyusat perbelanjaan sepi. . Bos dan majikan sementara menginap di hotel. Paling hanya tempat tempat hiburan seperti ragunan, taman mini dan ancol yang agak ramai di lebaran dan hari libur nasional.

Hanya saja kalau boleh pesan, nanti ketika kembali ke ibukota tolong jangan bawa lagi saudara kandung, sepupu, saudara misan atau tetangga.  Jakarta sudah penuh sesak.  Maaf ini hanya himbauan, tetapi kalau memaksa ya tidak dilarang karena Indonesia Raya memang  milik kita bersama.  Kalau  bisa saudara yang ikutan ke Jakarta hendaknya dia punya ketrampilan sehingga mudah endapat pekerjaan. Kalau tidak nantinya mereka  akan menambah jumlah pengangguran di kota megapolitan

Salamsalaman

TD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun