Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ngamen tapi Sopan

5 Mei 2016   22:54 Diperbarui: 5 Mei 2016   23:12 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Baiklah kalau memang begitu maumu" Rangga memutuskan tidak mau lagi berdebat dengan adiknya. " silahkan kerjakan apa yang kau suka, tapi ingat resiko menjadi tanggung jawabmu sendiri, jangan bawa nama keluarga Soeparto"

Rangga kini menjadi tumpuan keluarga setelah ayahnya wafat 3 tahun lalu.   Guna meneruskan hidup dan kehidupan bersama Ibu dan dua adik, Rangga membanting tulang .  bekerja sekuat tenaga dengan modal ijazah sma. 

Rangga bekerja serabutan.  Ya tenaga menjadi andalan, karena tamatan SMA mana bisa bekerja di kantoran.  Pasar Induk Kramatjadi menjadi tumpuan rezeki.  Rangga tidak peduli yang penting pekerjaan halal walaupun harus mengeluarkan keringat ketika memanggul sayur dan buah buahan.

Memanggul barang dari dalam pasar menuju jalan raya.  Pedagang berjalan disamping Rangga bergegas kjaren arangga jalannya sungguh sangat cepat.  Tiba di pingggir jalan sudah menunggu beberapa angkot. Pedagang menunjuk salah satu angkot merah, ranggka memindahka beban dari pundak ke dalam angkot kosong. 6000 perak .

Rangga berlari lagi ke pasar dalam.  Dia harus mendapatkan minimal 100.000 sehari agar bisa bertahan hidup bersama ibu dan adiknya. Hidup di jakarta di rumah kontrakan sempit memang jauh dari kenyamanan.  Untunglah ibunya bisa mendapatkan uang dari upah mengupas bawang merah sehingga paling tidak mereka masih bisa makan 2 kali .

Ragil dan Roro masih sekolah. Biaya sekolah memang gratis namun untuk berangkat menuju sekolah tentu di perlukan biaya.  Pemerintah tangung tanggung memberi bantuan pendidikan untuk warga. tetap saja orang tua harus keluarkan biaya ntuk baju seragam, sepatu dan juga biaya biaya lain. Ragil baru selesai ujian  SMP , roro masih duduk di kelas 5 SD.

Ragil tidak mau melanjutkan ke SMA.  Dia tahu dari keluarga dengan ekonomi pas pasan dari mana lagi dapat uang.  Ragil berklata kepada ibunya mau bekerja saja. "Bu saya mau bekerja"  Sang ibu memandang wajah putranya dengan sendu, tidak ada satu katapun yang keluar, hanya tettesan air mata  menggenang di pipi.

Dari sudut rumah konrakan Rangga memperhatikan dialog anak dan ibu.  rtangga mengepal kepalan, dia kesal kepda diri sendiri, kenapa tidak bisa mensejahtaerakan keluarga..  Sebenarnya dia ingin dua adiknya tetap sekolah, namun terlalu banyak kendala terutama soal ekonomi keluarga.

"Ragil kamu mau kerja apa dek ?" Rangga menatap mata Ragil dalam ketegaran wajah sempurna. Dia tidak mau menunjukkan kesedihan dalam suasana apapun. Dia tidak ingin Ibunya semakin sedih. "kak , aku mau ngamen saja"

" baiklah, tapi kau harus sopan di angkot, jangan maksa penumpang"  Ragil mengangguk.  "kakak ingatkan jangan kau ikuti anak anak Punk itu yang men tatoo seluruh tubuh"

Salamsalaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun