Jargon Kesehatan
Kesehatan bukan segalanya namun tanpa kesehatan semuanya menjadi tidak berarti. Itulah jargon yang selalu di dengung dengungkan komunitas institusi kesehatan sedunia terkait pentingnya arti kesehatan bagi manusia. Makna yang terkandung dalam jargon itu menempatkan peran kesehatan tubuh manusia sebagai sesuatu yang maha penting walaupun terkadang pemeliharaan kesehatan diabaikan oleh si empunya tubuh. Pengabaian masalah kesehatan pribadi atau komunitas berbanding lurus dengan tingkat ilmu pengetahuan warga dan tingkat pendidikan serta lingkungan keluarga.
Keluarga yang peduli terhadap masalah kesehatan sejak dini telah mengajarkan kepada anak anak agar melakukan sesuatu berdasarkan perilaku hidup bersih. Contoh sederhana yang bisa ditanamkan kepada anak anak adalah bagaimana cara mencuci tangan yang benar. Diberikan contoh pula kapan harus mencuci tangan dengan pemahaman bahwa segala penyakit itu hampir dipastikan datangnya lewat mulut. Lain halnya anak anak yang hidup dalam lingkungan yang tidak peduli kesehatan. Lingkungan pemukiman kotor dan banyaknya perokok di komunitas itu akan menjadi contoh kurang baik bagi perkembangan kesehatan generasi muda.
Coba saja bagaimana rasanya ketika anda terserang penyakit. Serta merta seluruh aktifitas sehari hari terganggu bahkan terhenti. Anda terbaring lemah di ruang perawatan rumah sakit. Rasa penyesalan membahana dalam hati dan pikiran kenapa selama ini mengabaikan kesehatan diri sendiri. Bukan karena sibuk sibuk benar namun justru gaya hidup tidak sehatlah yang menjadi peneyebab utama seseorang jatuh sakit. Pecandu rokok, jarang olahraga dan mengkomsumsi makanan yang tidak seimbang seperti anjuran 4 msehat 5 sempurna menjadi kumpulan sumber datangnya oenyakit. (kumulatif) Tak pelak akhirnya tubuh anda protes dengan tanda dini kepala pusing, jantung berdebar dan badan panas demam tinggi disertai perasaan tubuh lemah tak berdaya.
Contoh faktual dimana kualitas kesehatan itu sangat penting dipelihara terlihat pada orang sakit gigi. Perhatikan saja seseorang yang menderita sakit gigi akut. Bukan saja gigi yang sakit bahkan emosi nya pun itu terungkit. Semua menjadi salah bagi si sakit. Marah marah tidak menentu, keluarga terdekat terutama istri atau suami ikutan tersemprot gegara gigi berlobang sakit menyelekit. Dokter gigi pun harus super sabar menghadapi pasien yang setengah panik melalui jurus jurus jitu berupa pemberian obat penghilang sakit terampuh sebagai tindakan pertama dan paling utama.
Jangan Sakit
Itu baru sakit gigi, akan lebih seru dan seram lagi apabila terserangn penyakit kronis. Penyakit yang menyerang itu berbahaya bagi keselamatan jiwa, bisa jadi si empunya badan resah dan gelisah takut penyakitnya tidak sembuh sembuh. Lebih fatal lagi rasa takut itu semakin menghantui karena berpikiran akan berakibat fatal yaitu kematian. Nah disinilah baru terbukti dan mau tidak mau diakui bahwa memang kesehatan bukan segalanya namun tanpa kesehatan semuanya menjadi tidak berarti.
Ketika jatuh sakit, apa artinya harta yang berjibun, apa artinya rumah yang mewah, apa artinya istrinya yang cantik apabila semua itu tidak bisa dinikmati. Lihat saja para milyarder yang tak bisa menikmati makanan super lezat sedunia karena dilarang dokter. Bukan sembarangan melarang mengkonsumsi makanan ternikmat itu, dokter hanya berpesan apabila anda sayang dengan tubuh agar tidak digerogoti oleh penyakit sejenis diabetes melitus maka silahkan saja sikat makanan ber cholesterol tinggi dengan menanggung segala akibatnya.
Tentu saja bagi kaum dhufa komunitas marjinal sakit sudah menjadi makanan sehari hari. Bukan makanan yang disuap demi suap untuk memenuhi perut namun sakit sudah sangat bersahabat dengan orang miskin. Semua berawal dari minimnya asupan kandungan gizi yang di konsumsi dalam artian tidak memenuhi sandard layak untuk seorang manusia. Ya , syukur syukur kaum marjinal ini bisa survive berhubung memperoleh kekebalan tubuh secara alami ketika mereka menderita satu demi satu penyakit yang menghampiri tubuh. Justru kegagalan mengatasi masalah ekonomi yang merupakan janggung jawab pemerintah lah yang menjadi pemasok utama sehingga orang miskin tetap berada dalam kepapaan. jauh dari kualitas hidup sehat.
Selain upaya progressif pelayanan kesehatan, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Faktor itu adalah perilaku masyarakat, lingkungan pemukiman dan faktor keturunan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia hanya bisa mengelola manajemen upaya pelayanan kesehatan, sedangkan masalah perilaku lingkungan apalagi keturunan merupakan domain dari Kementrian lain, Pemerintah Daerah atau urusan warga berangkutan. Taruhlah nanti apabila Revolusi Mental benar benar akan di galakkan oleh Menko Kesra, bisa kita berharap pola gaya hidup sehat bisa dijadikan salah satu program unggulan.