Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Azka Memerdekakan Burung dari Sangkar Sempit

2 November 2015   08:42 Diperbarui: 2 November 2015   11:38 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"biarlah burung itu lepas terbang merdeka Azka"  demikian ujar ayahnada Azka ketika melihat  putra sulungnya sedang memegang sangkar burung.  Seekor burung pipit dalam sangkar kecil baru saja dibeli Azka.  Kebetulan tukang jual burung lewat rumah membawa beberapa jenis ekor burung  dan jenis satwa kecil lainnya. Azka membeli seekor saja.

" Azka mau kasih makan burung ayah,  jangan dilepas nanti dia tidak bisa cari makan, kasihan, kan dia masih anak kecil "  Azka menjawab sembari mengelus ngelus sang burung.

"Burung itu lebih senang dialam bebas, dia bisa cari akan sendiri" Ayah terus membujuk Azka

Datuk ikutan memberi fatwa " Azka kasihan burung pipit , dia punya sayap tapi dikurungan dia tidak bisa terbang dan lagi kalau bebas si burung bisa bertemu dengan ayah ibunya"

Azka mulai menerima alasan Ayah dan Datuk

Si nenek menambahi : " kalau ayam kecil boleh Azka pelihara, tapi jangan lupa dikasih makan ya"

"tapi ayam kan di kurung juga nek"

Azka mulai menggunakan logika anak kecil 4 tahun

si nenek tak habis alasan " ayam azka yang kecil itu sesekali boleh dikeluarkan dari kandangnya, dia tidak akan lari, nanti setelah besar kita buatkan kandang yang lebih gede"

Azka mulai menegerti alasan alasan nenek.

Ya besok pagi hari sabtu, burung itu kita lepaskan, malam ini biarlah dia terkurung sebentar. Ayah Azka menutup pembicaraan 3 generasi malam itu. 

Ya Azka dan adiknya Zafran dua bulan terakhir ini menginap di rumah nenek dan datuk di kawasan kampong dukuh Jakarta Timur. Pasalnya kakung dan nenek uti sedang menunaikan ibadah haji sehingga rumah di cibubur sementara dikosongkan. Azka sangat menikmati kehidupan di rumah kampong dukuh.  Sesekali Azka naik odong odong mengelilingi kampung ketika sore menjelang senja.

Azka juga memperhatikan setiap yang lewat didepan rumah.  Semua tukang jualan makanan dan jualan mainan dia hapal.  Tukang roti jadi langganan demikian pula dengan tukang jualan khewan kecil. Azka sudah membeli 4 ekor ayam kecil.  Kakek Yanto menghadiahkan satu sangkar ayam besar untuk memelihara ke - 4 ayam tersebut.

Om Arief di minta Azka menuliskan nama nama ayam dan kemudian di tempel di sangkar.  Ada ada saja ide anak kecil ini.  Ayam itu di beri nama popo, kipo, kupo dan pupi. Setiap hari anak ayam diberi makan dan minum serta sesekali dikeluarkan dari sangkar. Bunyi cericit ayam kecil menambah meriahnya suasana rumah.

Sabtu pagi di hari libur, sesuai janji Azka akan melepas burung kesayangannya. Kami keluar rumah, dibawah pepohonan rindang Azka mulai mengeluarkan si burung dari sangkar sempit. Sementara di atas pohon dipagi nan cerah itu terdengar burung burung lain berterbangan, seolah menunggu prosesi kemerdekaan saudaranya dari sangkar.  

Setelah mempersiapkan segalanya, maka hupp,...Azka melemparkan burung pipit ke atas. Segera saja sang burung terbang menggeleparkan kedua sayap.  Burung itu telah lepas merdeka.  Dia terbang sejenak mengelilingi halaman rumah sebelum hinggap di ranting pepohonan.

Burung itu beum juga mau terbang ketempat lain, nampaknya dia memperhatikan Azka sebagai ucapan terima kasih.  " terima kasih teman, dikau telah memerdekakan diriku" semoga kita masih bisa terus bertemu. aku akan terus bermain di sekitar sini dengan teman temanku"

Seolah mengerti apa yang di utarakan burung, Azka melambaikan tangan.  Disaksikan Ayah, datuk, nenek dan Ibu serta Zafran, hari ini kita saksikan satu pembelajaran kepada generasi penerus, bahwa memang burung itu lebih baik lepas merdeka dialamnya.  jangan sampai burung itu terkungkung dalam sangkar sempit.  Apabila hal ini  masih  terjadi maka  inilah satu pelanggaran  hak azazi khewani.

Awak teringat  pesan ayahanda Haji Dahlan ketika kami masih kecil kecil di dusun Tempino Jambi.  Kakanda Syahrir atau Uda Buyung memelihara beberapa ekor burung perkutut.  Bapak demikian kami memanggil Ayahanda menganjurkan kepada putra tertua, silahkan saja memelihara burung, tetapi angkau harus membuat kandang atau sangkar burung itu seluas kebon kita ini.  Kalau-Mau-Pelihara-Burung-Buatkan-Sangkarnya-Seluas-Kebun

Apa makna pesan Bapak ?  Ternyata Bapak menganjurkan agar burung burung peleiharaan itu di lepaskan saja.  Masa bisa kita membuar sangkar burung seluas kebon kami yang panjangnya 4000 meter dan lebarnya 2000 meter.

Salamsalaman

TD

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun