Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

BPJS Haram, Pilih Sakit atau...?

30 Juli 2015   10:10 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:16 7649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

  
BPJS Kesehatan  

Health not everything but without health everything is nothing (Kesehatan bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti). Jargon kesehatan ini bukan milik orang kaya saja, tetapi bagi orang tak berpunya jargon ini tetap relevan. Apalah artinya kekayaan segunung emas seandainya kesehatan terganggu. Apalah artinya istri nan cantik apabila kesehatan tak ada pada tubuh. Ketika jatuh sakit semua harta kekayaan tidak bisa dinikmati. Bahkan prosesi ibadah pun menjadi terganggu ketika jatuh sakit.

Harta itu hanya bisa dipandang dari jauh. Menikmati kuliner pun tak berselera karena lidah terasa pahit. Semua kegiatan terhenti, tubuh tergolek lemas di pembaringan. Kenikmatan kesehatan itu baru terasa ketika melihat orang lain berjalan riang gembira, ketika melihat saudara lahap menikmati sajian hidangan di meja makan. Sementara si sakit hanya menyesali dirinya kenapa tidak menjaga kesehatan di masa lalu.   Penyesalan selalu datang belakangan, padahal Ibu Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan jajarannya acap sekali berujar: “pencegahan lebih baik dari pengobatan”.

Orang kaya dan orang miskin sama saja perilakunya ketika penyakit menggerogoti tubuh. Semua orang secara psikologis menjadi takut, cemas, dan gemas kuatir penyakit yang diderita akan berlarut-larut menjadi kronis. Satu hal lagi yang persis sama antara si kaya dan si miskin, si tua dan muda, lelaki atau perempuan adalah munculnya perasaan takut ketika mengingat penyakit berujung pada sesuatu yang tak dikehendaki seperti cacat atau berakhirnya kehidupan di dunia.

Rasa kuatir itu bertambah-tambah lagi ketika tagihan biaya pengobatan semakin melonjak. Orang kaya bolehlah berbangga punya dana tak terhingga untuk mengongkosi pengobatan bahkan sampai ke luar negeri. Orang miskin pun kini di negeri ini boleh juga berlega hati karena Pemerintah Republik Indonesia sejak beberapa tahun lalu telah menugaskan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meng-cover permasalahan pembiayaan pengobatan bagi orang tak berpunya.

BPJS Membantu Orang Miskin

Manajemen BPJS Kesehatan memang belum begitu sempurna, bisa dimaklumi karena masih dalam tahapan permulaan aksi. Namun di luar itu semua, paling tidak kehadiran BPJS telah menurunkan angka penolakan pasien (miskin) di rumah sakit secara kualitatif karena tidak ada lagi persyaratan uang muka. Uang muka perawatan itulah yang tadinya menjadi momok bagi kaum dhuafa. Mereka dahulu sering ditolak karena tidak memiliki jaminan uang pengobatan, akibatnya nyawa meregang di jalan.

Kehadiran BPJS sejujurnya menghilangkan kendala berobat bagi orang miskin. Apabila tadinya pemerintah hanya meng-cover PNS dan TNI/Polri serta Pensiunan dalam jaringan pelayanan asuransi kesehatan maka kini BPJS memperluas pelayanan kepada khalayak ramai. Secara filosofis asuransi itu akan semakin kuat pendanaanya ketika jumlah peserta asuransi semakin banyak. Logika ini mengalir dari pemikiran bahwa angka kesakitan (morbiditas) hanya berkisar antara 7-9%. Artinya sifat gotong-royong yang sehat (90%) membiayai saudaranya yang jatuh sakit. Jadi masalah pendanaan bukan menjadi kendala bagi BPJS Kesehatan selama seluruh peserta disiplin membayar iuran bulanan.

Berdasarkan data yang dikutip dari web BPJS saat ini telah terdaftar 130 juta peserta Asuransi Kesehatan Pemerintah (askes). Jumlah kepersertaan ini menunjukkan peningkatan signifikan seiring dengan gencarnya sosialisasi BPJS kepada masyarakat. Selain itu promosi dari mulut ke mulut di antara rakyat terjadi ketika mereka merasakan betapa mudahnya mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau puskesmas ketika sudah terdaftar menjadi anggota BPJS. Kata pelayanan kesehatan gratis bergaung di mana-mana, orang tak berpunya kini merasa diperhatikan pemerintah terlepas apakah dia dirawat di kelas 3, yang penting cuma-cuma.

Data empiris dari mulut ke mulut itulah yang menggiring para pihak swasta mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS. Apakah dia pedagang pasar induk, entah dia sopir, entah dia buruh, satpam, entah dia dari kalangan swasta entah dia pengangguran semua kini berlomba menjadi peserta BPJS. Permasalahan pelik gangguan kesehatan bisa diatasi dengan hanya membayar iuran bulan sebatas kemampuan. Tidak diperlukan lagi dana jutaan rupiah untuk membayar pengobatan karena semua sudah dijamin oleh BPJS. Sekali lagi filosofi asuransi itu berlaku di sini, semakin banyak peserta maka semakin kuat bangsa Indonesia bertubuh sehat yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun