Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kota Cerdas Minus Blue Book Bappenas

29 April 2015   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430312769652542727

[caption id="attachment_363523" align="aligncenter" width="462" caption=" "][/caption]

Pintar dan cerdas katanya beda. Tidak semua orang pintar itu  cerdas namun semua orang cerdas dapat dipastikan sedikit agak pintar. Kecerdasan adalah milik makhluk sempurna yang bernama manusia sedangkan untuk makhluk berkaki empat kecerdasan bisa di terjemahkan dengan instink.

Ketika cerdas disandingkan dengan makhluk tanpa ruh maka perlu dilakukan penelusuran referensi ilmiah.  Penelusuran ilmiah itu tentunya dimaksudkan untuk mengalihkan kosa kata kecerdasan kepada benda mati.

Benda benda mati itulah yang akan diberi kecerdasan. Kota misalnya adalah benda mati.  Artinya kota tidak akan berdaya tanpa ada perlakuan manusia. Manusia itu sudah pasti sekelompok  orang yang secara hukum diberi kewenangan untuk menyentuh kota menjadi “benda hidup” .  Nah sekarang semakin jelas ketika ada istilah “kota mati” yaitu suatu pemukiman nan suram ditinggalkan warga karena tidak memberikan manfaat kehidupan.

Baiklah. Kota Cerdas versi Kompas perlu juga di apresiasi sebagai salah satu bentuk kepedulian Group Media Terbesar di Indonesia.  Inilah hasrat kepedulian kepada sebagian kecil kota kota di Indonesia yang nampaknya berjalan sendiri tanpa ada “niat” merangkul pemerintah pusat untuk lebih   menggelegarkan ide super kreatif Kompas Group.

Tidak lain maksud dan tujuan mencerdaskan kota  itu memiliki latar belakang bahwa  lebih dari 50 persen penduduk dunia saat ini hidup di perkotaan. Pada 2050 diperkirakan sekitar 9,6 miliar jiwa hidup di perkotaan. Permasalahan perkotaan semakin banyak dan beragam. Permasalahan ini memunculkan tantangan bagaimana cara mengelola kota dengan cerdas.

Mencerdaskan Kota tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kompas Group.  Oleh karena itu perlu dirangkul kaum intelektual sekelas Institut Teknologi Bandung ( ITB ).  Sinerji dua nama besar ini dibungkus dalam bentuk penentuan nilai standard evaluasi yang dilakukan secara ilmiah terhadap kota. Tujuan akhir kerjasama adalah untuk  melakukan pemeringkatan kota dalam melakukan inisiasi atau implementasi Smart City.

Pada awalnya smart city sebagai nama beken kota cerdas dipahami khalayak sebagai kota modern.  Kota yang dihuni oleh sebagian besar warga berpendidikan minimal alumni sekolah menegah atas.  Seperti kota Singapore yang memiliki data seluruh warga pernah mengeyam pendidikan di perguruan tinggi.  Namun smart city versi kompas ternyata tidak hanya berkutat pada kota modern dan kota intelek, disini ditetapkan bahwa smart city itu mempunyai kriteria yang lebih komprehensif.

Pasca reformasi diterbitkan keputusan pemerintah tentang otonomi daerah.  Penyerahan kewenangan kepada daerah untuk membangun kota secara mandiri telah  memberikan geliat dan gairah para Kepala Daerah. Bupati dan Walikota berlomba lomba memajukan daerah berdasarkan potensi sumberdaya alam.  Banyak yang berhasil dan banyak pula kRaja  Raja Kecil itu  yang terperosok  masalah hukum karena kebablasan dalam menterjemahkan makna sejati  otonomi.

Berangkat dari pemikiran  belum adanya role model kota cerdas di Indonesia dan evaluasi yang masih dirasakan minim maka  dirancang Indek Kota Cerdas Indonesia (IKCI) .  Methode ilmiah yang dicanangkan  Kompas dan ITB  untuk menilai peringkat 93 kota cerdas di Indonesia.  Diharapkan IKCI  mampu memberikan jawaban objektif terkait  permasalahan kota   Seperti  dimaklumi masalah utama  perkotaan akibat arus urbanisasi .  Disamping itu solusi smart city yang semakin berkembang diberbagai belahan dunia terutama Eropa dan Amerika, diikuti Asia .  Globalisasi adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa tidak merebak ke  Indonesia dimana  kota-kota mulai melakukan pengembangan menuju  smart city .

Kriteria yang bisa dinilai bahwa satu kota bisa dikategorikan sebagai kota cerdas menyangkut 6 aspek. Ekonomi, Sosial, Lingkungan sebagai acuan penilaian utama sedangkan faktor pendukung disebutkan keberadaan kota  yang telah menggunakan Teknologi Informasi  dan Komunikasi, menerapkan Tata Kota dan memiliki Sumber Daya Manusia berkualitas.

Penilaian berdasarkan IKCI  akan dilakukan di beberapa kota sebagai sampel dari sekian banyak kota di Indonesia.  Penilaian akan berakhir pada bulan Agustus 2015, Diharapkan penilaian ini sebagai satu pengakuan ilmiah mana mana kota yang di patut dan pantas nobatkan sebagai smart city.

Mungkin setelah ide kreatif Kompas dan ITB memberikan hasil optimal dalam menetapkan peringkat kota cerdas ada “campur tangan:”  Pemerintah Jokowi.  Paling tidak Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional memasukkan rancangan smart city kedalam Blue Book Bappenas.  Dengan demikian apabila Pemerintah mengambil alih kecerdasan Kompas dan ITB dalam mencerdaskan kota maka  dukungan dana akan mengalir dengan sendirinya.

Salam salaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun