[caption id="attachment_363523" align="aligncenter" width="462" caption=" "][/caption]
Pintar dan cerdas katanya beda. Tidak semua orang pintar itu cerdas namun semua orang cerdas dapat dipastikan sedikit agak pintar. Kecerdasan adalah milik makhluk sempurna yang bernama manusia sedangkan untuk makhluk berkaki empat kecerdasan bisa di terjemahkan dengan instink.
Ketika cerdas disandingkan dengan makhluk tanpa ruh maka perlu dilakukan penelusuran referensi ilmiah. Penelusuran ilmiah itu tentunya dimaksudkan untuk mengalihkan kosa kata kecerdasan kepada benda mati.
Benda benda mati itulah yang akan diberi kecerdasan. Kota misalnya adalah benda mati. Artinya kota tidak akan berdaya tanpa ada perlakuan manusia. Manusia itu sudah pasti sekelompok orang yang secara hukum diberi kewenangan untuk menyentuh kota menjadi “benda hidup” . Nah sekarang semakin jelas ketika ada istilah “kota mati” yaitu suatu pemukiman nan suram ditinggalkan warga karena tidak memberikan manfaat kehidupan.
Baiklah. Kota Cerdas versi Kompas perlu juga di apresiasi sebagai salah satu bentuk kepedulian Group Media Terbesar di Indonesia. Inilah hasrat kepedulian kepada sebagian kecil kota kota di Indonesia yang nampaknya berjalan sendiri tanpa ada “niat” merangkul pemerintah pusat untuk lebih menggelegarkan ide super kreatif Kompas Group.
Tidak lain maksud dan tujuan mencerdaskan kota itu memiliki latar belakang bahwa lebih dari 50 persen penduduk dunia saat ini hidup di perkotaan. Pada 2050 diperkirakan sekitar 9,6 miliar jiwa hidup di perkotaan. Permasalahan perkotaan semakin banyak dan beragam. Permasalahan ini memunculkan tantangan bagaimana cara mengelola kota dengan cerdas.
Mencerdaskan Kota tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kompas Group. Oleh karena itu perlu dirangkul kaum intelektual sekelas Institut Teknologi Bandung ( ITB ). Sinerji dua nama besar ini dibungkus dalam bentuk penentuan nilai standard evaluasi yang dilakukan secara ilmiah terhadap kota. Tujuan akhir kerjasama adalah untuk melakukan pemeringkatan kota dalam melakukan inisiasi atau implementasi Smart City.
Pada awalnya smart city sebagai nama beken kota cerdas dipahami khalayak sebagai kota modern. Kota yang dihuni oleh sebagian besar warga berpendidikan minimal alumni sekolah menegah atas. Seperti kota Singapore yang memiliki data seluruh warga pernah mengeyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun smart city versi kompas ternyata tidak hanya berkutat pada kota modern dan kota intelek, disini ditetapkan bahwa smart city itu mempunyai kriteria yang lebih komprehensif.
Pasca reformasi diterbitkan keputusan pemerintah tentang otonomi daerah. Penyerahan kewenangan kepada daerah untuk membangun kota secara mandiri telah memberikan geliat dan gairah para Kepala Daerah. Bupati dan Walikota berlomba lomba memajukan daerah berdasarkan potensi sumberdaya alam. Banyak yang berhasil dan banyak pula kRaja Raja Kecil itu yang terperosok masalah hukum karena kebablasan dalam menterjemahkan makna sejati otonomi.
Berangkat dari pemikiran belum adanya role model kota cerdas di Indonesia dan evaluasi yang masih dirasakan minim maka dirancang Indek Kota Cerdas Indonesia (IKCI) . Methode ilmiah yang dicanangkan Kompas dan ITB untuk menilai peringkat 93 kota cerdas di Indonesia. Diharapkan IKCI mampu memberikan jawaban objektif terkait permasalahan kota Seperti dimaklumi masalah utama perkotaan akibat arus urbanisasi . Disamping itu solusi smart city yang semakin berkembang diberbagai belahan dunia terutama Eropa dan Amerika, diikuti Asia . Globalisasi adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa tidak merebak ke Indonesia dimana kota-kota mulai melakukan pengembangan menuju smart city .
Kriteria yang bisa dinilai bahwa satu kota bisa dikategorikan sebagai kota cerdas menyangkut 6 aspek. Ekonomi, Sosial, Lingkungan sebagai acuan penilaian utama sedangkan faktor pendukung disebutkan keberadaan kota yang telah menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, menerapkan Tata Kota dan memiliki Sumber Daya Manusia berkualitas.
Penilaian berdasarkan IKCI akan dilakukan di beberapa kota sebagai sampel dari sekian banyak kota di Indonesia. Penilaian akan berakhir pada bulan Agustus 2015, Diharapkan penilaian ini sebagai satu pengakuan ilmiah mana mana kota yang di patut dan pantas nobatkan sebagai smart city.
Mungkin setelah ide kreatif Kompas dan ITB memberikan hasil optimal dalam menetapkan peringkat kota cerdas ada “campur tangan:” Pemerintah Jokowi. Paling tidak Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional memasukkan rancangan smart city kedalam Blue Book Bappenas. Dengan demikian apabila Pemerintah mengambil alih kecerdasan Kompas dan ITB dalam mencerdaskan kota maka dukungan dana akan mengalir dengan sendirinya.
Salam salaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H