Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Migrasi Besar-besaran Penumpang Angkot

9 Maret 2015   16:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_354830" align="aligncenter" width="512" caption="Kosong Tak Berpenumpang (dok TD)"][/caption]

Angkot kosong tak bernumpang. Padahal masih pagi hari ketika warga sibuk berangkat kerja. Para penumpang angkot telah migrasi ke sepeda motor. Kalaupun ada penumpang angkot itu pun hanya berisi nenek dan kakek. Sejak beberapa tahun terakhir ini warga Jakarta lebih memilih mengendarai motor sendiri. Di samping harga kendaraan roda itu terjangkau dan bisa dicicil, menggunakan motor katanya lebih irit.

Fakta, telah terjadi revolusi transportasi di kota-kota besar Indonesia. Mengendarai motor diyakini lebih cepat mencapai tempat tujuan atau tempat kerja. Berkendara motor bisa menghindari macet yang semakin menjadi-jadi. Bentuknya ramping tidak seperti kendaraan roda 4 merupakan satu keunggulan sehingga motor mampu melesat di sela-sela kemacetan.

Pemotor saat ini bukan saja kaum lelaki. Wanita muda dan dewasa sudah berani menembus jalan raya Jakarta. Kaum wanita ini seolah tidak mau kalah dalam melawan kemacetan, mereka terpaksa meninggalkan transportasi umum agar bisa mencapai tempat kerja lebih cepat. Nah kini siapa yang masih bertahan menggunakan jasa angkutan kota atau yang sering disebut Angkot.  Tinggallah nenek-nenek dan kakek-kakek yang tidak mungkin lagi menggunakan motor.

Para sopir angkot dan bus kota mengeluh karena penumpang mereka telah lari bahkan hilang. Angkot bersilewaran mencari penumpang di pinggir jalan namun penumpang itu semakin sedikit. Sudah menjadi pemandangan biasa angkot itu hanya berisi satu atau dua penumpang. Setoran ke majikan tidak berubah dan sopir semakin stress mencari nafkah karena mereka sudah kehilangan rezeki yang selama ini melimpah.

Perpindahan besar-besaran warga ke moda transportasi motor tidak bisa dihalangi. Warga ingin lebih cepat. Walaupun Pemda DKI Jakarta telah menyediakan TransJakarta, nampaknya program mengurangi kemacetan itu tidak begitu menarik warga Jakarta. Apalagi musibah demi musibah terjadi pada TransJakarta, apakah karena mogok di jalan, atau bahkan sering terbakar serta waktu tunggu yang begitu lama.  Tentu saja permasalahan ini merupakan persoalan besar yang harus diatasi Bapak Gubernur Ahok.

Fenomena pilihan transportasi tidak terduga dan pergeseran budaya terjadi sangat cepat. Entah apa jadinya 3 tahun ke depan, bisa jadi Ibu Kota akan dikepung oleh jutaan kendaraan roda dua. Macet akan semakin ruwet. Panjang motor-motor apabila dideretkan dalam 5 saf selebar jalan raya akan melebihi jumlah kilometer jalan di kota di seluruh Jakarta. Artinya apa, ketika warga memasuki jalan apakah dia memakai mobil pribadi, sepeda motor, TransJakarta atau angkot maka semua kendaraan itu tidak bisa bergerak.

[caption id="attachment_354831" align="aligncenter" width="512" caption="Dikepung Motor (dok TD)"]

14258925291623524206
14258925291623524206
[/caption]

Saatnya Om Ahok memikirkan kembali jalan keluar masalah transportasi Jakarta. Pertambahan jumlah motor per hari sekitar 3.000 buah, sementara pertambahan ruas jalan hanya sebatas tenggorokan. Stop marah-marah, ayo Bung fokus bekerja membenahi transportasi Jakarta. Berikan rasa nyaman dan aman warga dalam menggunakan transportasi umum. Untuk itulah Anda diberi wewenang mengatur segalanya dalam jabatan orang nomer satu di Ibu Kota. Jangan sia-siakan kepercayaan kami.

Salam salaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun