Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak Ada "Suara Tuhan" di Pilpres 2014

14 Juli 2014   22:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh naif ketika seseorang berani beraninya meng atas-nama kan suara rakyat sebagai suara Tuhan di ajang Pilpres 2014. Mengapa demikian ? Suara rakyat baru bisa dinamakan suara Tuhan ketika mayoritas rakyat menuntut pergantian Presiden secara inkonstitusional. Artinya 99 % rakyat menghendaki Presiden mundur dari jabatan pemimpin nasional.

Namun ketika suara rakyat terbelah menjadi dua, sama rata 50 berbanding 50 seperti yang terjadi pada Pilpres 2014, maka tidak ada suara Tuhan disini. Namun herannya koq masih ada salah satu pihak peserta pilpres yang mengklaim suara kelompoknya sebagai suara Tuhan. Klaim sepihak ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar, lantas pihak lain (yaitu lawannya) di sebut sebagai suara siapa selain suara Tuhan.

Sungguh ajaib pola pikir seperti ini, mengatakan separuh rakyat bukan suara Tuhan, padahal kelompok ini terdiri dari warga negara baik, bahkan dari kelompok para ulama dan cendikiawan dan rakyat biasa. Inilah pola sikap aneh salah satu pihak yang tidak sabar lagi menunggu keputusan KPU 22Juli 2014. Mereka gagal paham tentang makna sebenarnya dari Suara Tuhan.

Bisa jadi aura suara Tuhan yang digadang gadangkan itu maka timbul gagal piker dan gagal tindak. Akibat pernyataan super "pede" itu Jokowi sebagai salah satu capres serta merta meng deklarasi kan kemenangan di tugu Proklamasi, Padahal Bapak SBY sebagai Presiden RI de facto dan de jure telah mengingatkan agar para kandidiat menahan diri sampai dikeluarkannya perhitungan resmi KPU pada tanggal 22 Juli 2014.

Sementara disadari atau tidak pemicu deklarasi klaim kemenangan itu bernama Quick Count.Perhitungan cepat modern telah menimbulkan masalah besar di pilpres 2014. Terlepas dari benar atau salah dalam perhitungan cepat masing masing Lembaga Survey, satu hal yang patut disayangkan keluarnya pernyataan arogan Buhanuddin Muhtadi. Menghakimi (jugde) KPU salah apabila hasil perhitungan Lembaga Resmi Negara ini berbeda dengan hasil perhitungan Lembaga Survey nya sungguh sangat keterlaluan alais kebabalasan ditinjau dari segala aspek Ideologi, Politik, Sosial Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan kemananan (Ipoleksosbudhankam).

Mari bersabar, biarkan KPU dan jajarannya bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Kita kawal pekerjaan KPU, apapun hasilnya pasti akanmenentukan nasib bangsa 5 tahun kedepan. Pasangan Capres yang dinyatakan KPU memperoleh suara terbanyak dari hasil perhitungan manual adalah kandidat yang secara resmi dinyatakan sebagai pasangan yang berhak dilantik menjadi Presiden dan Wakil RI 2014-2019.

Oleh karena itu suara Tuhan pun tidak akan hadir di hasil perhitungan manual. mengingat terdapat hampir separuh rakyat yang tidak mendukung presiden terpilih. Tugas Presiden baru untuk merangkul semua rakyat dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika dalam koridor Pancasila dan UUD 45. Nantilah apabila Presiden terpilih gagal melaksanakan tugas memakmurkan rakyat, mari kita bersama seluruh rakyat Indonesia bersatu menjadikan suara rakyat sebagaisuara Tuhan untuk melengserkan sang pengusa dzhalim tersebut.

Salam Indonesia Raya



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun