Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untung Masih Ada Buya Syafi'i Maarif

29 Januari 2015   18:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422504641358946704

[caption id="attachment_348532" align="aligncenter" width="587" caption="Jokowi  sowan di kediaman Buya Syafii Maarif ketika pencalonan Presiden (sumber liputan6.com)"][/caption]

Minus Tokoh Masyarakat

Terlalu sedikit orang jahat di negri ini, namun tidak kurang pula jumlah orang baik.Orang jahat memberikan pengaruh negative baik bagi dirinya maupun bagi keluarga, lingkungan bahkan rakyat yang berada di dalam wewenang kekuasaan. Sebaliknya orang rang baik, paling tidak dia bertanggung jawabterhadap kesejahteraan untuk keluarga.Jadi orang jahat dan orang baik bisa di kelompokkan dalam level desa sampai ke level nasional.

Orang super baik tingkat nasional boleh kita sebut negarawan.Negarawan adalah seseorang yang telah selesai dengan dirinya.Inilah warga yang telah menapak perjalanan kareir, perjalanan hidup dan kehidupan dalam waktu yang cukup lama.Track record dalam catatan public telah mendapatkan penghormatan dan pemuliaan tulus dari rakyat.Rakyat jujur, tidak bisa merekayasa pendapat tentang sosok tokoh nasional yang bisa di jadikan sebagai panutan.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia banyak tokoh nasional yang mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Bangsa.Sebutlah Proklamtor Bung Karno dan Bung Hatta.Demikikan pula dengan Sultan Hamengkubowono ke VIII.Buya Hamka memperoleh polisi tokoh masyarakat karena kosistensi membela rakyat dan tidak tergiur tawaran fasilitas negara.Kitapun teringat kepada Alhamrhum Agus Salim, pola hidup sederhana sungguh sangat mengharukan walaupun beliau menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Para tokoh nasional silih berganti sesuai zaman.Disaat saat multi kkrisis seperti di pemerintahan Jokowi kita berpaling kepada siapa negara ini akan bertanya.Siapakah tokoh masyarakat yang masih bisa dijadikan untuk tempat bertanya meminta nasehat. Nyaris negeri ini telah kehilangan marwah bangsa.Untunglah Tuhan Yang Maha Kuasa masih menitipkan sosok seorang anak bangsa.Beliau adalah Buya Sayfiie Maarif.

Buya Syaf'i Maarif

Jokowi ketika bersiap menapak jenjang karier orang nomor satu di negeri ini menyempatkan diri sowan kepada Buya Syafiie. Banyak nasehat yang diberikan Buya atau paling tidak Buya memberikan dukungan untuk pencalonanan Presiden Republik Indonesia.Setelah 100 hari menjabat Jokowi terlalu banyak menghadapi tekanan dan intervensi dari kalangan tertentu dalam mengeluarkan kebijakan.Kebijakan yang di intervensi itu terlihat ketika Presidenmulai menyusun menteri untuk duduk di kabinet.

Ternyata intervensi tidak berakhir disana, pada penunjukkan anggota Wantimpres, nyata sekali ada titipan ketua parpol pemenang pemilu.Puncak dari tekanan itu terlihat ketika Presiden “terpaksa” mencalonkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Tentu saja keputusan ini banyak menuai protes warga mengingat perjalanan perwira karier perwira tinggi tersebutpatut diduga mempunyai catatan rekening bermasalah.

Akibat dari pencalonan terebut KPK membuka kembali file pencalonan Menteri Kabinet Kerja.Serta merta KPK menetapkan BG sebagai tersangka.Kemudian anehnya DPR justru menyetujui usulan Presiden padahal sebelumnya beberapa anggota Dewan terhormat menentang keras pencalonan tersebut.Melihat kondisi pencalonan Kapolri yang kemudian di perkeruh oleh penahanan Bambang Widjojanto Wakil Ketua KPK maka terjadi perseteruan tersembunyi antara Polri denghan KPK.

Presiden semakin bingung apa yang harus diputuskan.Sebenarnya Jokowi bisa memanfaatkan para Mentri Kabinet Kerja untuk memberikan analisa baik dari sisi hukum maupun dari sisi ketahanan nasional.Namun para Mentri tersebut malah berkicau sesatu hal yang semakin memperumit masalah seperti yang di lakukan oleh Menko Polhukam dengan ucapan aneh kepada warga yang berhimpun di gedung KPK dengan ungkapan rakyat tidak jelas.

Nasehat Untuk Jokowi

Terkahir seharusnya Presiden bertanya kepada Dewan Pertimbanghan Presiden. Namun hal tersebut tidak dilakukan.Di tengah kegalauan Presiden,akhirnya sadar ingin mendapat masukan jernih dari tokoh tokoh nasional yang bisa dipercaya bersikap netral dan mempunyai kredibilitas yang bersih dari catatan kehidupan social dan hukum. Presiden membentuk Tim Tujuh atau Tim Independent yang kemudian di lengkapi menjadi 9 orang tokoh masyarakat.

Salah satu dari anggota Tim Independen tersebut adalah Buya Syafi’i Maarif. Nah kini terkuak sudah kenapa Buya Syafii Maarif menolak bergabung ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).   Kepada pers, Buya yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammaddiyah mengatakan bahwa dia terlalu tua untuk berkerja di Wantimpres.  Ini alasan klasik saja.  Anehnya justru Buya kemudian bersedia masuk kedalam Tim Independent.

Baik kita tengok sejenak profil Buya seperti yang tgercatata di Wikipedia. Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif (lahir di Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935; umur 80 tahun) adalah seorang ulama, ilmuwan dan pendidik Indonesia. Ia pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute, dan juga dikenal sebagai seorang tokoh yang mempunyai komitmen kebangsaan yang tinggi. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah memposisikannya sebagai "Bapak Bangsa". Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.

Analisa liar saya melihat gelagat sikap Buya Syafi’i Maarif ketika memutuskan menolak bergabung di Wantimpres dan kemudian menjadi Ketua Tim Independent begini.  Bisa jadi salah satu alasan Buya menolak setelah melihat personil yang bergabung di Wantimpres.Namun ketika Jokowi meminta Beliau membantu dalam Tim Independent, Buya segera menyetujui karena begitu besarnya tanggung jawab moral mengingat negeri inidalam situasi dan kondisi karut marut.

Kita berharap Presiden Jokowi mengikuti nasehat atau katakanlah mempertimbangkan dengan masak masak masukan dari Tim Independent. Memang dalam setiap pengambilan keputusan selalu ada resiko.Namun tolong dilihat dampak negative apabila Presiden salah dalam mengambil keputusan.Insha Allah nasehat Tim Independen mewakili suara rakyat yang begitu berharap Presdien Jokowi mampu memposisikan dirinya sebagai Presdien de jure dan de facto.Presdien RI yang mampu melepaskan diri dari kungkungan para pihak yang merasa berjasa kepada di Jokowi. Yes Mr. President. You are not a lone. Goa Head.

Salam salaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun