[caption id="attachment_348532" align="aligncenter" width="587" caption="Jokowi sowan di kediaman Buya Syafii Maarif ketika pencalonan Presiden (sumber liputan6.com)"][/caption]
Minus Tokoh Masyarakat
Terlalu sedikit orang jahat di negri ini, namun tidak kurang pula jumlah orang baik.Orang jahat memberikan pengaruh negative baik bagi dirinya maupun bagi keluarga, lingkungan bahkan rakyat yang berada di dalam wewenang kekuasaan. Sebaliknya orang rang baik, paling tidak dia bertanggung jawabterhadap kesejahteraan untuk keluarga.Jadi orang jahat dan orang baik bisa di kelompokkan dalam level desa sampai ke level nasional.
Orang super baik tingkat nasional boleh kita sebut negarawan.Negarawan adalah seseorang yang telah selesai dengan dirinya.Inilah warga yang telah menapak perjalanan kareir, perjalanan hidup dan kehidupan dalam waktu yang cukup lama.Track record dalam catatan public telah mendapatkan penghormatan dan pemuliaan tulus dari rakyat.Rakyat jujur, tidak bisa merekayasa pendapat tentang sosok tokoh nasional yang bisa di jadikan sebagai panutan.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia banyak tokoh nasional yang mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Bangsa.Sebutlah Proklamtor Bung Karno dan Bung Hatta.Demikikan pula dengan Sultan Hamengkubowono ke VIII.Buya Hamka memperoleh polisi tokoh masyarakat karena kosistensi membela rakyat dan tidak tergiur tawaran fasilitas negara.Kitapun teringat kepada Alhamrhum Agus Salim, pola hidup sederhana sungguh sangat mengharukan walaupun beliau menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Para tokoh nasional silih berganti sesuai zaman.Disaat saat multi kkrisis seperti di pemerintahan Jokowi kita berpaling kepada siapa negara ini akan bertanya.Siapakah tokoh masyarakat yang masih bisa dijadikan untuk tempat bertanya meminta nasehat. Nyaris negeri ini telah kehilangan marwah bangsa.Untunglah Tuhan Yang Maha Kuasa masih menitipkan sosok seorang anak bangsa.Beliau adalah Buya Sayfiie Maarif.
Buya Syaf'i Maarif
Jokowi ketika bersiap menapak jenjang karier orang nomor satu di negeri ini menyempatkan diri sowan kepada Buya Syafiie. Banyak nasehat yang diberikan Buya atau paling tidak Buya memberikan dukungan untuk pencalonanan Presiden Republik Indonesia.Setelah 100 hari menjabat Jokowi terlalu banyak menghadapi tekanan dan intervensi dari kalangan tertentu dalam mengeluarkan kebijakan.Kebijakan yang di intervensi itu terlihat ketika Presidenmulai menyusun menteri untuk duduk di kabinet.
Ternyata intervensi tidak berakhir disana, pada penunjukkan anggota Wantimpres, nyata sekali ada titipan ketua parpol pemenang pemilu.Puncak dari tekanan itu terlihat ketika Presiden “terpaksa” mencalonkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Tentu saja keputusan ini banyak menuai protes warga mengingat perjalanan perwira karier perwira tinggi tersebutpatut diduga mempunyai catatan rekening bermasalah.
Akibat dari pencalonan terebut KPK membuka kembali file pencalonan Menteri Kabinet Kerja.Serta merta KPK menetapkan BG sebagai tersangka.Kemudian anehnya DPR justru menyetujui usulan Presiden padahal sebelumnya beberapa anggota Dewan terhormat menentang keras pencalonan tersebut.Melihat kondisi pencalonan Kapolri yang kemudian di perkeruh oleh penahanan Bambang Widjojanto Wakil Ketua KPK maka terjadi perseteruan tersembunyi antara Polri denghan KPK.
Presiden semakin bingung apa yang harus diputuskan.Sebenarnya Jokowi bisa memanfaatkan para Mentri Kabinet Kerja untuk memberikan analisa baik dari sisi hukum maupun dari sisi ketahanan nasional.Namun para Mentri tersebut malah berkicau sesatu hal yang semakin memperumit masalah seperti yang di lakukan oleh Menko Polhukam dengan ucapan aneh kepada warga yang berhimpun di gedung KPK dengan ungkapan rakyat tidak jelas.