Saya memanggilnya: Pak Tjip. Sudah mengenalnya tujuh tahun lalu. Di mana saya memenuhi undangannya: sehabis lebaran, bersama teman-teman Kompasianer. Makan, berkenalan dan sebuah kopdar yang diinisiasinya bersama pacarnya 54 tahun lalu. Di seberang Istana Negara, Jalan Juanda, Jakarta.
Sejak itu, tiap Pak Tjip pulang ke Jakarta mengabari posisinya. Bahkan kadang menentukan tanggal dan hari untuk ketemuan. Termasuk, misalnya, merembugkan calon buku yang akan diterbitkan di Peniti Media yang saya kelola bersama Isson Khairul.Â
Pun untuk buku Bu Lina, istrinya atas usul saya dan saya disebut sebagai provokator, hehehe. Sebab, tak terlintas sama sekali dalam benak Pak Tjip untuk menerbitkan buku atas tulisan-tulisan istrinya.
Basic Pak Tjip penulis, sih. Sehingga beliau mencanangkan one day one article. Bukunya banyak dan beberapa menjadi best seller. Makanya, ia lupa jika Bu Lina pun sesungguhnya ada di sampingnya yang menulis juga.Â
Itulah yang menggiring saya menuliskan buku Pak Tjip dan Bu Lina untuk ulang tahun perkawinan emasnya -- di mana saya diundang makan-makan, berbincang dengan keluarga besarnya serta admin Kompasiana, sejak Kang Pepih, Nurulloh yang kini COO dan anggotanya.
Boleh jadi, Pak Tjip Kompasianer paling sepuh dan produktif menulis. Tak aneh jika aktif dua tahun, kemudian ditabalkan sebagai Kompasianer of The Year. Diberi kesempatan duduk di samping Presiden Jokowi ketika Kompasianer diundang ke Istana berkaitan dengan Kompasianival di Gandaria City, Jakarta. (Saat itu sedianya Presiden membuka acara Kompasianival tersebut).
Meski tinggal di Wollongong, Aussie, Pak Tjip tetap dekat dengan siapa pun yang mengenalnya. Atau Pak Tjip sendiri yang menyapanya. Sebagai pihak yang menyapa lebih dulu tanpa sungkan dan bahkan kerap memberi cindera mata kepada teman Kompasianer. Jangan lagi saya, yang menerbitkan buku-bukunya dan buku isterinya. Sebuah perhatian kecil yang bernilai.
Jika hari ini Pak Tjip mendapat ucapan "sayang" dari belahan jiwanya yang sudah menemani selama 54 tahun, itu memang sebuah hadiah ulang tahunnya ketujuh puluh enam yang berarti dalam merawat kesetiaan suami-istri.Â
Apabila ada teman Kompasianer menuliskan perihal hari kelahirannya, bukan sesuatu yang muskil. Termasuk tulisan ini. Sebab, Pak Tjip tetap keluarga Kompasiana yang tak layak untuk ditolak untuk sebuah persahabatan. Meski berbeda usia. Â
Selamat ulang tahun, Pak Tjip.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H