Hingga suatu ketika saya diminta ke Hotel di Pemalang, di mana Mas Torro sedang menunggu orang (lain) yang akan mennggandengnya sebagai Wakil Bupati. Namun semuanya tak kesampaian. Artinya, tidak sempat menjadi calon wakil bupati.Â
Ia justru membuat film Babad Tanah Pemalang. "Sampeyan ora balik. Mbok mbantu inyong. Aku luruhna pemain dan figuran."Â Mas Torro meminta saat saya mencarikan pemain figuran sedang ada pekerjaan menulis buku di Banten.
Ya, itu tak lain karena ia pernah meresmikan perkumpulan orang-orang Pemalang yang minat acting, saat saya menjadi penggagas dan pengelola TV Pemalang. Ia dengan gayanya yang entengan, begitu saat pagi-pagi datang ke Pemalang atas undangan saya untuk mengisi acara di TV Pemalang. "Sameyan metu, keluar. Sebelum kakiku menapak di tanah, duit sudah disiapkan, ya?"
Begitulah gaya Mas Torro, yang dikenal sebagai aktor pemeran tokoh antagonis. Dari peran-perannya itu, ia sampai pernah bercerita: aku pernah berkonsultasi dengan psikiater -- karena demikian merasuk dan mendalaminya. Meski di sisi lain ia bangga telah (pernah berperan) menjadi Polisi, Haji, Kyai dan tokoh bersih.
Meski saat membawa acara Uka-uka di TPI (MNC Sekarng), kerap mengundang saya ke lokasi di studio TPI di Pintu 2 TMII, Jakarta Timur hanya sekitar 7 km dari rumah kami. Dan dengan entengnya, ia akan membagi uang. "Ana rejeki, kiyeh,"Â sambil memasukkan uang ke kantong saya.
Jumat dinihari, 4 Januari 2019 lelaki gagah dan kerap bermimik sangar dan suara berat dalam aktingnya itu meninggal dunia, dan akan dimakamkan di Sukabumi -- di mana ia belakangan kerap mengajar akting di sana. Â
Selamat jalan, Mas Torro. *** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H