Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Tak sesulit dua puluhan tahun lalu untuk memiliki sebuah sertifikat tanah. Tentu, apabila tanah itu benar miliknya. Ada proses kemudahan dalam mengurus hingga berlabel tanah sah bagi masing-masing warga. Siapa penggeraknya?
Negeri ini terdiri atas tujuh belas ribu lebih pulau. Dan itu berarti daratan meski ada gunung dan sungai. Daratan itu juga berarti tanah yang dimiliki oleh penduduk negeri, bukan dikapling atau dikuasai oleh sedikit orang tertentu. Langkah dan gerakan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam merealisasikan agenda reforma agraria disambut gegap-gempita.
Ini eranya kemudahan dan transparansi. Pemberian sertifikat kepada warga di berbagai kota bak siraman hujan kemarau panjang sehingga gerakan ini oase nyata. Riil. Berbeda dengan masa lalu, yang berbelit. Sehingga ada pemeo mengurus tanah sendiri saja seperti akan membeli tanah baru.
Ada 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia. Dan menurut Presiden Jokowi, baru 46 juta bidang tanah bersetifikat. Sisanya, sekitar 63 persen atau 80 juta bidang tanah belum bersitifikat. Jauh lebih banyak? Tentu. Ini yang sedang digeber dan direalisasikan.
Reforma Agraria sejak Presiden Pertama hingga penggantinya pada Orde Baru yang berkuasa cukup panjang tak mempermudah sertifikasi tanah bagi warga. Untuk mengurusnya bilangannya bisa sepuluh tahun lebih, bahkan kadang tak berujung. Selain membutuhkan mental baja, waktu, tenaga juga dana yang tidak jelas berapanya. Memang pada tahun 2011, era Susilo Bambang Yudhoyono melahirkan Perpres11/2011 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar.Â
Barulah tahun 2014, Pemerintahan Jokowi membuat kebijakan agraria yang mencakup: Penguatan Regulasi dan penyelesaian konflik agraria. Di samping penataan penguasaan dan pemilikan tanah obyek reforma agraria dan Redistribusi tanah 9 juta hektar. Ujungnya 2017 sebagai Reforma agraria sebagai agenda rencana kerja pemerintah.
KOMPAS dalam Jajak Pendapat yang kemudian dilansir 28 Agustus 2017, di antaranya responden menyatakan "Setuju" di angka 94,1 Persen dengan program pemerintah memudahkan proses sertifikasi lahan. Artinya, cukup meyakini niat dan usaha gerakan pemerintah yang diwakili 505 responden dari 12 kota besar di Indonesia tersebut.
Jika Jajak Pendapat ditambah dengan pertanyaan: Percayakah program sertifikasi lahan ini bisa mengurangi kasus-kasus serifikat ganda/ tumpang tindih, dan ada 78,0 persen "Percaya", agaknya Pemerintah sudah on the track dalam programnya. Sudah dipercaya. Sebuah hal yang dulu amat mustahil.
Agaknya perlu diperluas lagi penjaringan pendapat masyarakat dalam program dasar kepemilikan serfikasi lahan ini. Bukan lagi mereka yang ada di wilayah yang lebih mudah mengakses informasi dalam bidang yang satu ini. Juga tak hanya melihat Presiden memberikan secara simbolis sertifikat di Jalan protokol Jakarta pada Car Free Day. Bukan! Karena warga yang belum menerima hak atas lahannya pun mesti disegerakan untuk menerimanya. Sepertinya perlu media komunikasi atau jembatan penghubung bagi warga yang berada di tempat yang jauh dari jangkauan. Sehingga warga tak lagi dipermainkan oleh oknum-oknum yang  bisa menjadi "tuan tanah".   Â
Garda Depan
Harus diakui, ujung tombak dari gerakan kemudahan ini adalah mereka pejabat BPN/ ATR (Agraria dan Tata Ruang). Jika kemudian ada penghargaan kepada lima belas orang, selain dari kalangan Pemda. Tentu  itu baru sebagian kecil dari niatan Pemerintahan Jokowi kini. Dan jika di antara yang termaktub tersebut, tentu ada yang berpikiran maju dan bekerja untuk kepentingan bersama.Â
Tidak lagi bermain-main atawa mempermainkan hak warga yang menjadi pemegang sekeping surat sah atas kepemilikan tanahnya. Selembar surat yang kemudian bisa dijadikan sebagai "modal kerja". Bahkan di Kota Cilegon sudah dilakukan penggratisan sertifikatnya dalam era pemerintahan sekarang. Singkatnya, tanah: Untuk Kesejahteraan Rakyat.
- Bambang Priono, SH, MH -- Kakanwil Sumatera Utara
- Yusuf Purnama, SH, MH -- Kakanwil Banten
- Deni Santo, ST, MSc -- Â Kakan Kab. Bekasi, Jawa Barat
- Drs. Dalu Agung Darmawan, M. Si -- Kakan Kab Sidoarjo, Jawa Timur
- Djoko Susanto, SH, MH -- Kakan Kota Surabaya
- Ramli SH, MH -- Kakan Lombok Barat, NTB
- Herlina Lawasa -- Kakan Kab. Sigi, Sulawesi Tengah
- Imawan Abdul Ghofur, ST, Msi -- Kakan Kab. Ketapang, Kalimantan Barat
- Dr. A Samad Soemarga, SG, MH -- Kakanwil Kalimantan Barat
- Sammy MP Dodokambey ST -- Kakan Minahasa Utara, Sulawesi UtaraÂ
- Wartomo A Ptnh, SH, MH -- Kakan Kab. Boyolali, Jawa Tengah
- Musriadi, SH, MKn, M. Hum -- Kakanwil Sumatera Barat
- Ir. Yuli Mardiyono, M. Eng. Ec -- Â Kakan Kab. Cilacap, Jawa Tengah Â
- Ir. I Gusti Ngurah Priatna Jaya -- Kakanwil Bali
- Drs. Muhammad Hikmad, MH -- Kakanwil Sulawesi Selatan
Memang tak sendirian Pemerintah dalam menggerakkan kemudahan warga dalam memiliki sertifikat sebagai haknya. Ada berbagai pihak yang mendorong. Di antaranya: BPN atau jajaran Kementerian BPN/ ATR di bawah komando Sofyan Djalil. Sebagai ujung tombaknya, kementrian ini mendapat tantangan Presiden, bisakah merealisasikannya? Gerak dan langkah ini diikuti para stakeholder, semisal Bappenas, Kementrian PUPR, Kementrian LHK, ESDM, Kemenhub, Â Kemen KKP, Kemendagri.Â
Termasuk BUMN Pertamina, PLN, PGN, Pelindo, Pejabat pembuat akta tanah/ notaris, pengembang yang tergabung di REI dan sejenisnya, hingga perbankan adalah yang juga menjadi pendorong kuat gerakan pemerintah dalam soal tanah yang legal dan menyamankan pemiliknya. Ini mestinya sebuah keniscayaan setelah sekian lama dikepung oleh "aturan" yang diapungkan dan menyengsarakan warga pada umumnya.
Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H