"Boleh. Jangji ndak nggigit jari, ya?"
"Dikulum aja?"
Jangkrik. Ia kerap membuatku ingin terbang ke selatan kotaku. Hanya untuk menatapnya. Dan kalau memungkinkan aku menyodorkan lengan, dan segera digamitnya. Ya, jalan bergandengan di siang bolong dan anggap saja itu sebuah malam berpendar rembulan purnama kalau perlu. Karena pernah ia melakukan itu, sambil duduk di tepian kolam dengan bulan bertengger di atas menjadi saksi. Kaki kami saling mencelupkan di air yang dingin, di suatu tempat.
"Kamu lagi ngapain, sih?"
"Ih. Ya natap kamu Yank."
Ya. Benar. Kami sedang saling tatap di henpon berkamera. Video call. Ia di sana senyam-senyum. Berulang kali mencoba mematut-matut diri. Seolah wajahnya akan berubah menjadi lebih cantik kalau ia membetulkan alis tebalnya. Bibir dikerjap-kerjapkan. Dan seterusnya. Sambil menggoda memeletkan lidahnya.
"Gimana kalau kita ketemuan?"
"Ih!"
"Ih, apa?"
"Lha ini ketemuan."
"Ketemuan pipimu dengan pipiku."