Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Money

LPS dan Tiga T: Tenang, Tenang, Tenang

3 September 2017   14:39 Diperbarui: 4 September 2017   01:27 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 1998 terjadi pergantian Pemerintahan. Tahun itu pula terjadi kepanikan di dunia perbankan: 16 bank dilikuidasi. Ribuan nasabah menarik uang secara besar-besaran yang dititipkan di bank (rush). Dunia usaha gonjang-ganjing. Rasa tak nyaman menyelimuti para pelaku, baik pengusaha besar maupun kecil.

Saat itu belum ada yang namanya LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Di mana posisi nasabah tak senyaman kini, setelah LPS didirikan 22 September 2005. Karena dalam perkembangannya, terutama bagi pelaku UKM dan setara kian mewabah. Semisal di Bandung. Bayangkan satu jenis surabi (Serabi: Sunda) bisa hingga 35 rasa, dari yang original, cokelat, susu, keju sampai nangka. "Belum dunia industri pariwisata lainnya. Semisal fashion seperti di Bandung," kata Tedy Herdyanto, Direktur Grup Likuiditas LPS yang urang Bandung dalam nangkring, Sabtu (26/8) di Hotel Santika, Bandung.

Benar. LPS semisal diibaratkan sebagai payung besar di dunia perbankan, tak hanya bagi (nasabah) bank (besar)  konvensional  namun juga BPR hingga bank syariah. Bisa dibilang pendampingan lembaga yang satu ini, menjadi penggairah bagi tumbuh-kembangnya dunia dan masyarakat modern dalam kaitannya dengan dunia keuangan dan bisnis bagi warga. Sebab,  bila memenuhi kriteria simpanan layak bayar, ya tak ada lagi istilah was-was bagi warga lingkungan perbankan. Sepanjang, alasannya kuat, ini dia: "Tercatat dalam pembukuan bank. Tingkat bunga simpanan tidak mele bihi tingkat bunga penjaminan. Dan Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank," papar lelaki yang mengaku keluarga besar, dengan lima orang anaknya.

Manajemen Keuangan

Menjadi wajar, semisal bagi Poetry Gladys yang sedang menjalankan bisnis Brownis panggang dan berkembang. Karena langkah-langkah kecil wanita muda berkerudung -- sebab usahanya belum berbentuk badan usaha berbadan hukum semisal CV -- perbankan menjadi penting dan mesti. Di mana dalam menjual makanan yang satu loyang (boks) dengan harga kisaran 60 ribu rupiah dan bisa dibeli dari seluruh wilayah Indonesia, ia berani jujur. Termasuk bahwa kiriman makanannya itu bisa sedikit berbeda karena rasa-aroma dan warna dibandingkan dengan yang langsung fresh from the oven.

Tak pelak. Perkembangan usaha yang dijalankan (semula) dari Bandung, kini mesti dijalankan juga dari Jakarta dengan cermat, seiring irama pengelolaan dunia perbankan. Bahkan, semua pemasukan dan pengeluaran mesti dicatat. Walau itu kecil. "Saya tak bisa seenaknya, sudah pakai dulu. Semua mesti profesional. Karena saya sebagai pimpinan pun, digaji dan dicatat," urai Gladys. Ia mengibaratkan, dalam menjalanan usahanya kini, perlu dua rekening: satu rekening pribadi, satunya rekening usaha. Supaya tidak tumpang-tindih (over lapping).

Jika manajemen diberlakukan dengan baik dan benar alias ketat sesuai dengan niatan LPS dengan penjaminannya, maka ini menjadi simbiosis-mutualis. Sama-sama  berjalan dengan saling keterbukaan dan kepedulian antara pelaku bisnis maupun bank yang sudah dilindungi LPS.   

Dengan sistem model semacam ini, sudah selazimnya para pelaku usaha bisa mendatangi perbankan untuk bisa lebih nyaman dalam usahanya. Tak lagi menyimpan uang secara jadul, berpuluh ribu cukup dibungkus kertas atau plastik lalu ditaruh di bawah bantal (sebuah kisah klasik). Karena jika demikian, bukan lagi keamanan yang didapatkan. Semisal tak didatangi maling atau perampok, bisa pula karena ada musibah kebakaran, bila ditaruh di tiang bambu kena rayap dan sejenisnya. "Sebab dana nasabah yang disimpan di bank, selain aman bisa membantu fasilitas kredit sebagai dana dari masyarakat," imbuh Pak Tedy.

Acara nangkring dengan LPS di BAndung berlangsung gayeng (foto:IH)
Acara nangkring dengan LPS di BAndung berlangsung gayeng (foto:IH)
Sekecil apa pun pelaku usaha perlu namanya jasa bank. Apalagi ada jaminan dari LPS, agar nasabah lebih tenang dalama menjalankan usahanya. Dan para pelaku usaha ini yang sebenarnya sehat-kuat ketika era tahun 1998 terjadi kepanikan di dunia  perbankan. Sudah selayaknya para pelaku UKM, yang kecil-kecil itu bisa nyaman dalam menjalankan usahanya.

Para pelaku usaha mestilah cerdas. Apalagi jika bisa memanfaatkan aplikasi dalam era yang serba digital kini. Di mana bisa saja ia sebagai pelaku usaha meminta orang yang melek gadget untuk bisa (membantu) menjualkan barang dagangannya. Seperti dalam dunia yang kini kian era non-tunai, misalnya. Transaksi via online dan membayar dengan e-Banking dan seterusnya. Bisa tranfer lebih cepat, hemat waktu dan aman.          

Masalah kepercayaan adalah yang dijual bank. Masalah trust. Kepercayaan bagi nasabah, lebih-lebih bagi yang baru memasuki dunia perbankan -- terutama dari pelaku UKM. Dan LPS dengan menyandang hukum yang pasti per 22 September 2004 disahkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjagainya. Sehingga ketika akhir Agustus dan awal September 2017 ini nasabah tak bisa menarik uang dari mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) karena sedang ada perpindahan satelit Indosat semata. Hal teknis. Bukan sebuah kecurangan dari perbankan seperti ketika sebelum tahun 1998 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun