Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hujan Bulan Juni pun Diwaspadai BNPB

6 Juli 2017   22:15 Diperbarui: 7 Juli 2017   12:20 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Nyatanya bulan Juni ada turun hujan. Juga di hari raya kedua. Sebuah anomali yang tak juga lepas dari pengawasan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Karena bencana kerap datang tiba-tiba, walau jatuh di sekitar Hari Raya Idul Fitri sekalipun saat umat sebagian besar berdamai di bumi Pertiwi.

Penggal puisi terkenal Sapardi Djoko Damono Hujan Bulan Juni, tentu bisa memiliki banyak tafsir. Termasuk semacam penanda. Bahwa soal hujan bisa berkait dengan tanah longsor atau gunung-gunung yang batuk-batuk. "Ada status gunung api berstatus Awas. Dan 17 gunung berstatus Waspada. Sisanya dalam kondisi normal," ungkap Kepala Badan Geologi Eko Syahrial.

Di negeri ini ada 127 gunung api aktif, 69 di antaranya dipantau secara terus-menerus. Tentu, terutama yang berstatus Awas untuk Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Sedangkan di Jawa ada Anak Krakatau hingga Gunung Bromo yang menjadi destinasi pada hari raya sekarang ini, walau diworo-woro (warning) agar pengunjung tak berada 1 (satu) kilometer dari kawah.

Belum yakin? Badan Geologi menengarai di sekitar idul fitri longsor terjadi di 11 kabupaten, mulai dari Lebak (Banten) hingga Maluku Tengah. Bahkan menurut Kepala Bagian Humas Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Harry Tirto Djatmiko, dalam analisis prakirawan institusi ini, "Hujan lebat berpotensi terjadi pada 29 Juni di wilayah Bengkulu, Sumetera Selatan, Kalimantan Barat dan tengah hingga Papua Barat. Termasuk angin kencang berpotensi terjadi di Aceh, Banten, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Bahkan di Pulau Laut dikabarkan ada banjir bandang. Dan terbaru, bencana di kawasan wisata Dieng, Banjarnegara-Wonosobo, Jawa Tengah.

Sekolah pun tak luput diterjang banjir. foto: Donny Iqbal
Sekolah pun tak luput diterjang banjir. foto: Donny Iqbal
Lho, kita seperti dikepung bencana? Ya. Ini sudah menjadi makanan BNPB dengan wajah yang muncul Dr Sutopo Purwo Nugroho penjaga gawangnya. Oh, bukan. Ia "terpaksa" kerap nongol di layar kaca atawa di media-media mewartakan perihal bencana yang terjadi. Gunung meletus, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan serombongannya. Karena itu bagian penting agar tak ada derita tangis dari sebuah bencana secara bekepanjangan.

Sudah menjadi tugas BNPB, bila terjadi bencana. Selama setahun lalu, 2016, ada bencana-bencana yang mengguncang. Baik karena alam maupun non alam, dan kerugian yang ditanggung negara bisa dalam kisaran 30 trilun rupiah per tahunnya. Belum jika da bencana besar semacam tsunami Aceh 2004. Atau kebakaran hutan yang bisa merugikan negara hingga 210 triliun karena musim dipengaruhi El Nino dengan pergeseran awal musim penghujan, misalnya.   

Persoalannya, meminimalisir sebuah peta bencana, itu yang mesti dipetakan kepada warga negeri yang memang rawan bencana ini. Sebab, tujuh belas ribu pulau adalah angka sebaran yang bisa disiram air laut meninggi semisal tsunami. Ini, mengingat letak geografis negeri ini di wilayah "rawan bencana". 

Sederet bencana, memang menjadi niscaya di negeri ini. Dan itu, untuk bangsa yang melek dan mengikuti perkembangan zaman digital era milenial mesti mengantisipasinya. Meminimalisir keniscayaan itulah bagian dari tugas BNPB -- ingat sandang embel-embel Penanggulangan -- dalam setiap saat. Sepanjang tahun, dan tak mengenal hari libur.

Bagaimana mengkomunikasikannya? BNPB punya cara, meski jadul kedengarannya. Yakni dengan sandiwara dan disiarkan di radio. Persisnya sandiwara radio bertajuk ada bencana-bencananya dan silakan tafsir, mengingat radio adalah media dengan kekuatan suara. Bisa disebut teater of mind yang dalam bahasa ahli komunikasi Effendi Gazali, Ph. D, "Tokoh Brama Kumbara atau Mantili, bisa berbeda-beda dalam tafsirannya. Apa yang dimiliki dan dipikirkan kita tentang Mantili, tidak boleh diklaim kebenarannya seperti yang diangankan Pak Topo," tandas dosen UI penggagas acara di TV bertajuk BBM, Benar-Benar Mimpi itu.

Inilah niat sadiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) untuk disiarkan lagi di jilid atawa bagian kedua, dan disiarkan lebih luas lagi jangkauannya. Artinya, sandiwara radio ADB kini ditambah penayangannya menjadi dua kali lipat disiarkan di radio. "Alhamdulillah kami dipercaya oleh BNPB," ujar sutradara ABD sebelum berbuka puasa di Kantor BNPB di Jalan Pramuka Raya, Jakarta dalam acara nangkring tahun kedua 2017, Selasa (6/6).

Pengertian alhamdulillah, tentu, bukan maksud untuk menakut-nakuti warga negara Indonesia. Kecuali sebagai warning, bahwa bencana perlu disikapi dengan arif dan kewaspadaan yang lebih. Tidak terlena. Tak juga jumawa bahwa bencana bisa ditanggulangi dengan teknologi terkini sekalipun. Bukan. Namun bencana lebih baik disikapi dalam kearifan bersama di lingkungan masing-masing. Karena bagi warga pesisir akan berbeda dengan yang berada di lereng gunung: bisa longsor, letusan gunung dan erupsinya atau sungainya yang membanjir bandang apabila tak diantisipasi. Termasuk gempa, tentu.

Pada setahun sebelumnya, Kepala Humas Sutopo sudah meyakini. Bahwa sandiwara radio ADB sebagai sarana ampuh untuk warning awal bagi warga yang tinggal di daerah rawan bencana. Sekaligus media hiburan yang gampang diakses -- dengan mengambil contoh sandiwara radio era Brama Kumara, Saur Sepuh dan sejenisnya karya S. Tijab -- yang bisa melekat dalam ingatan pendengarnya. Hingga kini dilanjutkan ke episode Kedua dan bahkan perlu menggandeng Ferry Fadli yang menjadi idola Effendi Gazali pula. "Sampurasuuuuun ....!" seru Ferry Fadli.

"Rampes ....!" kami para blogger dari Kompasiana.

donny-iqbal-garut-595e5398ee000f255947b2f2.jpg
donny-iqbal-garut-595e5398ee000f255947b2f2.jpg
Foto: Donny Iqbal

Itu tanda sandiwara radio, sesungguhnya tak ditinggalkan. Bahwa kini digunakan oleh BNPB, tentu dengan segala perhitungannya. Termasuk dianggap sosialisasi murah tapi mengena. Itu yang penting. Mengingat daerah bencana terutama di wilayah-wilayah pegunungan, membutuhkan kearifan lokal (local wisdom) yang selama ini masih terus digunakan oleh mereka yang bersinggungan dengan alam. Simak, misalnya di Tanah Pasundan masih ada wayang golek. Sedangkan ketoprak, ludruk atau kesenian-kesenian yang tergerus oleh zaman dan teknologi masih ada di Pulau Jawa.

Radio, medianya. Dan sandiwara, bentuknya. Sandiwara radio, yang diangkat BNPB dengan tajuknya ADB menjadi sebuah upaya lembaga ini yang berurusan dengan masalah bencana seharusnya bisa dikurangi akibatnya. 

Contoh yang dipaparkan dalam tesis Sutopo jelas dan memaksimalkan media, termasuk radio yang dianggap pas untuk soal pencegahan. Bahkan kini BNPB memiliki siaran televisi digital yang berisi berita dan informasi kebencanaan. "Siaran televisi ini bisa diakses menggunakan HP alias telepon genggam dengan aplikasi android. "BNPB TV ini merupakan saluran informasi dan komunikasi pemerintah dalam bentuk audio visual yang bertujuan membangun kesadaran dan pemahaman terhadap penanggulangan bencana dengan semangat pengurangan risiko bencana," ungkap Sutopo seperti dikutip Kompas, Kamis (6/7).

Dan bagi Kepala Humas BNPB, inilah pilihan benar cara mengajak warga dan masyarakat dengan cinta, atau dalam bahasa Kepala BNPB: "Kalau urusan asmara saya selalu ingat pada Pak Topo." Sedangkan makna di baliknya, adalah kecintaan pada lingkungan yang selazimnya dijaga secara seimbang. Baik flora dan faunanya. Sebab, pertambahan jumlah penduduk, satu di antaranya membutuhkan lahan. Dan artinya, akan ada pertumbuhan bangunan sebagai papan bagi manusia modern yang bisa menjadi pemicu bencana bila tak disikapi dengan tatanan lingkungan yang bijak.

Foto: Dok. BNPB
Foto: Dok. BNPB
Hujan bulan Juni, jangan dianggap sebagai sebuah teror dan menyalahkan alam. Namun sebagai cuaca ekstrem -- yang dalam ilmu perkiraan cuaca -- dipengaruhi munculnya secara bersamaan gangguan atmosfer yang dikenal sebagai gelombang kelvin dan rossby -- yang bisa jadi bertahan hingga awal Juli. Kiranya perlu untuk mendengarkan lewat gelombang radio yang ada asmaranya di ABD? Waspadalah! ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun