Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membumikan Bank Syariah, Kenapa Tidak?

4 Juni 2017   21:50 Diperbarui: 4 Juni 2017   22:04 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlalu sungguh! Kalau masih ada orang tak mengenal bank atau perbankan di era milenial kini. Apalagi bank konvensional, bank umum, toh, diperbolehkan di negeri ini beroperasi  oleh pihak yang “memfatwakannya”. Jadi, apalagi dengan Bank Syariah?

Bank Syariah sudah menjamur – dalam satu-dua dekade – bahkan oleh penyelenggara perbankan yang semula konvensional. Menjalankan perbankan secara syariah sehingga diterima oleh yang merasa nyaman dengan sistem ini. Jika menyimak bukukecilAkuCintaKeuanganSyariah” (ACKS) untuk Produk dan Jasa Perbankan Syariah, kita menemukan sejumlah bank atau produk yang mengikutinya.

“Bank Syariah fasilitasnya sama seperti bank konvensional,“ kata nara sumber dari OJKPerbankanSyariah dalam sosialisasi perbankan yang kini fungsi dan pengaturan dan pengawasannya di bawah Otoritas Jasa Keuangan. Persisnya, “Mendorong perbankan syariah termasuk melaksanakan kegiatan edukasi dan sosialisasi publik mengenai perbankan syariah untuk semua lapisan,” catat Ahmad Buchori, Kepala Departemen “PerbankanSyariah” OJK, Mei 2014.

dok. bank syariah
dok. bank syariah
Merambahkemanapun

Jika menilik perkembangannya, Produk dan Jasa Perbankan Syariah ada di seluruh Indonesia: 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah dan 163 BPRS dengan 2, 950 kantornya, per Mei 2015,  maka ia akan terus bergulir seturut orang dalam beraktivitas dan berinteraksi di dunia perbankan. Apalagi, bagi yang dekat dengan frasa Syariah. Sedangkan orang yang non muslim pun tak tabu bila terlibat dan ada di dalamnya saat menggunakan jasa perbankan jenis ini.

Lalu, bagaimana serunya jika terlibat di dalamnya – yang menggunakan sistem – menjauhkan dari riba yang kerap disimpulkan orang atau masyarakat pada umumnya?

Orang yang akan naik/ pergi haji, barangkali akan langsung memilih bank jenis ini. Selain nyaman, juga dianggap selaras dengan ibadah yang akan dijalankannya. Apa nilai jaminan “nyaman” ini kalau bukan agar dalam beribadah “mahal” itu menjadi sempurna. Itu yang paling utama.

Sederet produk bank ini semisal: simpan uang, tabungan, giro, deposito, pembiayaan, KPR. KKB, Pendidikan, investasi dan modal kerja hingga akan berhaji/ umroh tadi. Oleh sebab itu, taka da beda sebagaimana layanan bank umum. Mengingat Bank Syariah disejajarnya dengan:

  1. Sama bagusnya
  2. Sama lengkapnya
  3. Sama modernnya

Tiga aspek penting dan inti ini dengan sendirinya untuk mensejajarkan pelayanan sebuah perbankan di era kekinian.   

MasihTerkotak

“Selain memakai bank Syariah, tapi saya punya rekening bank umum,” kata seorang Habib dan kebetulan Ketua MUI di daerah saya, suatu ketika. Alasannya sederhana, kepraktisan. Karena jaringan saat itu – sepuluh tahun lebih lalu – memang tak sederas sekarang. Di mana ATM perbankan syariah yang bersinergi dengan jaringan 60. 922 ATM Bersama dan jaringan 74. 050 ATM Prima. “Saya tak mengambil bunga jika di awal bulan ada kelebihan,” imbuhnya.

Cerita masa lalu itu, barangkali kini sudah kian terkikis. Mengingat Bank Syariah yang modern dalam menjalankan traksaksinya. Setidaknya segala hal bisa dilakukan seperti umumnya Bank Umum. Jika demikian, maka sudah menjadi keniscayaan dalam menggunakan bank jenis yang satu ini. Bahwa segala seluk-beluk yang berkaitan dengan bank, Syariah menjadi pilihan.

Screenshot
Screenshot
Persoalan berikutnya, barangkali, mengesampingkan kesan ribet bila berhadapan dengan Bank Syariah. Padahal, persoalan yang berhubungan dengan perbankan hampir selalu klasik: menabung dan meminjam. Dan kaitannya, tentu, masalah dan faktor kenyamanan atau tidak – karena dalam dunia perbankan tak bisa tidak adalah masalah kepercayaan (trust). Di samping masalah penting ada buntut riba. Hal  yang bias menghantui bagi umat yang kalau bisa menjauhkan dari yang namanya riba. Mengingat riba masuk golongan yang mesti dijauhi – sengaja tak perlu menyitir ahli fiqih agar tak diskriminatif kesannya.

Padahal, soal perbankan kian maju dan bergerak seiring dengan perkembangan dan kebutuhan zaman serta masyarakatnya – yang dinamis. Dan sistem syariah di negeri ini – kian menunjukkan kinerja yang membaik dan  menemukan  titik temunya. Bahwa jumlah mayoritas muslim dari di atas dua ratus lima puluh juta jiwa, sesungguhnya bisa lebih nyaman “bertransaksi” dengan cara yang lebih “syariah”. Nyaman. 

Cara hitung-hitungan dalam kaitannya “bertransaksi” di Bank Syariah pun bisa didapatkan. Semisal Menghitung nisbah bagi hasil. Memang, terkesan aneh atau baru bagi yang akan melangkah masuk ke bank syariah. Namun, kalau menyimak bahwa kita, masyarakat, yang relatif baru mengenal perbankan jenis ini, akan mencari praktis saja. Sebagai nasabah iB, “Masyarakat tinggal menanyakan rate indikatif dari tabungan iB atau deposito iB yang diminatinya,” urai nara sumber dalam berbagai kesempatan sosialisasi Departemen Perbankan Syariah di hadapan Kompasianer.  

MembumikandiwilayahnonMuslim

Dengan pakem-pakem dalam berhubungan dengan bank syariah dan perkembangan yang ada serta terus berinovasi, nasabah bank syariah ini akan eksis dan merasa tak di jalur lambat lagi. Mengingat 3 (tiga) pelayanannya yang setara dengan bank umum. Artinya, tak ketinggalan dan berbeda dengan bank konvensional.  Kecuali sistemnya “bagi hasil” dan sekaligus kenyamanan secara psikologis.

Data bahwa Bank Syariah masih “terkotak” dan berkesan kearab-araban: ya. Meski istilah itu telah ditransformasikan agar lebih membumi di negeri yang mayoritas (sebutlah 85 persen) muslim. Sehingga kesan sekat bahwa Bank Syariah  banknya orang muslim melulu, tidak benar sepenuhnya. Kendati benar, bank ini mengedepankan: Falah (sejahtera material dan spiritual).  Yakni, adil, seimbang dan maslahat.

Ujungnya: untuk keselarasan nilai ekonomi syariah dengan nilai luhur dan tujuan pembangunan Indonesia.

Dalam keberlangsungan Bank Syariah, jelas mengacu pada UU yang kemudian berlaku seperti sekarang. Bahwa UU No. 21/ 2011 tanggal 22 November 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan memberikan mandate kepada OJK untuk pengembangan sektor perbankan syariah, mengingat fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sector perbankan termasuk perbankan syariah yang sebelumnya dilakukan Bank Indonesia beralih ke OJK mulai sejak tanggal 31 Desember 2013.    

Oleh karenanya, Bank Syariah, ke depan semestinya tak lagi dipersepsikan sebagai bank yang asaskan agama semata. Memang dalam survei (BI-MarkPlus 2010) sebagai bank yang berasaskan Islam tak terelakan. Baik bagi seluruh individu (nasabah/user) maupun non user – mencatat antara 37,2 sampai 39,9 persen. Peringkatnya paling atas itu disusul: a. sistem bagi hasil, b. bank yang tidak pakai bunga, dan seterusnya.  

Bila Bank Syariah sudah modern dan mendekati pelayanan modern bank umum yang ada di bumi Nusantara ini, kelak bias menjawab sebagai bank yang nyaman. Tersebarnya muslim di pelosok negeri dan sesungguhnya menjadi peluang untuk lebih membumikan perbankan yang syariah ini sebagai sebuah perbankan yang bisa dipakai oleh non muslim juga. Kiranya.

Bank Syariah
Bank Syariah
***

 Foto-foto: dok Bank Syariah

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun