Kami diam. Cahaya rembulan jatuh ke kolam renang. Bulatan itu kupercik dengan air. Bergoyang-goyanglah planet bersemu oranye yang telah tinggi itu.
“Aku goyah kernamu ....”
“Bukan kau goyah karena mataku?”
“Apa saja menggoyahkanku hingga aku mampu lari sejauh ini.”
Aku terdehem.
“Belum jauh....”
“Namun sudah membuatku mendekatmu.”
Itu sudah kualami lewat bibir tipis lembut dan menggairahkan ketika ia melumat dan menindihku. Sembari kaukatakan: ini bibir wanita keberapa yang kaulumat? Sejauh itukah aku dalam pandanganmu? Sebagai lelaki yang telah melarikan dari kenyataan keseharianmu sebagai wanita terhormat, yang ada dalam kerumunan para sahabat?
“Betapa jahat aku, ya?”
“Karena itu kau seperti matahari dan aku rembulan. Berkejaran ingin berpelukan ....”
Aku tertawa. Rembulan diam bertengger di atas dan diam di permukaan air kolam renang.