“Jadi ....”
“Aku nggak ingin kau menghempaskannya ....”
“Dari?”
“Kenyataan. Kalau kau ini benar seperti yang ada kesamaan-kesamaan di antara kita.”
“Misal?”
“Aku punya tahi lalat tersembunyi, dan kau ada andeng-andeng di situ juga.”
Aku tertawa.
“Iiiih ...!”
Aku tak ingin menimpali seruan manja Tika itu. Biar itu menjadi milik kebiasaannya. Khas wanita yang kangen panjang pada buaian sentuh jemari lentik yang kupunya. Yang bisa menggelitik hati banyak kepada wanita. Namun tak pernah kugunakan. Untuk apa? Aku bukan lelaki seperti yang dibayangkan banyak wanita yang kenal denganku. Hanya karena aku punya sesuatu yang bisa meruntuhkannya.
“Kita bobok, yuk.”
Ia menggeleng.