Cerita Minggu Pagi 18
DISODORI wanita cantik dengan dada menggelembung, tak membuatku bergeming. Dan ini bukan kali yang pertama, kedua atau ketiga. Entah keberapa. Tak ingat. Hm, wanita-wanita modern, cantik dan tahu diri, pikirku.
Klik!
Muncul informasi terbatas dari akunnya bernama indah: Angeline. Kubesarkan gambar itu. Dan makin menantang foto-foto yang muncul. Bahkan kemudian ada bagian-bagian semestinya ditutupi rapat-rapat bila ia wanita bermartabat.
“Tak tahu diri,” desisku. Aku mengubah jalan pikiranku sendiri terhadap orang-orang semacam ini. Orang-orang, akun, atau entah berantah apa di dunia maya kini. Namun ia ada mengteksnya begini: kirimi aku pulsa lima puluh ribu saja. Dan Anda akan mendapatkan gambar-gambar diriku yang lebih hot!
Kalimat itu, seperti kalimat pasaran. Karena pernah kujumpai, begini: Jika Anda mengirimkan seratus ribu rupiah, maka Anda akan mendapatkan gambar hidup aku sedang mendesah-desah. Kita bisa bermain.
“Bukan main!”
Aku mengabaikan itu. Inikah dunia murah-meriah wanita-wanita cantik dan semlohai. Ahai! Kalau saja itu adanya sepuluh lima belas tahun lalu, dan wujudnya di depan mataku, entahlah apa yang terjadi. Mungkin kusergap tanpa ampun. Walau itu adanya di depan umum.
Aku jadi terigat dengan kalimat: manusia-manusia telah berubah menjadi setan penggoda. Manusianyalah menjadi setan itu sendiri. Bergentayangan kini. Di kekinian. Di maya pada ini.
Aku ingin tidur saja. Tapi mata tak kunjung terpejam dan lelap. Bukan wanita berdada super itu yang menggoda. Aku besok mesti mencari uang untuk membayar hutang. Sekaligus mencari uang untuk anakku masuk sekolah.
“Ayo, Om Telolet ...!”
Aku mengutuk. Tapi kenapa aku membuka akun jejaring, dan muncul wanita berdada membusung yang menggoda itu lagi. Apa maksudnya dengan ajakan telolet itu?
“Kalau ya, kenapa?”
“Kita ketemuan, dan kita telolet ....”
Aku tampar dijadatku sediri. Plak, plak!
“Aku benar-benar tolol ....et!” ketikku, meluncur begitu saja.
“Ndaklah.”
“Ndak maksudmu? Kamu Jawa, ya?”
“Hahaha ... memang ndak ada wanita Jawa berdada besar?”
Kian tolol saja aku dengannya. Aku mengerti kini apa itu telolet. Sebuah ajakan dari seorang wanita berdada besar. Tak berarti berjiwa besar, agaknya. Kecuali ingin melewatkannya bersamaku di kasur. Oh, spring bed, mungkin.
“OK. Kita teloletan.”
“Asyiiiik ...!”
Setelah mengiyakan, aku membungkus laptop, untuk kugadaikan di tempat-tempat yang bermunculan di banyak tempat itu. Selanjutnya aku berhubungan dengan si wanita berdada besar itu via HP. Di mana ianya melekat di situ. Dengan banyak pose. Dengan tidak hanya dadanya saja.
Aku benar-benar tololet, desisku dan melangkah limbung.
***
Angkasapuri, 25/12/16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H