Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nasi Goreng uP2Yu, Benar-benar Gila Pedesnya

23 Oktober 2016   06:07 Diperbarui: 27 Oktober 2016   05:34 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul 10.47 kaki melangkah masuk di Hotel Ibis Budget  di Jalan Cikini Raya 75, Jakarta Pusat. Celingak-celinguk, setelah melempar pandang ke kolam renang berair biru jernih. Tak banyak yang berenang pada Sabtu (22/10) itu. Melihat lelaki bercelana pendek dan kaos hitam berteks: weeat, wewrite dan kutaksir-taksir: Ah, ini salah satu dedengkot KPK.

“Halo!” sahut Sutiono Gunadi begitu menengok ke belakang.

“Mana tempatnya?” tanya saya, TS.

Ah, ada tulisan di dinding di atas kolam renang: uP2Tu, Resto & Cafe. Lalu TS bareng Sutiono pun beranjak ke arah sisi selatan tempat yang bersebelahan dengan TIM (Taman Ismail Marzuki) itu. Nah, di sana sudah ada Boss Madyang, cukup mengenali dari kepala bersinar: Rahab Ganendra. Sedang asyik berdua dengan gadis berjilbab Kompasianer anggota KPK juga.

Jelas sudah di mana uP2Yu itu.
Jelas sudah di mana uP2Yu itu.
Saya dan Sutiono Gunadi yang baru menerbitkan buku The Power of Inspiration pun bergabung. Belum mengerti harus apa. Sebab, memang belum waktunya acara Gerebek #27 di Cafe yang ternyata baru berdiri 3 (tiga) minggu lalu atawa awal Oktober 2016 ini. Pemiliknya keroyokan: Adhi Nugroho, Miza Tania. D dan Roekman, posisi di Bangka. “Saya tiap hari di sini bersama 12 orang pegawai. Sementara Pak Adhi di antaranya yang ngurusi soal di medsos,” ujar wanita yang grapyak itu. Lihat saja fotonya bertiga dengan Sutiono dan Adhi, hehehe.

Adhi, Sutiono dan Miza Tania (foto:TS)
Adhi, Sutiono dan Miza Tania (foto:TS)
Sop Buntut Semua: Okay!

Dengan kata lain, KPK dengan 20 pasukannya, spesial menggerebek uP2Yu yang masih gres. Di mana dari cafe & Resto, bisa melihat kolam renang ukuran olympic, apalagi jika kaca jendela dirol ke atas yang akan membukanya. Sehingga angin dari arah utara akan masuk, tanpa perlu AC meski di langit-langit bergantung dan berputar kipas angin besar. Plus kerangka AC yang dicat abu-abu tua. Berkesan “gudang” nan bersih dan artistik.

Dokumentasi pribadi TS
Dokumentasi pribadi TS
Bangku-bangku yang ada pun memberi sentuhan cafe yang ramah. Tidak banyak poster seperti umumnya tempat santai dan tempat mengudap mengudap. Cukup jembar, apalagi jika melihat ke arah utara air kolam renang. Duduk di bangku tinggi, sambil membuka gadget, jadilah: lupakan keruwetan dan tekanan waktu kerja jika hari kerja (bisnishour). Ditambah dengan menu utamanya: Sop Buntut hasil racikan Budi Sutrisno. “Startingnya delapan puluh lima ribu rupiah untuk paket lunch,” sebut Adhi berkaos krah putih dan berkacamata yang mengaku pengintip pasif Kompasiana.

Bukannya maka, eh ...nggadget. Ngetwit. Halaah.| Dokumentasi pribadi TS
Bukannya maka, eh ...nggadget. Ngetwit. Halaah.| Dokumentasi pribadi TS
Dokumentasi pribadi TS
Dokumentasi pribadi TS
Menggerebek tempat yang tidak terlalu besar, kapasitas 50-an orang ini, seperti disergap oleh para penggila kuliner di bawah naungan Kompasiana. Celoteh aneh, ger-geran adalah menu asyik sebuah acara icip-icip tempat baru yang dulu sebenarnya telah digunakan untuk acara serupa: kuliner juga. “Ya dengan nama baru, biar lebih fresh,” ungkap sepasang pemilik yang seperti habis-habisan mengorek Kompasianer siang itu.
Dokumentasi pribadi TS
Dokumentasi pribadi TS
Acara demonya Budi Sutrisno pun, segera mengundang para KPK-wan dan KPKwati untuk mengerubuti: nasi goreng, mie ayam Indonesia, sapo tahu dan Sop Buntut yang menjadi menu unggulan. Disebut unggulan, karena kemudian lima belas Kompasianer memesan menu dengan tiga potong daging membungkus tulang itu (kata Kompasianer Tamita Wibisono) cukup oke – lha, TS kan ndak berani, takut nggemuk hehehe. Lainya memesan: 2 sapo Jarwo, eh sapo tahu dan 3 lainnya pilih Nasi Goreng Gila: Tauhid, Kevin dan TS.

Dokumentasi pribadi TS
Dokumentasi pribadi TS
“Sabar ...nanti bagian kita ditambahi!” celetuk Tauhid karena kami bertiga mendapat giliran belakangan, semnetara yang menyikat sop buntut sudah selesai. Tauhid ternyata doyan bener pedes. Sehingga ketika datang, langsung dilahap tandas. Sedangkan Admin Kompasiana satu-satunya bertubuh raksana pun megap-megap kepedasan. Sehingga diledek habis-habisan Tamita. Persis TS, hehe. Sehingga ndak habis satu porsi yang memang menggunung itu, ditaburi irisan bakso dan sosis. Plus kerupuk dan emping.

Nah, pada sesi owner Adhi Nugroho  minta saran masukan tentang menu yang disajikan pun ndak TS sia-siakan. “Saya tukang jalan dan tukang makan. Untuk ukuran saya, pedasnya kelewatan, hah hah hah,” bener-bener perlu menandaskan teh es manis dan minta pegawai perempuan satu gelas lagi air putih untuk menutupi megap-megap. Eh, diimbuhi cake tape – katanya untuk sharing. Lumayan!

foto atas: 3 jago ngetwit dan 2 Owner uP2Yu.| Dokumentasi pribadi
foto atas: 3 jago ngetwit dan 2 Owner uP2Yu.| Dokumentasi pribadi
Gerebek tanpa foto dan divideokan, gak absah. Apalagi boss madyang Rahab Ganendra bertindak sebagai director – pas dengan kepala licinnya – memberi aba-aba. Mengatur susunan peserta Gerebek plus owner. Oya, termasuk ketika ada permintaan crew yang muda-muda sebagian berpakaian seragam biru untuk minta dicasting.

Bawah 3 tahanan KPK.|Dokumentasi pribadi
Bawah 3 tahanan KPK.|Dokumentasi pribadi
“Dengerin aba-aba ...1, 2, 3 ...!” seru Rahab.

“Kenyaaaaang!” sahut KPK ramai-ramai.

“Satu, dua, tigaaa ...!”

“Joooooos!”

Adhi Nugroho yang ternyata kerap mengintip Kompasiana pun tertawa. Senang. Dibarengi Bu Miza Tania.

up2-foto-bareng-580bef9ad39273454d99672c.jpg
up2-foto-bareng-580bef9ad39273454d99672c.jpg
Dan pukul 13. 47 mulai beringsut membubarkan diri dari acara Gerebek itu. TS berjalan bersama Tauhid, Mas Wahyu dan istrinya menuju Stasiun Commuter Line Cikini, merasakan hal aneh. Terutama setelah menyambung dengan kendaraan di jalan raya yang Sabtu itu ndak terlalu macet. Kok, lehernya panas, ya? Gila. Ini rupanya efeknya. Makanya, ketika ada kesempatan membuka jendela, bukan seperti di cafe uP2Yu dengan menggulung rantai, kubiarkan angin menerpa. Juga ketika gerimis dan menerpa membasahi sekitar leher. Hm, ini cara alami menolak bala irisan cabe-cabe merah dalam adonan di Nasi Goreng Gila atas perintah chep Budi Sutrisno!

Gilllaaa ...? Aptuyuuuu...lah!

***  

Foto-foto: TS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun