Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngoplah Fiksi yang Pertama: Sukses!

7 Oktober 2016   18:52 Diperbarui: 7 Oktober 2016   19:30 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah gayengnya sebuah acara Ngoplah kali ini. Dan sebagai acara berkait dengan fiksi, ndak bisa ndak, menggeret para penggiat peminta seni sastra: puisi maupun prosa. Teman-teman Edrida – yang bukan Kompasianer pun nimbrung. Juga teman Tamita, yang rela menembus kemacetan Jakarta dengan sepeda motornya ndatengin Ngoplah pertama perihal fiksi.

14600938-1493405530687153-5157249550101022956-n-57f78c0d71937315150b7020.jpg
14600938-1493405530687153-5157249550101022956-n-57f78c0d71937315150b7020.jpg
14502936-1493405450687161-1063250140716939478-n-57f78c1cd07e619d1473af11.jpg
14502936-1493405450687161-1063250140716939478-n-57f78c1cd07e619d1473af11.jpg
Rahab Ganendra, Fiksianer terbaik di Kompasiana kategori fiksi 2014 pun ikut angkat bicara. Meski ia mengakui kalau belakang ke passion yang lain, yakni perihal Madyang menjagai KPK-nya. “Saya selalu mengaitkan soal sosial,” katanya kalau lagi berpuisi.

Kompasianer Muthiah Alhasany, sekretaris umum Wanita Penulis Indonesia pun mengharapkan gerakan soal sastra. Sepaham dengan Edy Priyatna yang kerap berkomentar dengan khas; Manstaf. Bahwa para Kompasianer “sama” dalam soal berkaya di tataran karya kreatif ini.

Dan dalam soal karya seperti ini, tak bisa tidak. Ikut mengundang mereka yang menggunakan bahasa-bahasa simbol. Termasuk bukan Kompasianer yang ikut bergabung dalam Ngoplah kali ini. Semisal Irene akademisi yang datang dari Bandung bersama temannya, dan Endro penggiat sastra dari Tangerang. Ini seperti menggenapi Isson Khairul yang didapuk untuk sedikit mengulik acara Ngoplah kali ini. Di mana ia mesti mencuplik penggalan puisi Goenawan Mohammad. Bahwa, karena kita bukan siapa-siapa, maka dengan “menulis” dan hadir dalam berkarya untuk menjadi “ada”.

Berlanjut ngopi di kantin Kompas-Gramedia. (foto Arum)
Berlanjut ngopi di kantin Kompas-Gramedia. (foto Arum)
Sehingga acara kian gayeng. Seperti acara dua jam kurang. Dan menjadi  kebiasaan – seperti disebutkan Maria Margareta yang datang belakangan: justru sambil ngopi di belakang Kantor Kompasiana, dilanjutkan lebih seru. Hingga malam menuju puncaknya.

Ngoplah fiksi yang pertama, barangkali perlu: (di)lanjutkan!

***  

 Foto-foto: Rahab Ganendra dan Ita DK.

      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun