MENULISKAN Tjiptadinata Effendi takkan pernah kehabisan bahan, di Kompasiana ini. Pun bila disandingkan dengan Roselina Tjiptadinata yang oleh sebagian Kompasianer disebut sebagai Oma. Bisalah disebut Opa Tjiptadinata atawa Pak Tjip menjadi bagian penting di Kompasiana dan para Kompasianer yang secara umum jauh lebih muda. Ketika keduanya berulang tahun ketujuh puluh tiga, maka berhamburanlah tulisan dari para sahabat. Hingga kemudian terbitlah buku ini, sebagai : SpiritSepasangMerpati.
SambunganHati
Jika menilik jumlah tulisan Pak Tjip dan tingkat keterbacaan serta apresiasi para Kompasianer, sesungguhnya itu bukan hal aneh, berlebihan dan neko-neko. Karena memang itulah yang terjadi, di mana di era media sosial sekarang ini, ada sebuah kolam Kompasiana yang mempertemukan Pak Tjip-Bu Lina dengan para kompasianer lainnya yang disambungkan walau berjauhan secara fisik. Dan uniknya, teman-teman Sepasang Merpati ini tak dinafikan dengan segala urusan yang kadang menyakitkan, yakni yang berbau SARA.
Boleh jadi, tersebab Pak Tjip yang dengan entengan mengulurkan tangan bagi para Kompasianer. Apa bentuknya? Berkomentar yang kadang sepele saja: Salam Hangat dari kami (kadang menyebutkan di mana sedang berada). Tingkat kebersahajaan seorang yang sesungguhnya Master Reiki – dengan perwakilannya di seluruh Indonesia. Plus seorang penulis bukan di kekinian di Kompasiana saja. Sebab sejumlah judulnya bukunya semisal: Enlightenment, Power of Dream bisa disebut lebih dari lumayan, best seller dan bahkan bisa untuk sangu Pak Tjip dan Bu Lina jalan-jalan ke beberapa negara.
Dengan kata lain, keberbuncahan tulisan Sang Kompasianer of the Year 2014 ini, pas diapresiasi para Kompasianer yang memang membutuhkan dorongan spiritnya, juga dari Bu Lina pendampingnya. One day one article-nya Pak Tjip menjadi bukti. Bahwa ia berkontribusi sejalan dengan Kompasiana dalam “Berbagi”. Menjadi niscaya. Bahwa saat kita memberi, sesungguhnya kita sedang (dalam proses) menerimanya pula. Indahnya. Padahal, Pak Tjip kerap berbagi tentang kepahitan masa lalunya – agar bisa dijadikan pelajaran bersama. Supaya tak kejeblos ke lubang tak mengenakkan yang pernah dialami Pak Tjip.
Apresiasi sejumlah Kompasianer dalam buku ini, tak berlebihan dengan tajuknya: Spirit Sepasang Merpati. Yakni penyemangat bagi simbol kesetian Pak Tjip-Bu Lina. Pula cukup jelas tergambarkan dalam cover dengan latar belakang hitam. Ada angka 73, di mana penanda Pak Tjip sudah berusia dengan kepala tujuh enam bulan lalu. Sebagai Oldman, ia tetap sehat dan berbagi kepada kita, terutama kompasianer yang lebih muda dalam berbagai minat buah tulisannya – disimbolkan dengan mesin tik jadul berwarna – lambang kehidupan keduanya yang berwarna alias full colour. Lalu, kita dapatkan foto Pak Tjip dan Bu Lina secara hitam-putih (black-white) di mesin tik itu, hasil rekayasa penerbit yang sudah menerbitkan buku Pak Tjip dan Bu Lina: Beranda Rasa, Penjaga Rasa dan Sehangat Matahari Pagi. Jadilah.
Dalam pengantar buku ini, Pak Tjip cukup sederhana menggoreskan: Serasa tidak cukup sebuah untaian kalimat yang kami sampaikan, untuk mengungkapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua sahabat kami yang begitu menyayangi kami, sehingga bersusah-payah untuk menghadiahkan sebuah tulisan. Baik bagi diri saya pribadi maupun untuk istri tercinta saya Lina.
Kompasiana, yang persis besok Sabtu (8/10) berhajatan Kompasianival, seperti memberi kado bagi Pak Tjip dan Bu Lina yang tahun ini berulang tahun ke 73. Setidaknya, kesetiaan dan kontribusi keduanya menjadi matahari bagi para Kompasianer yang bisa dibagikan – seperti kebiasaan dan hal yang ingin dipertautkan mereka sebagai penghuni media warga ini: Kompasiana.
Salam Kompasiana.
Judul: Spirit Sepasang Merpati