Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Rose RTC) Sajak September untuk Septi

15 September 2016   08:24 Diperbarui: 15 September 2016   08:48 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulang menyeret kaki dengan lunglai. Apalah arti bulan bulat telanjang di atas kepala pening menahan bagian cinta dari jauh seberang.

Di kamar ingin kutulis sajak. Untuk Septi. Seperti sepi-sepi kemarin lalu. Satu kata sudah terlukis. Hanya nama: Septi.

Selanjutnya sepi.

***

Aku mulai tahan dengan memandang matahari muncul dari pemukaan danau. Hingga nanar dan mata berair.

Jika masih bertahan, tersebab ini untuk cinta. Untuk Septi. Meski sepi menggelayut setiap hari. Setiap tarikan nafas ketika hari mulai panas. Pekerjaan yang kulewati tak ada apa-apanya. Hanya bagian dari Septi, bagian sepi di sini. Esok malam, purnama. Aku akan menanti Septi di tepi danau. Tak usah berbekal apa-apa, katamu. Untuk kita memandang danau luas disepuh cahanya. Ini baru awal September. Hujan belum begitu deras di sini.

“Tak usah kau jemput aku di dermaga. Kau tunggu langsung di tepi danau.”

Bisa disebut sebuah perintah. Aku tak bisa membantah. Kecuali memang itu sebagai doa pengharapan perjumpaan, satu purnama kemarin janjinya.

Ujung atas bulan menyembul dari permukaan danau. Aku menahan nafas. Seperempat bulan menyerupai sabit meninggi. Aku masih diam. Belum kucium wangi rambut panjang Septi. Rambut lurus selalu dikepang satu yang ujungnya menyerupai kuas. Agak lancip. Yang sering kumain-mainkan untuk menyapu hidungnya. Dan ….

“Aku hampir di belakangmu …,” sebuah suara pas rembulan membulat dengan ujung lingir bawahnya meneteskan air ke danau.

“Jangan berpaling sebelum ia sedepa dari permukaan danau….”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun