Ingar-bingar politik atawa setengah tahun ke depan Pilkada Gubernur Banten 2017, tak begitu terasa. Setidaknya, tergerus oleh keriuhan Ahok sebagai petahana dalam Pilgub DKI Jakarta dengan entah siapa yang akan maju, dan siapa pula wakilnya. Di Banten, petahananya, kebetulan selebriti Rano Karno tampak kurang greget. Bahkan ketika ada acara Kongres Rakyat Banten (KRB) 10 Agustus lalu ia tak mengikuti jalannya acara “visi-misi” bila kelak mereka menjadi calon tetap.
Bisa Maju, Sebenarnya
Sambutan Ketua DPR-RI Dr Ade Komarudin, cukup tandas. Bahwa bangsa ini bisa maju, sebenarnya. Mengingat apa yang telah dilakukan Jepang, sebagai pembanding bangsa yang bangkit setelah restorasinya pasca Bom atom Hiroshima. Mengingat kekayaan alam melimpah. Memang, sayangnya Banten ada sejumlah wilayahnya masih dianggap terbelakang, dan stigma itu tak mudah lekang dari tetangga ibukota Negara DKI Jakarta yang penuh dan panas menjelang Pilgub, terutama dengan Basuki Tjahaya Purnamanya, tentu.
Tak cuma setelah “merdeka” kemudian diperebutkan oleh sekelompok tertentu saja. Mengingat, terutama, warga Lebak dan Pandeglang pada garis yang tidak sesejahtera Tangerang, Serang atau Cilegon pada umumnya.
Para calon Gubernur plus Wakil Gubernur pun piawai menjelaskan visi-misinya Banten ke depan. Sehingga moderator perlu cakap walau acara dibuat tidak tegang alias cair. Mengingat, bagaimanapun ini ajang acara untuk rakyat Banten langsung. Bukan acara debat kandidat Gubernur Banten oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Jika sebagian fasih, tersebab di antara mereka ada yang pernah melewati jenjang pemimpin dibawah Gubernur, sebagai walikota. Dan mereka cerita sukses dirinya serta ingin memperbaiki Banten yang disebut kurang greget dalam membangun. Wajar, tentu.
“Banten ke depan, tidak dikorupsi,” adalah sebuah tawaran mereka. Lengkap dengan solusi seperti apa yang semestinya dilakukan. Plus janji-janji: kalau dipilih kelak menjadi Banten Satu akan.
Jika di luar ruang tempat berlangsungnya KRB yang bergemuruh, karena ada beberapa pendukung mereka yang sedang mencari sekaligus mencuri perhatian dengan visi-misinya. Di mana spanduk-spanduk pun berkibar-kibar di sekitar area parkir tempat berlangsungnya KRB. Lengkap dengan tawaran angin surga. Lazim.
Deklarasi
Cilegon dalam konteks inisiasi KRB ini, tentu tak bisa melepaskan nama Aat Syafa’at, walikota Cilegon (2010) sang inisiator. Untuk apa sebenarnya KRB ini diadakan jika tak bisa menawarkan calon pemimpin Banten mendatang? Lumayan, karena dari KRB ini kemudian terbacakan sebuah deklarasi di ujung acara. Isinya, tentulah sebuah tawaran yang bagus untuk kepentingan Banten bersama.
Sebuah penanda, bahwa sudah semestinya wilayah yang bergandengan dengan ibukota Negara tidak dicitrakan sebagai wilayah yang tertinggal lagi. Sekurang-kurangnya, inilah wilayah yang menggeliat dengan segala fasilitasnya yang dipunya. Jika salah tata kelola, bisa menjadi daerah (yang ada) di Pulau Jawa yang tertinggal. ***