Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orchestra Gotong Royong di BPJS Kian Harmoni

19 Juni 2016   22:13 Diperbarui: 20 Juni 2016   06:43 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SATU orang sakit, orang lain ikut merasakan. Begitu selazimnya. Pertanda bahwa si sakit layak untung ditolong, disembuhkan. Sehingga berlanjut: rakyat sehat negara lebih produktif.

Ketika orang jatuh sakit, sesungguhnya ia tak berkehendak. Lebih-lebih di era modern. Ongkosnya mahal. Beruntung, tahun-tahun terakhir ini Negara punya peduli dengan masalah yang tak dikehendaki orang sehat badan dan pikirannya. Namanya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Di mana hingga tindakan operasi dengan peralatan modern, pun bisa diperoleh warga negara yang dalam ekonominya susah-payah, ekonomi lemah. Bisa ditolong. Dan semua itu, berkat saling silang “dana” dari sesama warga-rakyat dengan difasilitasi negara.

Ilustrasi orang sakit dan ketika berobat, bisa banyak cara dan mendatangkan cerita. Sukanya, apabila si sakit menjadi sembuh, dan keuangan tidak runtuh. Sebaliknya jika kemudian berujung duka, walau, “Untuk urusan nyawa, Tuhan yang Kuasa,” kata Bayu Wahyudi, Direktur Hukum, Komunikasi, Hub. Antar Lembaga BPJS Kesehatan dalam acara nangkring di Gedung Kompas Gramedia Palmerah Barat, Jakarta.

Acara yang sesungguhnya super rumit, dari bibir lelaki berkacamata itu menjadi ger-geran. Bahkan sempat menyebut saya, Thamrin Sonata, yang bertanya di awal kesempatan Tanya-jawab: disebut sebagai anggota grup dangdutnya Bang Haji Rhoma Irama: Soneta. Sehingga Nurulloh sebagai moderator nyeletuk: wah, bisa-bisa kita di sini menjadi “sakit” karena Pak Bayu kerap terpeleset ucap, walau itu disebut Pak Bayu untuk mencairkan suasana.

Memang, cerita orang sakit adalah cerita yang kerap memeras airmata. Apalagi, jika “gagal” sembuh ketika sudah melalui perjalanan pengobatan di sebuah Rumah Sakit. Nah, di sinilah lika-liku orang sakit dan bagaimana mendapatkan pengobatan-perawatan di era modern di Indonesia ditangani di Rumah Sakit, baik RS Negeri maupun RS swasta dan ada peran BPJS. Setidaknya, harapan dengan kita adanya BPJS Kesehatan – sebagai metamorphosis Askes. Ya, dulu dulu kelewat elitis bagi masyarakat tingkat bawah yang “tidak bekerja” untuk mengetahui apa itu Askes.

Tiga Unsur, dan Bahu-Membahu, Mestinya

Tiga unsur agar masalah yang tak ingin dialami oleh kita sebagai manusia, dan bisa menuju gotong-royong, sehingga masyarakat sehat dan Negara menjadi kuat, sesungguhnya tiga unsur yang saling mengait. Yakni: Rakyat atau warga (si sakit), Rumah Sakit dan sejenisnya (Pelaksana), dan BPJS yang sejak 2 (dua) tahun belakangan ini nge-hit. Menggiring penyadaran kepada warga. Bahwa, masalah yang bisa datang sewaktu-waktu,. Selazimnya untuk disikapi dengan bijak. Tidak menggunakan aji kepepet, ketika sakit baru mengurus agar bisa “berobat gratis”.

Ini disadari oleh Pak Bayu, yang memaparkan persoalan-persoalan yang ditampung di lembaganya BPJS. Terutama jika ada warga yang sakit dan tidak ditangani oleh Rumah Sakit secara baik, transparan dan profesional. Namun, jika menilik kini RS Swasta bertambah dari awalnya “rela” menjadi mitra BPJS di kisaran 49 persen, sekarang sudah di atas lima puluh persen bias disebut sebagai sebuah indikasi kesadaran dari salah satu untuk penting dalam konteks ini. Memang, kondisi ini sebagian dari adanya RS yang memanfaatkan dalam kesempitan yang sangat tidak manusiawi. Setidaknya, apa yang penulis lihat dan amati di lapangan. Semisal, ada RS Swasta yang tidak jujur demi mencapai keuntungan. Meminta pasien untuk mengakui ditangani dengan biaya di atas yang semestinya. “Kami sudah mengetahui, dan kami akan menegur serta membina mereka,” lanjut Pak Bayu.

Warga pun Dituntut Aktif

Dari sisi warga yang menggunakan jasa BPJS pun, sudah selayaknya untuk berbuat baik – dengan membayar iuran sesuai dengan pilihannya. Baik yang terendah maupun yang teratas – antara sebesar 25. 500 sampai dengan 80. 000 per bulannya. Meski, ketika menunggak pun, masih diupayakan dan diingatkan untuk tetap “membayar” kembali tanpa perlu di-dop-out atau ditendang dari keanggitaannya. Ini, bisa karena berbagai sebab – namanya juga berkait dengan keuangan dalam sebuah keluarga. Namun sangat disayangkan apabila merasa sedang sehat, dan tidak membayar. Tidak begitu, mestinya. Karena di sinilah sifat dan niatan dari kegotongroyongan untuk soal sehat bersama ini.

Dengan konsep yang terus dibenahi, mestinya warga menyadari apa arti “tetap sehat” bersama alias dengan gotong royong ini. Karena, cerita ribet dan mendatangkan duka-cita pada lima tahun lalu, misalnya, warga sakit dan perlu ramai-ramai menggalang dana masyarakat itu sebuah upaya yang tidak merata. Sebaliknya, jika menyadari bahwa dengan dikelola oleh BPJS, pelan-pelan akan memasuki sistem yang baik, benar dan unsur kebersamaan yang berujung pada Negara dan kita hidup secara berbangsa.

Unsur Rumah Sakit

Bagi Rumas Sakit plat merah, jelas tak bisa mengelak dengan adanya program yang mengacu bagi BPJS. Di mana UU No. 24 Tahun 2011, BPJS akan mewujudkan Sistem Jaminan Sosial dan perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba dan seterusnya … akan dituntut melayani siapa pun yang telah berkewajiban membayar iuran dan sudah menjadi “anggota”.

Rumah Sakit yang professional, jelas menjadi dambaan warga yang sakit dan wujud dari gotong royong ini. Melayani dengan sepenuh hati, tanpa mesti tekor apalagi ambruk, misalnya. Tidak. Bukan itu yang dimaksud dengan penanganan bagi yang sedang sakit dan mesti ditangani sebagaimana mestinya.

Unsur BPJS

Meski sudah sama diketahui, BPJS Kesehatan merupakan kepanjangan tangan dari Pemerintah yang mengharap bisa melayani warganya secara baik dan kerap dituding hal-hal yang kerap kurang enak di telinga. Apalagi, ini di tengah keterbukaan dan era TI (Teknolgi Informasi) dan dengan media social yang terbuka. Ini amat disadari oleh BPJS – seperti diakui berulang-ulang dalam penjelasannya – Pak Bayu mengerti dan justru mengharap pemasukan sehat walau kritis. Inilah saatnya BPJS sebagai direjen dalam orckestra kesehatan secara menyeluruh dan adil, untuk mewujudkan kebutuhan penting. Tidak semata didengungkan oleh calon Kepala Daerah dalam kampanye: Berobat Gratis!

Gambar: infobpjs.net
Gambar: infobpjs.net
Apabila orchestra Kesehatan ini berjalan, tentu akan menjadi indah. Bagi yang sakit – kalau kebetulan dari yang hanya mampu membayar iuran kelas paling bawah – tetap bisa sehat karena “bantuan” dari yang membayar lebih tinggi dan sehat lebih panjang. Yang membayar dan “mensubsidi” baru, umpamanya, menggunakan haknya sebagai pemegang kartu BPJS yang dimiliki. Mengingat UU No. 33 tahun 2009 pasal 171, adalah 5 (lima) persennya diambil dari APBN. Artinya, angka yang lumayan tinggi kalau tidak dibantu oleh mereka sebagai pengguna BPJS Kesehatan. Semoga indahnya adanya orchestra ini: Gotong Royong Demi Indonesia yang Lebih Sehat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun