Plak! Aku menepuk jidat sendiri. Demi melihat gadis yang berhadap-hadapan denganku, meski agak menyerong. Gadis berbaju kotak-kotak yang kian tak senang menampakkan wajahnya.
Bukankah... hm. Aku tak ingin terus berkhayal dengan gadis berbaju kotak-kotak. Yang kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam tas yang dicangklongnya. Ternyata bungkus kue daun pisang. Mungkin kue pisang, mungkin lemper. Tapi itulah saatnya yang membuatnya goyah condong ke belakang ketika kereta seperti mengerem agak mendadak. Aku refleks, berdiri. Lalu mencoba membantunya. Dan, ia melepas gelas plastik yang isi kuningnya tinggal segaris kecil. Secara kaget.
“Terima kasih,” katanya ketika ia melepas gelas itu, karena kerepotan dan mempertahankan daun pisang kue. Tangan kanannya masih tetap berpegangan pada ring putih yang menggantung.
“Kembali kasih....”
Lalu ia mencoba meminta gelas plastik minumannya itu.
“Saya bantu bawakan untuk dibuang di tempat sampah, sampai tiba di stasiun....”
“Kranji....”
“Ya, Kranji. Sama-sama....”
Dan kami sama-sama turun ketika pintu terbuka di Stasiun Kranji.
“Anda Mas TS... 26 tahun, lulusan komunikasi Semarang, dan pengarang... gombal!” ujarnya ketika kereta berlalu menuju ke timur, ke Bekasi.
Aku mengernyitkan kening. Berhenti mendadak. Melihat punggungnya. Tak bisa melihat ekspresi wajahnya. Karena tak ada kaca memantulkan wajahnya seperti di kereta tadi.