Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Film Malam Ini

30 Mei 2016   02:22 Diperbarui: 30 Mei 2016   02:34 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film malam kali ini tentang luka. Luka dari pisau ketul, tak tajam. Dan ada karat yang masuk ke dalamnya.

“Aku akan mati ....”

Tapi ketika ia menengok- kiri-kanannya tak ada siapa-siapa. Senyap. Tetap gelap malam. Dan nyeri yang ada di lengan kiri.

Layar menjadi gelap. Disusul bintik dengan dengungnya berkepanjangan. Richard menekan tombol. Klik. Mati.

Lelaki itu menyisir rambut dengan jari-jemarinya. Ia pun memejamkan mata. Lama. Terbayang lorong panjang, gelap dan sunyi.

Di sisinya, tergeletak sesosok tubuh. Dengan punggung terbuka. Richard tak bergeming untuk menyentuh dan mengelus-elusnya seperti dua puluh lima tahun lalu. Yang membuatnya terangsang dan kemudian ia membangunkannya. Lalu ia menindihnya. Dan kemudian terjadilah. Muncullah Tika dan Dion.

“Film itu telah meracuninya ....”

Dan malam tetap sunyi. Terus menuju penghujung malam. Ke dini hari. Tak membuat Richard untuk melakukan apa yang bisa membebaskan diri dari film yang baru saja ditontonnya. Film malam yang selalu ditonton Siska. Meski lebih sering film habis di ujungnya dan Siska sudah terkapar. Dengan dengkuran yang tak pernah membuat Richard bisa membungkamnya.

Tadi Richard mematikan TV ketika Siska shalat Isya di ujung waktu. Dan Siska selesai salam ke kanan dan kiri, mengambil remote control. Klik. Menyalakan film kesayangan. Film lanjutan dengan entah cerita apa yang tak dipahami Richard.

“Kau mau sembahyang atau menonton dan mendengar tivi?”

“Suka-suka.”

Dan Richard hanya mendengus. Lalu berjalan ke luar. Dan duduk bangku kayu beranda. Lama menyerap daun-daun mangga, ujung anggrek yang tetap mengeras, dan melati yang diam kecuali bunganya yang menyeripit walau angin tak jelas bentuknya. Wangi.

“Film malam ini tentang apa?”

Richard bingung sendiri. Walau tadi ia melihat lelaki yang lengan kirinya terluka oleh pisau tak tajam yang ditancapkan seorang wanita dengan penuh amarah. Rambut acak-acakan dan hidung meler ingus bening.

***

Angkasapuri, dinihari, 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun