MENERIMA buku Much. Khoiri dalam 38 Wacana sehari setelah Hari Buku Nasional, 18 Mei 2016, setengah kaget. Bukan bukunya itu, tapi isinya. Di mana, justru bukan tulisan-tulisannya yang memberondong. Namun tulisan-tulisan tentang tulisan karya tulisnya dari para sahabat.
Itulah mengapa “pengorbanan” saya untuk mewujudkan gagasan baru – berupa buku yang Anda pegang ini – saya harapkan cukup sepadan dengan kemanfaatannya bagi Anda sebagai pembaca, catat Cak Emcho sebagai penyusun buku dengan sampul dirinya itu.
Memang tak mengejutkan isinya. Sebab, saya yang termasuk menulis tentang buku-buku karyanya sebanyak 3 (tiga) buah tulisan: Goresan Tukang Potret Keliling, Kompasianer Emcho Bukan Kho Ping Hoo, dan Bedah Buku Kompasianer Emcho sudah diberitahu ia akan menerbitkan buku “gagasan baru”nya itu. Sedangkan di belakangnya ada David Sudarko, Dr. Ngainun Naim, Eko Prasetyo, Ferdianadi, Ibnu Samad, Isson Khairul, M. Anwar Djaelani, Mauliah Mulkin, R Gaper Fadli, Syaf Anton WR, Syaiful Rahman, Thamrin Dahlan, dan Tutut Guntari.
Emcho yang sudah menerbitkan Rahasia Top Menulis (Elex Media Komputindo) di akhir 2014 ini, memang bisa dan biasa mengolah apa saja pun menjadi bahan tulisan. Bahkan ketika dalam acara bedah buku di TB Gramedia Matraman, Jakarta 20 Maret 2015, ia pun menerima tantangan dari Kompasianer Yusran Darmawan untuk menulis buku tak sekadar buku. Yakni buku yang bisa membuat atau berisi tentang “kesembuhan” dari tulisan. Kata lain, tulisan yang bisa sebagai terapi. Ia pun menyambut kalau ada yang bisa diajak untuk berkaloborasi perihal jenis buku.
Dengan 38 Wacana yang ditulis oleh empat belas orang ini, buku ini menjadi aneh, memang kesannya. Meski sudah disebutkan Cak Emcho. Jika buku ini hanyalah susunannya, bukan karyanya. Ia cukup menyusun dari serpihan-serpihan tulisan tentang tulisan karyanya yang sudah dibukukan: Rahasia Top Menulis, Jejak Budaya Meretas Peradaban, Pagi Pegawai Petang Pengarang.
Maka pantas untuk ikut mengamini bahwa ini sejenis wacana. “Tulisan para pembaca yang terangkum di buku ini berpotensi mengungkap makna tulisan dan proses kreatif sebagai kapital/ modal budaya, ekonomi, finansial dan simbolik, meminjam konsep kapital oleh Pierre Bourdieu (1986),” pengantar Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D.
Itu sebab, saya dan tiga belas orang teman – yang menulis – dalam buku ini kelak akan menemukan tulisan-tulisan dan dibukukan oleh Cak Emcho. Entah berupa genre apa pun. Mengingat ia yang pernah menimba ilmu International Writing di Program University of Iowa ini seorang dosen menulis dalam bahasa Inggris dan Indonesia di kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang sudah tersirat dari judul-judul bukunya, semisal: Pagi Pegawai Sore Pengarang atas inspirasi sastrawan penerima Nobel Naguib Mahfouz.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H