Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(My Diary) Dongeng Kecil untuk Anin

13 April 2016   02:50 Diperbarui: 13 April 2016   03:13 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="dok. FC"][/caption]Sssssst ...!

Diam. Jangan berisik.

Dia lagi tidur.

Kutepuk-tepuk pantatnya yang bulat.

Sssst ...!

Anin, kalau lagi bobok begitu, ya. Ndak boleh diganggu siapa pun. Meski untuk melewatinya, ia ngedot dulu. Botolnya diacungkan mirip peniup terompet ke atas kayak Louis Armstrong atawa Wynton Marsalis. Sambil tangan satunya yang bebas memegang ngiwil-ngiwil bagian bajuku. Dari matanya mulai merem, hingga tak bergerak sama sekali kelopak matanya.

Lalu pelan-pelan, tangan yang ngiwil-ngiwil bajuku kulepaskan, sangat hati-hati. Bila ia sudah lelap dengan halus nafas naik-turunnya, kan kujaga. Tak seekor nyamuk pun. Apalagi nyamuk-nyamuk nakal siang yang boleh jadi ...ih, ndak perlu kusebutkan. Ia tak boleh menyentuh, apalagi menggigitnya. Tak.

Dear diary,

Kamu tidak punya hak apa-apa. Kecuali dengan setia kucorat-caret. Dengan larik-larik tentang Anin, malaikat kecilku. Penyambung segala macam gundah-gulanaku. Ya, bener. Bukan galau. Kalau galau itu kan cara anak-anak ABG sekarang. Ingat! Anin bukan ABG seperti itu.

Lha, Bu Sinaga, seorang guru tetanggaku pun kubiarkan bingung. Saat Anin hampir setahun bisa menggoyang-goyangkan setangkup tangannya saat aku dendangkan: Sinangga tulo ....!”

“Memang ada keturunan Batak, Pak?” tanyanya saat melintas dan perlu berhenti sebentar. Maksudnya, menanyakan apakah ayah-ibu Anin ada yang berketurunan Batak.

Aku menggeleng. Bagaimana Batak. Sedangkan resepsi pernikahan orangtuanya saja mesti pakai acara telor diinjak segala. Bukan Sagala, lho ya?

[caption caption="Anin, malaikat kecilku. Berperaga setelah eyangnya menerima paket dan ada kaosnya. (dok.TS)"]

[/caption] 

Dear Diary,

Tahun kedua Anin. Dia merepotkanku lagi, dan lagi. Lalu lagu yang didendangkan dengan cadel suaranya: Nina bobo, oh nina bobo/ kalau tidak bobo digigit nyamuk. Dan, ia mengayun-ayunkan boneka apa saja untuk digendong. Walau ada beruang dan panda yang lebih besar darinya. Di ujung lagu, persis seperti You tube yang dilihatnya. Ikut merebahkan kepalanya di kepala boneka. Pura-pura tidur.

Pun ketika habis menonton You Tube lagu Kupu-kupu yang lucu. Karena di halaman rumah, ada pohon melati, anggrek, wijaya kusuma, pucuk merah dan saat terbang kupu-kupu ia bergerak kian kemari. Untuk mengejarnya sambil tertawa, karena tak kunjung tertangkap dengan jari-jemarinya.

Lebih dari itu. Kalau ba’da shalat, ia langsung ngedeprok di pangkuanku. Lalu ikut menengadahkan kedua tangannya. Tak ke luar suara, kecuali sesekali menoleh ke arahku. Mungkin terlalu sulit doa yang kusebutkan secara berbisik untuk diikutinya. Termasuk di antaranya (aku) meminta kepadaNya agar Anin menjadi shalehah.

Dear diary,

Tahun-tahun menjelang ketiga ini. Sudah lebih dari merepotkanku. Lha, tiap hari, “Tung ke Apa.” Dan ia nylingkrek di depan motor. Kuantar ke mini market di kompleks perumahan. Begitu masuk ke ruang berpendingin itu, ia langsung menghambur. Mencari, awal-awalnya susu dalam kotak. Kemudian aku tak boleh membawanya. Ia sendiri yang menyerahkan susu kotak itu ke kasir. Dan aku diminta untuk membayarnya. Ia pun dengan tertib tak menyalip bila ada pembeli lebih dulu untuk transaksi pembayaran. Aku hanya mengangguk, memberi tanda. Benar. Harap antri, ya Anin.

“Ini saja, Dik?”

“Iya,” sahutnya seraya menoleh ke arahku. “Ini, ini aja, ya Tun?” minta persetujuanku.

Pada hari-hari berikutnya, selain susu kotaknya, ia akan menuju kulkas di mini market itu. Dan diambilnya es krim. “Ini untuk Uti, ya Tun!” tak lagi bertanya. Namun sudah sebuah permintaan.

Dear Diary,

Anak perempuan, ia berani naik kuda pada pagi setelah kami bangun dan mendapati di taman hotel itu ada kuda. Sehingga ketika pulang, hari-hari berikutnya mencari kuda. Untuk dinaiki. Beruntung ia kualihkan dengan naik delman yang berkeliling di kompleks perumahan tetangga. Sambil nembang: Pada hari Minggu kuturut Ayah ke kota/ naik delman istimewa kududuk di muka. Dan ia akan mengoyang-goyangkan seluruh badannya saat aku ikut di delman nembang:  tuk-tik-tak-tik-tuk suara sepatu kuda.

Halah.

Anin adalah bintang imut kecilku. Yang piawai bergaya di depan camera kalau kuminta untuk berperaga. Walau kadang ribet dengan jilbab kecilnya. Ia seperti mengerti apa arti dipotret. Bahkan ketika setahun lebih, ia dengan telapak tangannya seolah sebagai camera untuk berselfie. “Atun ...Atun, sini. Potek!” mengajakku untuk foto berdua.

Kali lain, ia yang menonton dan mendengar sebuah lagu bersamaku, seraya berdendang: twinkle, twinkle little star ...

Hingga sore kemarin. Ia kerepotan ikut merobek sebuah bungkusan amplop besar cokelat yang diserahkan oleh seorang  kurir yang kami kenal, langganan. Yang berisi kaos dan sebuah sertifikat tentang aku, dari saudara kembar FC, RTC. Dan ia bergaya memperagakan.

“Atun ...kaosnya item, black belalti ...!”

Iya.

 

***

Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event My Diary Silakan bergabung di FB : Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun