“Sepakat. Kepalaku tak boleh terus-terusan ditibani air kecil-kecil sambil terus duduk di sini.”
Kami pun berjalan.
“Ini Dago. Bukan daerah Candi Semarang.”
Aku membenarkan. Tanpa kata.
“Boleh Kakak menggandeng tangan Iis …”
Ia melirik ke arahku. Ah, matanya bening seperti telaga. Sama Iis saat menatapku.
Iis menjulurkan tangan. Kuambil dengan lembut jari-jemarinya yang tak berkuku itu.
Terinspirasi
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!