[caption caption="Ruswandi, beraksi corat-caret"][/caption]PASAR Pagi, Pemalang. Seorang lelaki dengan kameranya bergerak lincah. Lalu ia mendekati sebuah dokar (delman) yang sedang berhenti. Tanpa canggung, ia pun memotretnya.
Klik, klik!
Kali lain, dari ia bergerak ke Stasiun Kereta api ia potret dari sisi barat. Setelah ia menjelajah dan mengelilingi stasiun lama yang sudah direnovasi, terutama atap baja cukup besar melingkupi empat jalur di Stasiun Pemalang, ia anggap sudut itulah paling menarik untuk obyek lukisannya. Persis sebelah utaranya ada persawahan yang belum masa panen. Klik, klik!
“Mas, sudah izin belum?” Ruswadi, yang kerap dipanggil Rus menoleh ke arah lelaki berbaju satpam yang menegurnya.
“Belum,” jawab lelaki kurus berambut panjang diikat itu.
Lalu dengan bahasa jujur, Ruswadi pun menyebutkan di Kantor Kepala Stasiun Kereta api yang tak jauh dari rumahnya, hanya sekitar dua ratus meter. Perbincangan itu selesai dengan damai. Lalu, dari hasil pemotretannya itu, Rus memindahkan ke kanvas. Seperti lukisan delman di pasar (lihat di atas).
Pernah Terlempar ke Jakarta
Ruswadi, kelahiran 12 Agustus 1970, bisa disebut pelukis paling produktif di kota kelahirannya, Pemalang, Jawa Tengah. Persisnya ia dari Kebondalem, belakang Masjid Agung Pemalang. Ia lebih menganut mazhab naturalis sehingga lukisan-lukisannya mendekati potret. Ia begitu detail dengan obyek lukisannya: pemandangan (lanskap), orang, binatang, atau fauna.
[caption caption="Foto-foto: dok. Ruswadi"]
“Saya lebih tertarik melukis yang begini daripada yang surealis,” ungkap lelaki yang pernah merepro lukisan surealis, dan ia bisa melukis pagi-siang-malam.
Rus menyebut dirinya pelukis otodidak. Ia, awalnya hanya belajar kepada seseorang bernama Om Bayu ketika bekerja di Warung Padang di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Ia dikenalnya oleh Pak Syakur, seseorang warga daeah tembakau itu. Sebagai anak muda yang tidak sampai melewati jenjang pendidikan tinggi, ternyata ia meminati bidang mencorat-caret ini sehingga pekerjaan di warung pun dilepas. “Saya pikir, ini jalan hidup saya.”
Perjalanan Rus hingga menjadi pelukis di tanah kelahirannya panjang hingga ia mengembara ke ibukota Jakarta segala. Alkisah, ia pun terdampar di sekitar Kantor Pos Pasar Baru dan Gedung Kesenian Jakarta. Ia bergulat lama menjadi pelukis jalanan di Jakarta. Bahkan hingga ia pernah kembali ke Jakarta, meski kali ini berbeda hal yang ditanganinya. Dalam hal ini mengerjakan stand/booth di tempat elite JCC untuk sebuah pameran. “Saya kerjakan dengan adik dan kakak saya,” akunya.
[caption caption="Lukisan berjudul Perjalanan Panjang"]
Sketsa Seharga 20 Ribu
Lukisan Rus sudah tak berbilang-bilang lagi. Selain ada yang dikoleksi oleh Pemda atau pejabat di Pemalang, Tegal, Pekalongan, dan sekitarnya, juga dikoleksi oleh orang Jakarta. Dan untuk menghasilkan lukisan-lukisannya, ia kerap keluyuran ke mana pun. Daerah pegunungan, persawahan, pantai, dan kehidupan orang-orang-orang kecil yang dianggap menarik hatinya. “Saya kadang menyelesaikan lukisan dalam tiga hari saja,” kisahnya.
[caption caption="Gadis Bali berjudul LohJawi"]
Meski titik tolaknya sebagai pelukis naturatis, ia mengangumi Basuki Abdullah. Tak jarang ia menerima pesanan untuk membuat cover buku. Atau ia membuat sket di atas kertas yang hanya membutuhkan 5 menit saja. Dan harga sketsanya pun hanya sebesar 20 ribu rupiah per wajah. “Saya pernah membuka di Alun-alun Tegal. Hasilnya, lumayan. Maksudnya, mereka puas,” kata Rus ke kota sebelah barat kota kelahirannya.
[caption caption="Alun-alun Kota Pemalang"]
[caption caption="Rus bersama teman-teman Komunitas Ilalang di alun-alun Kota Pemalang"]
Sebuah ide menarik, tentu. Paling tidak bagi Rus yang tak pernah mengenal waktu dalam melukis. Sehingga ia yang sekarang punya FB pun, kerap didatangi orang yang minta pada lukisan hasil coretannya. “Sebentar lagi Komunitas Ilalang akan pameran bersama di Gedung Serbaguna, Pemalang,” pungkas Rus yang sedang melukis pemandangan yang ditemui pada pagi hari. ***
*) Foto-foto: dok. Ruswadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H