Bagi Nur Rohim, relawan adalah ujung tombak keberlangsungan “pendidikan” bagi orang-orang yang tak jelas asal-usulnya itu. Sedangkan pihak-pihak donatur, dan terutama lembaga yang peduli dengan secara sukarela berbagi di Sekolah Master yang ditabalkan sebagai Sekolah Alternatif Terbaik di Jawa Barat, sebagai bentuk kepercayaan lain pada usaha Nur Rohim. Sehingga institusi berafiliasi pada pendidikan kerap mengirimkan mereka yang akan menjadi “pendidik” ke Kawasan Depok itu. Digodok di Kawah Candradimuka sesungguhnya. Dengan murid yang tak berseragam sekolah sebagaimana kelayakan umumnya. Dan karakter khas anak jalanan.
Kompasianer yang Sabtu siang itu ada di Sekolah Master, mendapatkan kenyataan atau realitas eksistensinya. Bahwa Sekolah Master bisa dijadikan model untuk pembelajaran bagi orang-orang marjinal. Seperti selama seminggu, Lee Dae Mon, Moon Ji Yeon dan tujuh mahasiswa Korea Selatan berada dan berbagi dengan anak-anak yang dibina Nur Rohim atas inisiatif mahasiswa Ilmu Budaya – Korea dari UI. “Selama seminggu, ini pengalaman hidup yang tak terlupakan. Telah berbagi dan berkumpul di sini,” kata wanita mahasiswi Yeon, mewakili teman-temannya.
Dan Nur Rohim juga hanya bisa membalas dengan sambutan sederhana, “Mudah-mudahan nanti di Korea sana bisa diceritakan tentang keadaan Sekolah Master di sini. Bisa dibagikan,” dalam acara penutupan di Ruang paling bagus di Sekolah Master, di mana ada berderet komputer yang menayangkan hasil Kuliah Kerja Nyata para mahasiswa Korea Selatan yang didampingi dua orang Profesor dalam bentuk visual, video.
Tahun kunjungan, KKN atau Praktek Kerja Lapangan mahasiswa Korea Selatan ketiga kalinya itu tampaknya akan disambung oleh para mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia. Di mana saat perbincangan Kompasianer dengan Nur Rohim, terketuk di pintu kaca, dan nongol masuk kepala Ucok. “Kak, ada orang yang akan ketemu,” katanya, remaja berlogat Batak yang disebut Nur Rohim tak jelas asal-usulnya.
“OK. Kalau begitu, satu kelas. Empat puluh orang, kami persiapkan untuk adik-adik ajak ke Cibubur,” jelas Nur Rohim tentang maksud kedatangan mereka.
Pengajuan usulan sharing semacam itu selesai begitu saja. Tak kurang dari lima belas menit sepanjang tegukan air mineral ukuran gelas bagi dua tamunya yang bisa belajar hingga ke Negeri Kanguru. Cukup dengan non formal. Tanpa proposal dan dirapatkan atau dipertimbangkan dengan kening berkernyit oleh Nur Rohim. Prinsipnya, sepanjang niat baik dan berarti “masukan” bagi anak-anak Sekolah Master, jalan!