repro: youtube
NDAK seperti biasanya. Kromodongso kelewat luar biasa meracau. Ngacau-belo. Dia terus berulangkali nyanyikan sepotong lagu, begini:
“Kau masih gadis atau sudah janda
Baik katakan saja jangan malu-malu”
Lalu dengan suara dimirip-miripkan suara wanita:
“Memangnya mengapa aku harus malu.
Abang tentu dapat tuk membedakannya.”
Lalu ada koor, duet antara suara penyanyi laki-laki dengan suara perempuan. Yang perempuan ada suara Asep yang gemar wayang golek Sunda itu.
“Marilah segera kita kawiiin saja…”
Tawa pun berderai-derai. Terutama Tigor yang suaranya bariton itu. Daeng hanya geleng-geleng saja. Melihat tingkah teman-temannya malam itu di gardu yang disaput gerimis Bulan Januari.
“Sesungguhnya apa sih pesan lagu itu, Kromodongso?” tanya Daeng tak bisa menahan diri.
Kromodongso tak menjawab, malah tertawa ngakak dan menuding ke arah Daeng seraya seperti meminta dukungan Asep, yang kebetulan hafal lirik lagu dangdut dan tadi ikut duet bersamanya.
“Itu lagu Partai beringin ….!” kata Asep, malah.
Kromodongso menjentikkan jarinya.
“Nah! Sodokan yang pas. Nggak ada tafsir lain. Ndak menye-menye seperti umumnya orang partai yang ada di Rumah Rahayat itu!” cetus Kromodongso.
“Kamsudnya?” tanya Daeng, polos, bukan maksudnya.
“Nah! Cerdas kamu sekarang. Seperti orang-orang Beringin itu.”
Daeng garuk-garuk kepala.
“Awaaaaaas …!” seru Kromodongso mengingatkan Daeng.
“Kenapa?” tanya Daeng, lugu.
“Kutunya loncat ….”
Tawa pun berderai-derai. Termasuk Daeng kali ini ikut. Ia nikmat betul berada dengan teman-temannya yang kerap nyanggong di gardu pojokan temapt tinggal mereka.
“Jelas, kan kini?” tanya Kromodongso, sok serius.
Tapi Daeng menggeleng.
“Yang kupahami, sih... Jadi begini. Kalau Golkar itu kutu loncat.”
Kromodongso, Asep dan Tigor bertepuk tangan keras-keras. Serempak. Persis tepuk tangan orang partai kalau pemimpinnya habis pidato sampai kemudian turun dari panggung. Dan pemimpin itu merasa tersanjung, walau mengeluarkan uang segunung dan bahkan keuangan bisnisnya akan terendam lumpur sekalipun hingga selehernya. Padahal, pidato itu mengawang-awang yang bisa menjatuhkan dirinya. Karena berat jenisnya yang kelewat tambun dengan perut buncit.
“Kamu sekarang makin cerdas!” puji Kromdongso pada Daeng.
“Karena hatiku tulus!”
Tigor segera menyambar, “Tepat sekali. Seratus untuk Daeng.”
“Oya?”
“Ya. Karena Golkar dengan tulus, akan bergabung dengan Jokowi ….”
Belum habis kata-kata Tigor, Kromodongso sudah menyanyikan lirik lagu yang begitu dijiwainya:
Kau masih gadis atau sudah janda?
“Jreng, jreng …!” sahut Asep dengan mulut.
Tigor pun segera berdiri dan berjoget. Lelaki tinggi gagah dan mirip aktor pemeran antagois itu meliuk-liukkan tubuhnya secara lucu.
***
Angkasapuri, 25/1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H