Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dua Kartun Satu Komedian

10 Januari 2016   08:28 Diperbarui: 10 Januari 2016   11:40 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TIMUN dan Sukribo, dua kartun berbentuk komik strip di Kompas Minggu (10/1) ini hakikatnya tetap mengangkat “peristiwa” aktual di negeri ini. Seperti biasanya. Meski masing-masing mengambil sudut kejadian yang berbeda untuk diejawantahkan. Dan seperti biasa, sentilannya membuat, terutama saya, tertawa. Persis, atau mirip dengan puisi saya: Ternyata Aku Masih Kurang Tertawa.

Pada kartun tiga babak Timun, cukup jelas apa yang pernah terjadi di seputar “bandara”, Bandar udara yang tidak mesti di Jakarta. Persisnya, ketika terjadi pencurian di “ekor” pesawat. Yang dilakukan oleh para tikus, bisa dengan piawai menggunakan balpen untuk merobek koper dan kemudian menguras isinya serta secepat kilat merapikan kembali. Modus yang mencengangkan bagi awam kebanyakan kita.

Sehingga oleh Timun cukup dengan metafora:

  1. Bandara yang modern, megah, membanggakan.
  2. Petugasnya rapi. Lantainya bersih. WC-nya tidak pesing.
  3. Tapi “Tikus”nya, masih banyaaak!!! Tolooong!!!

Pada Sukribo, kerap lebih dalam menohok. Setidaknya kali ini, dengan “kemarahan balik”nya Si Kriting itu pada petugas lapangan. Simak:

  1. Hei …hei …ayo pergi kalian dari sini, kalian di sini belum ijin!!
  2. Heh Kriting, kamu jangan coba membela pelanggar hukum!
  3. Melanggar hukum yang mana..?? Itu membakar hutan saja bebas kok, ini membakar sate dituduh melanggar hukum, jangan ngarang!!

Maka menjadi pemandangan nyaman, ndak mesti tertawa. Di pagi Minggu Januari 2016 ini. Kita kerap bisa membaca dengan diwakili oleh Timun atau Subkribo. Dengan bahasa komikal. Tak mesti dengan verbal seperti umumnya pejabat negeri ini. Terutama era sebelum Presiden yang ikut tertawa terbahak-bahak saat mengundang “pelawak” dan para comedian ke Istana. Istilah Butet Kertaredjasa: “Pak Jokowi ingin mentertawakan satu peristiwa tanpa menyakiti hati orang yang ditertawakan.”
Ah, Butet, deh!

*** 

foto-foto: repro KOMPAS Minggu (10/1) dan Majalah TEMPO (27 Desember 2016)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun