TIMUN dan Sukribo, dua kartun berbentuk komik strip di Kompas Minggu (10/1) ini hakikatnya tetap mengangkat “peristiwa” aktual di negeri ini. Seperti biasanya. Meski masing-masing mengambil sudut kejadian yang berbeda untuk diejawantahkan. Dan seperti biasa, sentilannya membuat, terutama saya, tertawa. Persis, atau mirip dengan puisi saya: Ternyata Aku Masih Kurang Tertawa.
Pada kartun tiga babak Timun, cukup jelas apa yang pernah terjadi di seputar “bandara”, Bandar udara yang tidak mesti di Jakarta. Persisnya, ketika terjadi pencurian di “ekor” pesawat. Yang dilakukan oleh para tikus, bisa dengan piawai menggunakan balpen untuk merobek koper dan kemudian menguras isinya serta secepat kilat merapikan kembali. Modus yang mencengangkan bagi awam kebanyakan kita.
Sehingga oleh Timun cukup dengan metafora:
- Bandara yang modern, megah, membanggakan.
- Petugasnya rapi. Lantainya bersih. WC-nya tidak pesing.
- Tapi “Tikus”nya, masih banyaaak!!! Tolooong!!!
Pada Sukribo, kerap lebih dalam menohok. Setidaknya kali ini, dengan “kemarahan balik”nya Si Kriting itu pada petugas lapangan. Simak:
- Hei …hei …ayo pergi kalian dari sini, kalian di sini belum ijin!!
- Heh Kriting, kamu jangan coba membela pelanggar hukum!
- Melanggar hukum yang mana..?? Itu membakar hutan saja bebas kok, ini membakar sate dituduh melanggar hukum, jangan ngarang!!
***
foto-foto: repro KOMPAS Minggu (10/1) dan Majalah TEMPO (27 Desember 2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H