Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasianival 2015, Istana dan KutuBuku

14 Desember 2015   08:25 Diperbarui: 14 Desember 2015   09:24 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TERGOPOH-GOPOH, saya tiba di Gandaria City – kerap disebut Gancit. Hari masih pagi, sebagai hal mudah menandainya: anak saya bangunkan dengan setengah “paksa” untuk mengantar. Ini bukan karena saya masuk daftar akan ke Istana untuk makan siang. Tapi karena booth KutuBuku mesti dipaesi, dipasangi buku yang jumlahnya sampai satu (bagasi) mobil.

Di Istana bersama : Uci dan Isson (foto: dok Uci)

“Jadi saya ditinggal untuk njagain, weeee! Sementara Paklik makan di Istana,” gugat Maria Margareta setelah booth dibereskan dengan dibantu anak, yang segera balik ke rumah untuk mengambil “barang” yang masih kececeran.

“Kan kehormatan menjagai martabat untuk peradaban …buku!” selorohku yang segera mengganti baju batik lengan panjang – yang berulangkali ditegurkan ke saya oleh admin Kompasiana: Raja, Kevin atawa Nurul. Hehehe.

Inilah soalnya. Penginnya bisa mengelola atawa dibahasakan keren memanajemi sebuah event. Sebuah hal yang lumayan kerap saya hadap lalui. Termasuk akan ke Istana yang lebih sering saya lewati sejak masuk Jakarta 1980, karena sempat berkantor di Pecenongan (persis seberang sisi utara Istana) dan Jalan Gajahmada – terusan dari Harmoni barat-daya kompleks Istana. Dan semua berkait dengan masalah “pekerjaan” sebagai nyamuk pers.

Bang IZ, Uda TD, Isson, Bang Syaiful dan Kang Edy manstaf. (dok: KutuBuku)

Dalam bis, bersama kompasianer yang sebagian besar sudah kenal secara benar dan baik, hehehe. Celoteh pun berhamburan. Yang ngomongin batik, sepatu dan dan kenapa si A nggak diajak atau diundang ke Istana. Dan seterusnya.

“Kasihan, lho!”

“Padahal ….!” sahut yang lain.

Tapi, temen-temen hepi. Lha wong mau makan siang he. Di Istana pula. Ndak tanggung-tanggung bareng Pak Presiden. Padahal, ini dimulai dari sebuah wadah bernama kompasiana. Maksude, warga biasa yang aktif nulis di sini, dan menghadiri acara yang cukup istimewa. Apakah ini bisa disebut kompasianer naik kelas? Ndak saya bahas. Tapi Isjet, ngomong, “Saya nggak bisa njawab dan menjelaskan ….” Perihal kenapa sampai 100 kompasianer bisa dipilih ke Istana untuk makan siang sebagai pengganti Presiden yang sejak awal diplot untuk mbuka acara di Gancit.

Isson, Yayat, Kang Sobary, Mbak Esti, TS dan Peter dari penerbit Mizan. (foto: dok KutuBuku)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun