Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pak Lurah Marah

8 Desember 2015   07:47 Diperbarui: 8 Desember 2015   08:19 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kromodongso sendirian. Sendirian di gardu yang ikut diguyur hujan, membuatnya seperti orang linglung. Celingak-celinguk sebagaimana mestinya orang bingung. Berkali-kali menyeruput minuman yang dibawa dari rumah.

 “Ke mana perginya teletabis, ya?” desisnya, berkali-kali. Ia menyebut Asep, dan gengnya itu yang tak menampakkan batang hidung. Sebab batang rumput sedang terendam di pinggiran RW sebelah.

Kromodongso mengernyitkan kening. Demi melihat bayang-bayang bertutup kepala jalan berjingkat-jingkat. Namun justru cara jalannya itu, membuatnya tahu siapa gerangan bayangan itu. Lelaki bertubuh kerempeng dan suka jalan-jalan tanpa pengawalan ketat sebagai seorang Lurah. Blusukan.

“Pak Luuur …!”

Telanjur sudah Kromodongso mbengok! Memanggil Pak Lurah, kalau dalam ukuran tidak hujan dan sepi bisa disebut kurang sopan. Ya, ndak etislah. Masak kepada pimpinan ndak hormat gitu.

Eh, bayangan itu justru berjingkat kea rah gardu. Mendatangi Kromodongso.

“Numpaang …!” katanya sambil menunduk sebentar.

Ajaib! Seorang Lurah yang dipilih secara demokratis itu malah yang merasa “numpang” dalam deras hujan kali ini. Hujan bulan Desember yang belum ber-ber bener alias belum hujan terus-menerus, ngruicik!

“Ah! Pak Lurah! Marii …mariiii!” Kromodongso mempersilakan lelaki kerempeng itu duduk di alas gardu yang masih kering tak kecipratan air hujan.

Dan …dan terjadilah perbincangan gayeng. Mungkin karena mengerti sama-sama budaya Jawa. Namun ketika Kromodongso menyinggung perihal “Pakde Kar Minta Cewek”, Pak Lurah berulangkali menahan geram.

“Itu sudah keterlaluan ….k.e.t.e.r.l.a.l.u.a.n!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun