Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Car Free Day, HBKB dan Area Terbuka Mingguan Semua Warga

30 September 2015   16:42 Diperbarui: 30 September 2015   17:31 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah tujuh tahun Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) berlaku di Jakarta. Pada hari Minggu tak ada kendaran bermotor melintas, kecuali digunakan untuk jalan kaki, jogging, olahraga ringan dan  hiburan yang masih bisa ditolerir. Acara yang berlangsung di Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin dan skawasan Kota Tua ini diikuti, awalnya, oleh beberapa kota, besar saja: Solo, Bandung, Surabaya. Sukses.

Car Free Day atawa HBKB di Jakarta sudah berjalan tujuh tahun. (foto: Jakarta)

Bisa disebut, inilah ruang terbuka di jalan mingguan yang berhasil. Di mana unsur-unsur warga menggunakan ruang publik untuk meredakan ketegangan otot setelah sepekan dengan aktivitasnya. “Saya kebetulan dekat, karena saya tinggal di Tanah Abang. Jadi, hampir tiap Minggu pagi ke sini,” kata Sukarna yang biasanya membawa keluarganya.

Jakarta Tiap Minggu Pagi

Pusat dari Hari Bebas Kendaraan bermotor ada di Bundaran HI. Di mana patung tugu Selamat Datang menjadi incaran latar belakang warga berfoto. Waktu di Jakarta seperti berhenti di sini. Yang ada celoteh dan tawaria serta aksi bak orang terkenal. Dan percikan air dari kolam tak dihiraukan mereka. Pekik dan lengking berhamburan, yang tak bakal didengar pada hari kerja di Jakarta yang macet di sekitaran tempat ini. “Kapan lagi bisa begini di ibukota Negara!” sebut Keluarga Prayitno yang sedang berkunjung ke saudaranya.

 

Minggu pagi di Jakarta ini pun dilakukan Presiden Jokowi. (foto: suararakyatindonesia.org)

Jakarta sebagai ibukota Negara, memang tak dipungkiri sebagai juga arus berita. Sehingga pada acara Mingguan itu ada saja yang menggunakan untuk kepentingan kelompok atau komunitas mereka. Sebagai bentuk ekspresi warga di tempat terbuka dan dilindungi? Mestinya tidak di hari libur. Kecuali untuk kemanusiaan, jika ada semacam “protes” atau resolusi. Tentu, dengan cara yang tidak mengundang mata dan minat yang bisa membuat orang sedang berlibur terbelalak. Apalagi sampai kemudian menimbulkan trauma, mengingat sebagian adalah anak-anak.  

Solo Dengan Slamet Riyadinya

“Makan nasi liwet pagi hari dan enak serta murah, bisa dinikmati di Car Free day,” ungkap Retno asli Pacitan yang belum lama menikah. Ia sejak mahasiswi dan sebagai penggiat seni tari senang dengan adanya Hari Bebas Kendaraan Bermotor hari Minggu di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. “Ndak cuma jalan jadi kurang polusi, tapi beberapa anak bebas berekspresi. Ada yang bermusik dan berpantomim segala.”

Jalan utama-lurus-besar kota yang tak pernah tidur itu menjadi pemandangan elok pada tiap Minggu pagi. Di trotoar itu digelar makanan kuno Jawa – persisnya Solo – pun tersedia. Sehingga sambil menikmati makanan khas, bisa melihat aktivitas warga lain. Apalagi di jalan ini ada Taman Sriwedari. Sebuah taman yang memiliki Gedung Wayang Orang yang masih aktif. Klop.

Pada hari-hari tertentu, Hari Tari Dunia, misalnya Jalan Slamet Riyadi menjadi cat walk yang menarik. Mengingat diikuti oleh penari-penari luar negeri, dan boleh dibilang ajang berkesenian tingkat internasional. Atau Batik Carnival yang menjadi ikon kota ini. Meski acara car free day adalah bagian penting yang bisa digunakan sebaik-baiknya warga mana pun, semua. Untuk acara santai, penuh kekeluargaan dan gratis.

Tiap Minggu, ada saja komunitas vespa, sepeda (Solo pernah disebut-sebut sebagai Kota sepeda), mereka yang berkreasi seni, teater, sampai musik dengan peralatan memadai. Belum ibu-ibu yang bersenam dan menggelar dagangan khas Solo. Area ini seperti menjadi jalan membentang yang dipersiapkan untuk warganya. “Jalan-jalan saja pun sudah menyenangkan. Ini jalan kebanggan kami orang Solo,” ujar Yatmi yang berasal dari Sumber, satu wilayah dengan kediaman Presiden Jokowi.                        

Bandung Dengan Dagonya

Sisi timur Pasupati, Jalan layang Surapati Bandung masih Jalan Dago, Jalan Ir. Juanda. Dari sinilah masih berjajar pohon-pohon keras besar dan tua berdiri tegak, kiri dan kanan. Sehingga dari bentang kabel dua sisi, sesekali bisa dilihat tupai melintas. Memang, bunyi kret-kret (suara binatang mengeret) di wilayah ini, pagi itu ditingkahi oleh musik jazz lagu milik Sting. “English Man in New York!” dari musik dengan van sebuah radio.

 

Bandung sebagai Paris van Java menjadi nyata di Car Free Day Dago. (foto: nitrococcus)

Sebuah pemandangan menarik, ketika matahari masih di sela-sela pohon semisal Mahoni. Di mana siomay, batagor, nasi timbel, sambal dan lalapan menjadi bagian penting urang Sunda bisa dinikmati dengan cara lesehan, setengah berdiri atau mencangkung di trotoar. Sementara mojang-mojang bersliweran dengan kuping tersumpal gadget. “Kalau tidak hujan, saya pasti kemari. Asyik euy!” seru Mita yang bercelana ketat dan berkaus merah lengan panjang. Ia tak sendirian alias bersama gerombolannya, sesama anak kampus.

Bagi warga Kota Kembang masih lumayan bisa menikmati kerindangan pohon dan taman yang belakangan lebih digiatkan oleh Walikotanya. Bahkan bisa disebut, inilah kota yang memiliki taman beraneka ragam, seperti Taman Jomblo, Taman Tokoh dan lainnya, yang bisa kedengaran aneh di telinga. Meski acara HBKB Minggu dibutuhkan, dan akan ditambah menjadi lima kawasan lain, di luar hari-hari macet. Ada sebuah keinginan mengembalikan jati diri kota yang kerap disebut Parisj van Java. Di mana pada hari Jadi Kota Bandung ke-205 September ini, Walikota Ridwan Kamil ingin menambah taman lagi.   

Ruang Terbuka di Jalan Bagi Siapa pun

Masing-masing penggal jalan di acara bebas kendaraan hari Minggu tidaklah terlalu panjang, paling panjang di angka 2 km. Namun sangat berarti di jalan paling besar dan ramai pada hari-hari biasa yang super padat. Ada penghematan dari sisi BBM dan dalam rentang 5-6 jam bebas polusi knalpot, pembuangan emisi. Seperti niatan awal dari dicanangkan HBKB di Jakarta pada 2005. Awalnya hanya untuk kawasan Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin dan kawasan Kota Tua. Yakni tiga kali dalam setahun. Dan per Tahun 2012 sudah meliputi jalur Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin; meliputi jalur lambat dan jalur cepat, setiap Minggu, Pelaksanaan HBKB Tingkat Wilayah Kota Administrasi, Dengan waktu pelaksanaan adalah pukul 06.00-11.00 Wib.              

 

 

HBKB di Bandung. Bandung menjadi hijau dan bersih. Foto: bandungexpres.co.id)             

Pengelolaan acara mingguan HBKB toh tidak terlalu sulit. Juga tidak membutuhkan kekhususan, kecuali menutup ujung-ujung jalan tertentu dan membiarkan ruang sepanjang jalan tertentu itu untuk digunakan siapa pun. Barangkali, inilah Ruang Terbuka murah-meriah dan ada di Jantung Kota. Juga di waktu libur bagi keluarga. Tanpa atribut atau mengenakan pakaian tertentu. Bisa sangat santai, dan tidak membutuhkan perlengkapan lain. Bahkan bisa dengan bersandal jepit, misalnya.

Bila disebut ini cara penawaran ruang terbuka secara cerdas, tidak berlebihan. Setidaknya mengingat ada penambahan ruang yang bisa diakses warga – mana pun. Hakikat jalan adalah ruang terbuka untuk warga. Artinya, “pengambilan” lima jam dalam seminggu, tidaklah merugikan secara signifikan untuk umum. Bahkan bisa disebut sebuah pembelajaran bersama di tengah kesemrawutan kota-kota yang terus dipadati oleh kendaraan bermotor.  Dan kemacetan yang menghantui. HBKB, dari pengamatan di tiga kota di atas sebagai sebuah oase. Sekecil apa pun. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun