Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

One Room Modal Satu Lagu: Pergilah

7 Maret 2015   06:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:03 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

One Room membuktikan di hadapan Kompasianer. Musiknya rancak. (foto: TS)

SETUMPUK lagu, sekitar dua puluh judul disodorkan. Eh, nggak ada yang dipilih pihak label: Seven. Malah diminta lagu lain. Terpaksalah diaduk-aduk lagu “ampas” dari file yang ada. Dan yang terpilih lagu cemen yang kemudian diberi tajuk: Pergilah.

Apa boleh buat. Demi mengejar apa yang namanya rekaman di label walau itu cuma sebuah single. “Yang idealis itu …dia,” kata Aden, jubir yang tampak paling dewasa dan tenang seraya menunjuk temennya sang vokalis di samping kirinya. Cowok ceking gondrong dan berkacamata gelap itu pun sempat menunduk, meski senyum-senyum kemudian. Karena mesti kompromi, kenapa bukan lagu bagus yang dua puluh itu yang dipilih? Untuk menguji nyalinya sebagai seorang front-man di stage kelak, pikir Ulil.

One Room sebuah gerombolan anak muda dari Pondok Gede. Yang dalam video klip berjingkrak-jingkrak di tepi danau, meneriakkan oktaf tidak tinggi dari tenggorokan Ulil. Belum kehadiran gadis-gadis kinyis-kinyis sebagai pemanis – bahkan pakai balon segala – lirik yang sebenarnya memang rada mendayu-dayu:

Pergilah

Jika kau ingin pergi

Tinggalkan aku

Karena ku tak bisa menahanmu lagi

1425660810629856554
1425660810629856554

Aden yang dewasa dan Ulil yang idealis. Kompask. (foto:TS)

Kisah sakitnya perjalanan grup yang identik dengan grup musik panggung, masih belum genap. Karena ketika sudah siap untuk rekaman, eh sang penggebuk bedug Inggris tak ada. Untung masuk Firadaus. Namun justru pas. Sehingga grup musik mesti the show must go on. Dan ternyata cukupmenjajikan.

Bukankah itu tak ada masalah? Sebagai grup musik tidak perlu cengeng. Satu sisi, itulah tuntutan perjalanan sekelompok anak muda dalam bermusik. Yang boleh saja inilah dunia musik yang harus bersinggungan dengan kompromi alias kompromistis. Mengalah. Di ranah komersialisasi yang tak bisa dihindari. Ahmad Albar, vokalis God Bless kurang apa. Toh ia klepek-klepek ketika disodori pilihan untuk menyanyikan lagu dangdut bertajuk Syakia yang notabene kontradiktif dengan tenggorokan berlabel rock yang sudah terasah sejak dari Belanda sana.

Komersial

Isson Khairul, Kompasianer yang hadir dalam acara Ngulik: Ngobrolin  Komersiaslisasi Lagu Bareng One Room pada Jumat (27 /2) di Kantor Kompasiana, pas mengulik kata dasar komersialisasi dari kata komersial. Sehingga mestinya tak perlu disesali dari One Room dengan lagu Pergilah yang nongol di kancah jagad musik Indonesia, dan kini dikenal di kanal-kanal radio hingga Maluku dan sebagian Indonesia timur sana. Karena di sinilah eskistensinya sebagai sebuah grup musik dengan aliran yang penginnya rock melulu.

Leo, sang bassis kidal disebut Aden sebagai ikon One Room. Mungkin sesuai dengan namanya ya? Cowok berambut panjang dengan tubuh cukup berisi mengingatkan pada Arthur Kaunang bassis AKA atau kemudian SAS – Syech Abidin, Arthur-Sunatha Tanjung. Grup musik cadas asal Surabaya Jawa Timur – setelah Ucok Harahap hengkang dari AKA (Apotik Kali Asin) menjadi contoh menarik bagi One Room. Setidaknya, jika menonton SAS di panggung, maka akan muncul lagu-lagu dari Led Zeppelin, Deep Purple dan rock grup era 70an (Flower Generation). Namun dalam rekaman, Syech Abidin sang drummerlah yang muncul menembangkan lagu: Rindu – Bila perasaan datang mengganggu, rindulah. Melankolik.

Maka menjadi sah, ketika masing-masing awak grup One Room punya jawaban atas apa itu lagu komersial yang bisa menjerat idealisasi mereka. Walau gitaris lain Reza tak setuju. Namun ikatan hati, bahwa mereka bisa saja idealis ketika berada di atas panggung – lengkap dengan tingkah polah ekspresi sebagai grup musik yang punya karakter. Sehingga mestinya, pihak label dalam hal ini Seven selazimnya bias mengakomodir lima cowok yang menjanjikan dalam bermusik.

“Sukses dalam bermusik adalah sebuah pendewasaan yang tertuang dalam ide-ide yang terus berkembang seiring waktu dari segi kualitas,” tutur Aden dengan dewasa dan kalimat bertenaga. Ia seperti mewakili teman-teman di One Room. Bahwa dalam bermusik ada kompromi atau mengurangi idealis yang berlebih. Karena, bagaimanapun, dalam bermusik ada audience. Bahkan Ulil yang disebut-sebut Aden idealis itu punya bahasa kompromis nan menggelitik: Bisa bermusik dan bahkan ada di depan teman-teman yang lebih senior di Kompasiana ini pun, nggak kebayang.”

Perihal Mas Angga

Tugas seorang Agung Lingga. Yang telah memilih lagu Pergilah sebagai tonggak bagi One Room bisa melangkah seperti sekarang. Karena grup ini, yang personalnya berada di wilayah yang sama, Pondok Gede bisa hadir dan menawarkan musik dengan baik. Mas Angga, demikian lelaki bertubuh subur-berambut panjang dan berkacamata itu bukan menjerumuskan One Room saat memilih lagu yang oleh One Room dianggap cemen. Ia justru menantang grup ini dengan jati dirinya kelak. Setidaknya ketika berada di atas panggung, akan tampak kualitas dan musikalitasnya, urai penggemar musik jazz itu.

1425660866406114873
1425660866406114873

Mas Angga perlu ngemong One Room. Ia telah memilih Pergilah sebagai lagu "jagoan". (foto:TS)

Ketika One Room tampil membawakan lagu Pergilah, jauh dari kesan dalam single rekamannya. Lagunya dibawakan dengan khas lagu rock. Tenggorokkan Ulil dan paduan alat musik yang dimain Leo, Reza, Firdaus dan terutama petikan gitar Aden bisa didengarkan dengan sikap: ini bukan lagu pop seutuhnya. Terlebih ketika mereka meneriakkan lagu tambahan: Bisa Gila. Klop antara lirik dan jiwa rock yang mendobrak.  Sehingga ruang di Kompasiana itu menjadi hangat, hot dan semangat.

Sebagai grup yang telah melewati masa awal – dengan menang di ajang Meet The Label di Bali – dan sudah menggulirkan sebuah lagu andalan Pergilah, One Room cukup menjanjikan. Mas Angga, yang dengan telaten akan membimbing para yuniornya menjadi relasi yang saling membahu. Sehingga bisa menerabas kancah musik di era serba digital ini. Dan era media sosial, bisa membantu atau sekaligus bisa menjerat mereka berputar-putar di belantara yang demikian absurd. Seperti jenis musik yang kerap diemohi oleh kaum tua – padahal mereka pernah muda.

14256611361175948949
14256611361175948949

One Room perlu merangkul sosial media, termasuk Kompasiana. Dan kali ini Kompasiana diwakili Isjet. (foto:TS)

Namun musikalitas One Room yang akan menolong mereka sendiri. Sebagai grup musik yang biasa tampil di panggung dengan tidak gamang – termasuk jenis anti lypsic, tentu – adalah yang akan dibuktikan seiring waktu yang berjalan. Atau seperti kerap didengungkan: we will rock you-nya Queen, sang Ratu dari Inggris? Semoga! ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun